Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Nyanyian Lapar (Karya Husain Landitjing)

Puisi "Nyanyian Lapar" karya Husain Landitjing mengeksplorasi tema kemiskinan, kesengsaraan, dan kehidupan yang keras di tengah-tengah kota.
Nyanyian Lapar

betapa dinginnya hidup dalam sunyi
betapa dinginnya malam hari
angin nanar
mengacau rambut pikirannya yang kotor
dan pada malam-malam begini,
dari sekian malam sebelumnya
mereka masih tetap lapar
sedikit tidak berubah;
di matanya yang menyorot ke dalam
langit resah gemetar
dimana bintang-bintang gelisah becaya
sindir menyindir depan bulan
(— malaikat turun dari Sorga
berpendar dalam malam
menyanyikan rahasia semesta yang Fana —)
tapi di sini, dunia jadi gawat; membakar kota-kota dalam senja
dimana duka menghantu di jalan-jalan
dimana mereka yang lapar berjalan
tersaruk-saruk
sementara menekan perutnya
mereka melangkah ke tong-tong sampah
mencari dan mencari
sisa-sisa makanan:
pohonan gatal disentuh angin
betapa dinginnya dalam sunyi
betapa dinginnya hidup,
mereka yang lapar dengan langkah-langkah lapar
sementara cacing-cacing pun meronta lapar
berbunyi:
krrrk......krrrk......krrr......
ingatan pergi berkelana
dengan bayangan-bayangan indah
akan ayam goreng yang gurih
dan meleleh air liur di mulutnya
tapi hanya angin yang dikunyah
sambil mencari dan mencari:
ada, tidak, ada, tidak, ada,
tidak, ada, tidak, ada
ah, ah, ah,
setan keparat, setan kiamat
dahaga rahmat,
memukul benak di kepalanya, lalu
hatinya bertanya:
nasi sambal pedas tulang ayam goreng
ada, tidak, ada, ada
ah, ah, ah, ada, ada, tidak ......
tidak lagi, tidak lagi, tidak, tidak
huh......huuhh...... huuh,
ingatan adalah nafsu tua yang pahit
menusuk dan mendera,
seperti yang dulu lagi
sudah tak terhitung jumlah derita
yang membelit leher dunia
dan mereka yang lapar terus bertanya dan mencari
sesuatu yang ada, tidak ada, tidak, ada, ada,
maka akan terasa mereka telah kehilangan sesuatu yang indah
dengan pengertian yang sederhana
ketika mana di cafe Capitol tawa girang menggelegak
ketika lagu diputar kembali;
sebuah oto berhenti
dekat mereka yang lapar
dan sepuluh pasang pemuda pemudi
lincah dan girang
depan meja makan
lincah dan girang
depan meja makan
dan mereka yang lapar hanya memandang sejenak
lalu kembali diam,
mencari dan mencari sesuatu;
segalanya menggigil di sini
pohonan, rumah, bulan, angin dan cacing-cacing
maut bebas bergerak, mendekat dan menjauh
kemudian mendekat kembali
kepada mereka yang lapar;
betapa dinginnya hidup dalam sunyi
betapa dinginnya dunia malam hari
betapa dinginnya kasih sayang
yang sekian lama dinistakan
dalam tahun-tahun yang fana
dalam kata-kata
hati nurani manusia
gambaran yang hilang di tengah suara yang menderu
(antara yang punya dan yang tak punya)
dalam kesementaraan yang lemah
dengan napas serak, dari
mereka yang lapar
cuma bisa sampai menggetarkan uap pagi hari
ketika mereka terdampar
dan cinta yang pudar
telah merata atas debu jalanan
maka Tuhan sedikit jatuh terharu
atas hidup manusia di tengah bencana dan huruhara dunia
tiada gairah tiada kasih sayang
dalam kegelapan semesta,
di tempat dimana mereka yang terbaring lapar
barangkali ada yang sementara berdoa
sujud dan berserah diri
agar kutuk dan dosa diampuni Tubannya
sebelum maut mendekat
di hari-hari menggila
(— malaikat-malaikat kembali ke Sorga
menyandang beban dunia
tak terhitung jumlah derita
lewat musim, tersisa hanya harapan hampa
dalam tempurung kepalanya
dan di sini,
segalanya cuma gema dalam sunyi —):
dan bila mata mereka perlahan tertutup
dunia semesta tertelungkup
tinggal angin melambai-lambai
betapa dinginnya hidup dalam sunyi
betapa dinginnya dalam mati;

Sumber: Horison (Maret, 1970)

Analisis Puisi:

Puisi "Nyanyian Lapar" karya Husain Landitjing adalah sebuah karya yang mengeksplorasi tema kemiskinan, kesengsaraan, dan kehidupan yang keras di tengah-tengah kota. Melalui bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, Landitjing menggambarkan kehidupan mereka yang lapar secara emosional dan fisik, serta dampak sosialnya.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari satu rangkaian panjang tanpa pembagian berdasarkan subjudul. Landitjing menggunakan gaya naratif yang intens dan bercampur dengan imaji-imaji yang kaya untuk menangkap perasaan keputusasaan dan ketidakpastian dalam kehidupan mereka yang terpinggirkan.
  • Imaji dan Gambaran: Landitjing menggunakan gambaran-gambaran seperti malam yang dingin, angin yang mengacaukan pikiran, dan langit yang gemetar untuk menciptakan suasana yang gelap dan suram. Gambaran mengenai mereka yang mencari makanan di tong-tong sampah dan cacing-cacing yang meronta lapar menambahkan kedalaman pada kesengsaraan yang digambarkan.
  • Bahasa yang Kuat: Puisi ini menggunakan bahasa yang kuat dan penuh dengan perumpamaan, seperti "ingatan adalah nafsu tua yang pahit" dan "maut bebas bergerak, mendekat dan menjauh". Ini menggambarkan tidak hanya kondisi fisik mereka yang lapar, tetapi juga kesengsaraan batin dan keputusasaan dalam mencari makna hidup.

Tema dan Makna

  • Kemiskinan dan Kekurangan: Tema utama puisi ini adalah kemiskinan dan kekurangan yang dialami oleh mereka yang terpinggirkan dalam masyarakat. Landitjing menggambarkan bagaimana kehidupan mereka yang lapar dipenuhi dengan pencarian harian untuk mencukupi kebutuhan dasar.
  • Ketidakpastian Hidup: Puisi ini menghadirkan suasana ketidakpastian yang kuat, di mana mereka yang lapar terus-menerus mencari dan mencari tanpa jaminan akan menemukan apa yang mereka cari. Hal ini tercermin dalam pengulangan kata-kata seperti "ada, tidak, ada, tidak, ada".
  • Pertanyaan Eksistensial: Landitjing mengajukan pertanyaan-pertanyaan eksistensial melalui narasi puisi ini, seperti makna kehidupan, kasih sayang yang hilang, dan harapan yang sirna di tengah kegelapan semesta.

Gaya dan Teknik

  • Repitisi dan Ritme: Penggunaan repitisi kata-kata seperti "ada, tidak" menciptakan ritme yang menegaskan keputusasaan dan kegelisahan penyair. Hal ini juga memperkuat tema pencarian yang tidak pernah berakhir.
  • Persona: Tokoh dalam puisi ini merupakan suara kolektif dari mereka yang lapar, mencerminkan kesatuan pengalaman dan perjuangan bersama dalam menghadapi kondisi kehidupan yang keras.
Puisi "Nyanyian Lapar" karya Husain Landitjing adalah sebuah karya yang menggugah dan menggambarkan kehidupan mereka yang lapar dengan penuh empati dan kejujuran. Landitjing tidak hanya mengeksplorasi kondisi fisik mereka, tetapi juga menggali kedalaman emosional dan psikologis dari pengalaman tersebut. Dengan bahasa yang kuat dan imaji yang menggugah, Landitjing berhasil menyampaikan pesan tentang kemiskinan, ketidakadilan sosial, dan ketidakpastian hidup dengan cara yang sangat puitis namun juga tegas. Puisi ini menantang pembaca untuk merenungkan tentang perbedaan sosial dan moralitas dalam masyarakat, serta urgensi untuk mengatasi masalah kemiskinan yang ada di sekitar kita.

Husain Landitjing
Puisi: Nyanyian Lapar
Karya: Husain Landitjing

Biodata Husain Landitjing:
  • Husain Landitjing lahir pada tanggal 23 September 1938 di Makale, Dati II Tana Toraja, Sulawesi.
© Sepenuhnya. All rights reserved.