Analisis Puisi:
Puisi "Kepada Ramadhan K.H." karya Gunoto Saparie merupakan bentuk penghormatan dan renungan atas kepergian Ramadhan K.H., seorang penyair terkemuka Indonesia. Dalam puisi ini, Gunoto Saparie menyampaikan kesan dan kenangannya terhadap sosok Ramadhan K.H. yang dikenal sebagai sastrawan, jurnalis, dan kritikus sastra yang berpengaruh. Melalui penggunaan metafora dan bahasa yang puitis, puisi ini mencerminkan perasaan kehilangan serta penghargaan terhadap karya dan hidup Ramadhan K.H.
Struktur dan Tema
Puisi ini terdiri dari empat baris yang diatur dalam bentuk satu bait. Meskipun pendek, puisi ini padat dengan makna dan penuh emosi. Tema utama dari puisi ini adalah refleksi atas kehilangan seorang penyair besar dan penghormatan terhadap warisannya. Setiap baris mengandung bayangan atau imajinasi tentang hal-hal yang mengingatkan pada sosok Ramadhan K.H. dan karya-karyanya.
Bayangan dan Imajinasi
Baris pertama, "kubayangkan subur tanah cianjur," menggambarkan bayangan tentang Cianjur, sebuah daerah di Jawa Barat yang dikenal subur dan kaya akan budaya. Cianjur bisa menjadi simbol dari kelimpahan dan kehidupan yang produktif, mencerminkan sosok Ramadhan K.H. yang produktif dalam berkarya. Bayangan ini juga bisa dilihat sebagai metafora untuk suburnya karya-karya sastra yang telah diciptakan oleh Ramadhan K.H.
Baris kedua, "kubayangkan pacar beralis kelam," membawa kita pada bayangan yang lebih personal dan intim. Imaji "pacar beralis kelam" bisa diartikan sebagai simbol cinta atau kasih yang kuat dan abadi. Ini mungkin merujuk pada hubungan emosional antara penyair dan objek cintanya, yang dalam konteks ini bisa berarti kecintaannya pada dunia sastra, kata-kata, dan keindahan. Alis kelam juga memberikan kesan mendalam, seperti sesuatu yang kuat dan berkesan.
Kekuatan Kasih dan Kehilangan
Pada baris ketiga, "kubayangkan kasih tak pernah padam," terdapat gambaran tentang cinta atau kasih yang abadi. Baris ini menguatkan pesan bahwa meskipun sosok Ramadhan K.H. telah tiada, semangat, cinta, dan dedikasinya terhadap sastra tetap hidup dan tidak pernah padam. Cinta ini bisa merujuk pada cintanya terhadap karya sastra Indonesia dan kontribusinya yang besar di bidang ini.
Baris terakhir, "penyair kehilangan pantun dan kubur," memberikan kesan mendalam tentang duka dan kehilangan. Frasa "penyair kehilangan pantun" mungkin menggambarkan bagaimana dunia sastra merasa kehilangan dengan kepergian Ramadhan K.H. Sementara itu, "kubur" menggambarkan kenyataan pahit bahwa sang penyair kini telah pergi untuk selamanya. Kehilangan ini terasa tidak hanya dalam kehidupan pribadi penyair, tetapi juga dalam kekayaan sastra Indonesia yang kehilangan salah satu pelakunya.
Kesederhanaan dan Kedalaman Bahasa
Gunoto Saparie menggunakan gaya bahasa yang sederhana namun dalam untuk menggambarkan perasaan duka dan penghormatan ini. Kesederhanaan tersebut justru membuat pesan dan emosi dalam puisi ini lebih kuat dan langsung. Melalui bayangan dan imajinasi yang sederhana, ia mampu mengajak pembaca untuk merasakan kedalaman emosi yang ditinggalkan oleh kepergian Ramadhan K.H.
Puisi "Kepada Ramadhan K.H." karya Gunoto Saparie adalah sebuah karya penghormatan yang mendalam bagi Ramadhan K.H., seorang penyair besar Indonesia. Melalui metafora sederhana namun penuh makna, puisi ini menggambarkan rasa kehilangan dan kekaguman terhadap sosok dan karya Ramadhan K.H. yang tak akan pernah pudar. Puisi ini mengingatkan kita bahwa meskipun seorang penyair telah tiada, karya-karyanya akan terus hidup dan menjadi bagian penting dari warisan sastra Indonesia.
Puisi: Kepada Ramadhan K.H.
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, dan kolom, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), dan Mendung, Kabut, dan Lain-lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019). Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004). Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain. Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya.
Ia menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta).
Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini ia menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Selain itu, di tengah kesibukannya menulis, ia kadang diundang untuk membaca puisi, menjadi juri lomba kesenian, pemakalah atau pembicara pada berbagai forum kesastraan dan kebahasaan, dan mengikuti sejumlah pertemuan sastrawan di Indonesia dan luar negeri.