Legenda Damarwulan
Sejak dulu aku tidak percaya, Raden
serupa Anjasmara. Engkau bukan pekathik
bukan sudra, bukan rumput muda
pantas jadi makanan kuda
Terakhir di tanganmu bukan lagi sabit
tapi pedang dan seragam prajurit
mukti-mati jadi sesanti
setiap menjaga dia yang memberi
Lalu di mana dua belas ekor kuda itu?
bukankah hanya bayang-bayang
menambah keramat tanah Jawa
yang dihuni ratusan cerita wayang?
Serat babad memang mencatat namamu
dalam tembang piwulang
juga kiblat nasihat
tapi tidak menetapkan alamat
di mana kami bisa datang
berguru dan berdebat
belajar mengurai mana lambang
mana hakikat
2011
Sumber: Ziarah Tanah Jawa (2013)
Catatan:
- Pekathik adalah tukang pencari rumput untuk makanan kuda.
- Sesanti adalah semboyan.
- Piwulang adalah ajaran.
Analisis Puisi:
Puisi "Legenda Damarwulan" karya Iman Budhi Santosa mengangkat tema legenda dan mitos Jawa, khususnya tentang tokoh Damarwulan, yang sering kali muncul dalam cerita wayang dan sastra Jawa. Puisi ini mengeksplorasi sudut pandang yang berbeda terhadap tokoh tersebut dan mengajukan pertanyaan yang menantang terkait dengan narasi-narasi tradisional yang telah diterima.
Pertanyaan Tentang Identitas: Puisi ini mempertanyakan identitas seorang tokoh legendaris, Damarwulan. Penyair menyangsikan kesesuaian antara citra Damarwulan dalam cerita tradisional dengan realitas sosial dan kenyataan sehari-hari. Penyair menolak untuk menganggap Damarwulan sebagai sosok yang rendah atau tidak layak, mempertanyakan stereotip dan ekspektasi yang mungkin diproyeksikan oleh masyarakat terhadap tokoh tersebut.
Refleksi atas Peran dan Perubahan: Puisi ini juga merefleksikan peran dan perubahan yang dialami oleh tokoh Damarwulan. Damarwulan, yang dalam legenda dikenal sebagai tokoh yang kuat dan berani, kini mungkin telah mengalami transformasi menjadi sosok yang berbeda. Penyair merenungkan bagaimana perubahan sosial dan politik mungkin telah memengaruhi identitas dan peran Damarwulan, dari seorang pekathik menjadi seorang prajurit yang bertugas menjaga.
Pertanyaan tentang Warisan Budaya: Puisi ini juga mengangkat pertanyaan tentang warisan budaya dan nilai-nilai tradisional yang ditinggalkan oleh tokoh legendaris seperti Damarwulan. Meskipun namanya tetap dikenang dalam cerita wayang dan babad, penyair meragukan apakah warisan semacam itu masih relevan atau bermanfaat dalam konteks zaman modern. Penyair menyiratkan bahwa meskipun nama Damarwulan diabadikan dalam cerita-cerita tradisional, mungkin sulit untuk menemukan makna dan pelajaran yang konkret dari figur tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Penghargaan terhadap Warisan Budaya: Meskipun puisi ini mengajukan pertanyaan yang kritis terhadap tokoh legendaris, ia juga menunjukkan penghargaan terhadap warisan budaya Jawa. Penyair mengakui pentingnya cerita-cerita wayang dan babad dalam memperkaya dan mempertahankan warisan budaya Jawa, meskipun ia juga mengajukan pertanyaan tentang relevansinya dalam konteks modern.
Secara keseluruhan, puisi "Legenda Damarwulan" adalah sebuah puisi yang merenungkan makna dan peran tokoh legendaris dalam budaya Jawa, sambil mempertanyakan relevansi dan identitas mereka dalam konteks zaman modern.