Puisi: Elegi (Karya Gunoto Saparie)

Puisi "Elegi" karya Gunoto Saparie mengajak pembaca untuk merenungkan perasaan cinta, kerinduan, dan kesendirian yang mungkin dialami oleh ...
Elegi


kaukah yang memetik gitar
ketika malam telah luruh?
menyanyikan kenangan samar
tertahan-tahan, sayup, dan jauh
 
kaulihatlah cahaya bulan berpendar
alam indah dalam pesona
kausimaklah ayat-ayat cinta
membuka tirai dan cadar
 
kaukah yang memetik gitar
ketika malam telah jatuh?
kaukah yang abai berkabar
ketika duka perih mengaduh?

2021

Analisis Puisi:
Puisi "Elegi" karya Gunoto Saparie adalah ungkapan rindu dan perasaan melankolis yang disampaikan melalui gambaran malam, musik, dan kenangan.

Rindu dan Kerinduan: Puisi ini menciptakan suasana kerinduan dan rindu yang kuat. Penyair merasa seperti seseorang yang merindukan seseorang atau sesuatu yang telah hilang atau jauh. Ini tercermin dalam baris "menyanyikan kenangan samar" dan "kausimaklah ayat-ayat cinta," yang menggambarkan hasrat untuk mengingat dan merindukan kenangan yang telah berlalu.

Musik dan Malam: Gitar dan cahaya bulan adalah elemen penting dalam puisi ini. Gitar sering kali dianggap sebagai alat musik yang mengungkapkan perasaan dan emosi, dan dalam puisi ini, itu digunakan sebagai simbol untuk melibatkan perasaan dan meluapkan perasaan. Cahaya bulan menciptakan suasana malam yang tenang dan romantis, yang sering kali dikaitkan dengan refleksi dan introspeksi.

Ayat-Ayat Cinta: Penyair menyebut "ayat-ayat cinta" sebagai sesuatu yang diucapkan atau dinyanyikan saat malam jatuh. Ini adalah cara untuk menyampaikan bahwa perasaan cinta dan kerinduan diungkapkan melalui musik dan puisi, yang sering kali menjadi sarana untuk menyampaikan perasaan yang sulit diucapkan dengan kata-kata biasa.

Kesendirian dan Duka: Ada elemen kesendirian dan duka dalam puisi ini. Penyair tampaknya merasa sendirian dan merasa ditinggalkan, seperti yang terlihat dalam baris "kaulkah yang abai berkabar ketika duka perih mengaduh?" Ini menciptakan kontras antara kerinduan dan kesendirian, antara kenangan yang manis dan perasaan duka yang mendalam.

Bahasa Simbolis: Penyair menggunakan bahasa simbolis untuk mengungkapkan perasaan dan emosi. Gitar, bulan, dan "ayat-ayat cinta" adalah simbol-simbol yang digunakan untuk menciptakan gambaran yang mendalam dan emosional dalam puisi ini.

Puisi "Elegi" karya Gunoto Saparie adalah ungkapan rindu, kerinduan, dan perasaan melankolis. Dengan menggunakan bahasa simbolis dan gambaran malam, musik, dan kenangan, penyair menciptakan suasana yang kaya emosi dan refleksi. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan perasaan cinta, kerinduan, dan kesendirian yang mungkin dialami oleh seseorang dalam pengalaman hidupnya.

Gunoto Saparie
Puisi: Elegi
Karya: Gunoto Saparie


Biodata Gunoto Saparie:

Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.

Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981),  Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996),  Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).  Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.

Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.  Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya.

Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif  (Jakarta).

Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).

Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah. 

Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Selain itu, di tengah kesibukannya menulis, ia kadang diundang untuk membaca puisi, menjadi juri lomba kesenian, pemakalah atau pembicara pada berbagai forum kesastraan dan kebahasaan, dan mengikuti sejumlah pertemuan sastrawan di Indonesia dan luar negeri.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.