Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Buku Besar Kafka (Karya Yuswadi Saliya)

Puisi "Buku Besar Kafka" karya Yuswadi Saliya bercerita tentang proses renungan seorang individu terhadap kehidupan yang dijalaninya—di mana setiap ..
Buku Besar Kafka

Kalau terpikir bahwa jalan ini penghubung semua kota,
terpikir juga semua pun mengenal duka.
Kalau terpikir bahwa hati ini memeram benih dosa,
terpikir juga bahwa semua memang mangsa neraka.

1966
1973

Sumber: Horison (Maret, 1975)

Analisis Puisi:

Puisi "Buku Besar Kafka" karya Yuswadi Saliya adalah karya pendek namun mengandung kedalaman filosofis dan eksistensial yang luar biasa. Dengan hanya empat baris, puisi ini membuka ruang refleksi yang luas mengenai kehidupan manusia, dosa, penderitaan, dan takdir. Judulnya mengacu pada sosok Franz Kafka—sastrawan eksistensialis yang karyanya banyak menyoroti absurditas hidup, rasa bersalah, dan keterasingan. Maka tak heran jika puisi ini seolah menjadi gema dari pemikiran Kafka, yang penuh dengan keraguan, penghakiman batin, dan kesunyian eksistensial.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kesadaran eksistensial tentang penderitaan dan dosa manusia. Penyair menggambarkan kehidupan sebagai perjalanan yang penuh luka, dan hati manusia sebagai tempat menyimpan benih dosa yang akan membuahkan hukuman atau rasa bersalah. Tema ini mencerminkan ketegangan antara kehidupan modern yang terus bergerak maju (jalan yang menghubungkan kota) dengan beban batin manusia yang tidak pernah selesai.

Puisi ini bercerita tentang proses renungan seorang individu terhadap kehidupan yang dijalaninya—di mana setiap langkah membawa pada kesadaran akan penderitaan yang universal, dan setiap perasaan dalam hati mengandung potensi dosa. Ada pemikiran bahwa duka bukanlah hal yang eksklusif atau unik, melainkan sesuatu yang dikenali oleh semua manusia. Begitu pula dengan dosa, yang bukan monopoli individu tertentu, tetapi menjadi bagian dari kodrat manusia yang rapuh.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini sangat mendalam. Puisi ini ingin menyampaikan bahwa semua manusia, tanpa kecuali, memikul beban eksistensial yang sama: duka dan dosa. Hati, sebagai pusat kesadaran dan moral, tidak hanya menjadi tempat cinta dan kebaikan, tetapi juga menyimpan potensi kejatuhan. Di balik kehidupan yang tampaknya biasa—di sepanjang jalan yang menghubungkan kota-kota—tersimpan penderitaan yang sunyi dan penghakiman batin yang tak kasat mata.

Imaji

Meskipun singkat, puisi ini menyuguhkan imaji simbolis yang kuat:
  • “Jalan ini penghubung semua kota” menciptakan imaji visual tentang perjalanan hidup, urbanisasi, dan gerak dunia yang tidak pernah berhenti. Jalan menjadi metafora dari pengalaman manusia yang terus bersinggungan satu sama lain.
  • “Hati ini memeram benih dosa” adalah imaji abstrak yang sangat kuat. "Memeram" menyiratkan proses diam-diam dan perlahan, seolah dosa tumbuh seperti buah yang lama kelamaan matang dan menuntut pertanggungjawaban.

Majas

Puisi ini sarat dengan majas metafora dan repetisi:
  • Metafora utama terletak pada “jalan” sebagai lambang kehidupan, dan “hati” sebagai ladang tempat tumbuhnya dosa. Ini memperkaya lapisan makna dari puisi yang sangat ringkas ini.
  • Repetisi struktur dalam dua baris pertama dan dua baris terakhir (“Kalau terpikir bahwa... terpikir juga...”) menegaskan bentuk renungan yang berulang dan simetris. Ini memperkuat kesan kontemplatif dan mengajak pembaca ikut merenung.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Puisi ini menyampaikan pesan moral dan eksistensial bahwa manusia tidak bisa mengelak dari kenyataan akan penderitaan dan kesalahan. Dengan menyadari bahwa semua orang memiliki duka dan dosa, puisi ini mengarahkan kita pada kesadaran akan kesamaan nasib manusia. Di sisi lain, puisi ini juga mengandung ajakan diam-diam untuk merefleksikan diri secara lebih jujur dan dalam—sebuah bentuk pengakuan bahwa kita adalah bagian dari ketidaksempurnaan itu.

Puisi "Buku Besar Kafka" bukan sekadar puisi pendek; ia adalah bentuk refleksi eksistensial yang tajam dan memukul. Yuswadi Saliya dengan cerdas meramu kata-kata sederhana menjadi muatan filosofis yang menggugah. Dalam puisi ini, ia mengingatkan kita bahwa kehidupan bukan sekadar gerak fisik dari satu kota ke kota lain, tetapi juga perjalanan batin yang membawa kita pada kesadaran akan penderitaan dan dosa yang kita pikul. Dengan merujuk pada Kafka—tokoh yang lekat dengan absurditas dan rasa bersalah—puisi ini mengukuhkan dirinya sebagai karya yang relevan dan layak direnungkan di tengah kehidupan modern yang serba cepat namun kosong makna.

Yuswadi Saliya
Puisi: Buku Besar Kafka
Karya: Yuswadi Saliya

Biodata Yuswadi Saliya:
Juswadi Saliya lahir pada tanggal 15 Juni 1938 di Bandung. Sejak SMA ia sudah mulai menulis, mula-mula pada lembaran-lembaran remaja lalu pada majalah-majalah kebudayaan seperti Basis.

Ia tamat sebagai sarjana arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1966 dan direkrut sebagai staff di ITB pada saat itu. Kemudian mengajar Sejarah Arsitektur dan Ilmu-Ilmu Sosial. Ia mendapat gelar master dari University of Hawaii pada tahun 1975.
© Sepenuhnya. All rights reserved.