Puisi: Teja (Karya M. Poppy Hutagalung)

Puisi "Teja" karya M. Poppy Hutagalung sarat dengan metafora dan simbolisme yang menggambarkan perjalanan hidup dan perjuangan seseorang.
Teja


jika padamulah rasa ini ditikamkan
tikamlah pandang pada tiap mata yang menangkap pandangmu
jika padamulah harap ini berlabuh
labuhkan ia pada bintang-bintang di wajah langitmu

boot polish
tersaruk-saruk sepanjang jalan
memasuki lorong-lorong dan kantor-kantor berdebu
pandang tertumpah
menyorot sepatu-sepatu di bawah
— berikan padaku tuan sepatumu untuk kubersihkan —

boot polish
menatap hari esok dalam tanya
adalah sepanjang usiaku hanya sepatu-sepatu berdebu
jadi incaran dan harap tiada putus
tujuan hidup yang mendaki terus dan terus

boot polish
mata menyorot iba
bergantungan mimpi di tepi malam-malamnya yang sunyi
harap tak bersahut
hidup tak beranjak

jauh di relung hatinya
sebuah sekolah
sebuah rumah penuh kedamaian kerja dan istirah
membangun hari depan bagai anak-anak lain yang berpengharapan
menatap dan menggantungkan cita di ketinggian bintang-bintang
dan melaksanakannya
dan menggarapnya

boot polish
wajah merunduk pedih
menatap penuh ingin sepatu-sepatu berdebu
— berikan pada tuan sepatumu untuk kubersihkan —
sepanjang pagi, sepanjang petang
hanya sepatu menghibur hatinya yang walang.


Sumber: Horison (Juli, 1968)

Analisis Puisi:
Puisi "Teja" karya M. Poppy Hutagalung adalah sebuah karya yang sarat dengan metafora dan simbolisme yang menggambarkan perjalanan hidup dan perjuangan seseorang.

Boot Polish Sebagai Metafora: Metafora "boot polish" digunakan sebagai simbol perjalanan hidup dan pekerjaan keras. Boot polish, yang merupakan tindakan membersihkan dan merawat sepatu, dapat diartikan sebagai upaya untuk membersihkan dan merapikan hidup, mencerminkan kerja keras dan kegigihan.

Tikaman Rasa dan Pandangan: Baris "jika padamulah rasa ini ditikamkan, tikamlah pandang pada tiap mata yang menangkap pandangmu" menggambarkan konflik emosional dan perjuangan dalam menjalani kehidupan. Ketika rasa redup, penulis menyarankan untuk tetap memandang dan berinteraksi dengan dunia.

Labuhan Harapan pada Bintang-Bintang: Baris "jika padamulah harap ini berlabuh, labuhkan ia pada bintang-bintang di wajah langitmu" membawa konsep harapan yang dihubungkan dengan keindahan alam semesta. Bintang-bintang dianggap sebagai labuhan harapan yang dapat memberikan petunjuk dalam kegelapan.

Boot Polish sebagai Pemenuhan Cita: Boot polish digambarkan sebagai pengaruh hidup, menjadi "incaran dan harap tiada putus." Ini mengindikasikan bahwa merawat dan membersihkan sepatu bukan hanya pekerjaan sehari-hari, tetapi juga bagian dari tujuan hidup yang lebih besar.

Sekolah dan Rumah sebagai Cita-Cita: Puisi menggambarkan harapan dan impian yang tertanam di relung hati, seperti sekolah dan rumah yang penuh kedamaian. Ini menciptakan gambaran masa depan yang diinginkan dan diusahakan.

Penderitaan dan Kebosanan dalam Boot Polish: Baris "boot polish, mata menyorot iba" menggambarkan penderitaan dan kebosanan dalam melaksanakan tugas yang monoton. Pengulangan "berikan pada tuan sepatumu untuk kubersihkan" menciptakan rasa hampa dan kekosongan.

Sepatu sebagai Hiburan Hati: Sepatu-sepatu berdebu dihidupkan sebagai elemen yang memberikan hiburan pada hati yang sepi dan merunduk. Ini menekankan bahwa dalam kehidupan yang mungkin terasa monoton, ada kebahagiaan kecil yang bisa ditemukan.

Puisi "Teja" menciptakan citra tentang hidup, harapan, dan perjuangan melalui penggunaan metafora sepatu dan aktivitas boot polish. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan makna dan nilai-nilai yang mungkin terkandung dalam rutinitas sehari-hari dan perjalanan hidup.

Puisi Teja
Puisi: Teja
Karya: M. Poppy Hutagalung

Puisi M. Poppy Hutagalung:
  • M. Poppy Hutagalung lahir di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 1941.
  • M. Poppy Hutagalung, setelah menikah dengan penyair A.D. Donggo (pada tahun 1967), namanya menjadi M. Poppy Donggo.
  • M. Poppy Hutagalung merupakan salah satu penyair Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.