Puisi: Di Balik Cermin Kuntala (Karya Ahmad Yani AZ)

Puisi "Di Balik Cermin Kuntala" penuh dengan simbolisme yang menggambarkan perjalanan melalui sejarah dan refleksi tentang identitas.
Di Balik Cermin Kuntala
(Diilhami dari kisah Asal Muasal Kelahiran dan Berubahnya Nama menjadi  Kuala Tungkal yang dulunya berpusat di Parit Keramat)

Membuka halaman agenda tua
Aku menjenguk kelahirannya bersama Tua Tengganai, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Alim Ulama, Generasi Muda dan Rakyat
Tiba-tiba dahiku menjelma seperti peta menusuk kepala
Hingga berjumpalitan harta karun
Dan ketika aku belum dilahirkan
Aku temukan sebuah nama dari seorang gadis berbaju kurung di atas jejak-jejak sejarah 1983 sampai 1831
Aku seakan melayang bersama roh Sultan Djambi
Dan aku temukan jejak Sultan Muhammad Fachrudin yang berganti gelar Sultan Abdurrahman Nazaruddin menduduki kampoeng Marga Koeala Toengkal (Kuala Tungkal) Marga Toengkal Ilir
Pada tanggalan almanak perjalanan 1841 sampai 1855 belum berhenti aku membuka lembaran halamannya dan aku temukan jejak Menteri Machmud
Lalu, aku taburi kamboja di atas Menteri Berangas penguasa laut Koeala Toengkal dan jejak Datuk Haji Baharuddin sebagai pembuka hutan, pintu bumi negeri ujung jabung yang kini bertasmiahkan "Bumi Serengkuh Dayung Serentak ke Tujuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat"

Kuala Tungkal, 1 Januari 2012/4 Oktober 2013

Catatan:
Ide Asli puisi ini, Kuala Tungkal: 10 Februari 1998
Sedikit revisi: 10 September 2011 dan diangkat kembali 30 November 2014

Analisis Puisi:

Ahmad Yani AZ, seorang penyair Indonesia yang memiliki kemampuan untuk mengeksplorasi sejarah dan identitas melalui karyanya, menulis puisi "Di Balik Cermin Kuntala" sebagai sebuah perjalanan reflektif melalui masa lalu. Puisi ini membawa pembaca menyelami sejarah, tradisi, dan tokoh-tokoh penting yang membentuk identitas suatu wilayah, sekaligus menggugah kesadaran tentang hubungan kita dengan masa lalu.

Membuka Halaman Agenda Tua

Puisi ini dimulai dengan gambaran membuka "halaman agenda tua," yang melambangkan upaya penyair untuk menyibak lembaran sejarah yang telah lama terlupakan. "Aku menjenguk kelahirannya bersama Tua Tengganai, Tokoh Adat, Tokoh Masyarakat, Alim Ulama, Generasi Muda dan Rakyat" menunjukkan bahwa sejarah ini melibatkan berbagai elemen masyarakat yang saling terkait dalam membentuk identitas kolektif.

Perjalanan Melalui Sejarah

Penyair kemudian membawa pembaca pada perjalanan melalui berbagai peristiwa dan tokoh sejarah. "Tiba-tiba dahiku menjelma seperti peta menusuk kepala, hingga berjumpalitan harta karun" menggambarkan betapa mendalamnya dan kompleksnya sejarah yang ia temukan. Dalam pencariannya, ia menemukan "sebuah nama dari seorang gadis berbaju kurung di atas jejak-jejak sejarah 1983 sampai 1831," yang menghubungkan masa kini dengan masa lalu melalui simbol gadis berbaju kurung.

Jejak Sultan dan Tokoh Adat

Penyair menggambarkan perjalanannya yang seakan melayang bersama roh Sultan Djambi, menemukan jejak Sultan Muhammad Fachrudin yang berganti gelar menjadi Sultan Abdurrahman Nazaruddin, dan menduduki kampoeng Marga Koeala Toengkal (Kuala Tungkal) Marga Toengkal Ilir. Rentang tahun 1841 sampai 1855 menunjukkan periode penting dalam sejarah wilayah tersebut. Penyair terus membuka lembaran sejarah dan menemukan jejak Menteri Machmud, serta taburan kamboja di atas Menteri Berangas, penguasa laut Koeala Toengkal.

Pembuka Hutan dan Pintu Bumi

Tokoh Datuk Haji Baharuddin disebut sebagai "pembuka hutan, pintu bumi negeri ujung jabung," yang menggambarkan peran penting dalam membangun dan membuka wilayah baru. Wilayah ini kini dikenal sebagai "Bumi Serengkuh Dayung Serentak ke Tujuan, Kabupaten Tanjung Jabung Barat," yang menunjukkan perubahan dan perkembangan wilayah tersebut dari masa lalu hingga kini.

Simbolisme dan Refleksi

Puisi "Di Balik Cermin Kuntala" penuh dengan simbolisme yang menggambarkan perjalanan melalui sejarah dan refleksi tentang identitas. Penyair menggunakan tokoh-tokoh sejarah dan peristiwa penting untuk menunjukkan keterkaitan masa lalu dengan masa kini, serta bagaimana sejarah membentuk identitas kolektif suatu wilayah. Penggunaan kata-kata seperti "halaman agenda tua," "peta menusuk kepala," dan "jejak-jejak sejarah" menambah nuansa mendalam dan reflektif pada puisi ini.

Ahmad Yani AZ melalui puisi "Di Balik Cermin Kuntala" berhasil menyampaikan perjalanan mendalam melalui sejarah dan identitas. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya memahami dan menghargai masa lalu, serta bagaimana sejarah membentuk identitas kita saat ini. Dengan simbolisme yang kaya dan bahasa yang puitis, Ahmad Yani AZ menggambarkan hubungan yang kompleks antara masa lalu dan masa kini, serta pentingnya menjaga dan merayakan warisan sejarah kita. Puisi ini adalah pengingat akan pentingnya sejarah dalam membentuk identitas kolektif dan individual.

Puisi Ahmad Yani AZ
Puisi: Di Balik Cermin Kuntala
Karya: Ahmad Yani AZ

Biodata Ahmad Yani AZ:

Ahmad Yani AZ lahir di Kuala Tungkal (Bungsu dari 9 bersaudara, 11 Februari 1969. Sejak kelas 4 SD sudah mulai mencoba untuk terjun ke dunia kepenulisan dan sampai SLTA maupun saat melanjutkan studi pada Akademi Komunikasi Jurnalistik Yogyakarta sampai sekarang ini. Yang pada waktu itu mengikuti test pada Universitas Jambi, IKIP Karang Malang dan Institut Seni Indonesia Jurusan Tari, justru lulus pada Akademi Komunikasi Jurnalistik Yogyakarta (tahun 1993).

Di samping menekuni dunia kepenulisan, juga sambil aktif mengisi waktu masuk di sanggar Natya Lakshita Yogyakarta pimpinan Didik Nini Thowok (3 bulan) dan LPK. Kepenyiaran Radio & TV (Jurusan Kepenulisan Naskah 1994).

Selesai di Akademi Komunikasi Yogyakarta dan kembali ke kampung halaman, kemudian menjadi Freelance Journalist (dan magang) di Harian Independent (yang sekarang Jambi Independent) kemudian aktif menulis di rubrik opini dan budaya di Pos Metro, Jambi Ekspres dan sempat menjadi Kabiro/Reporter Mingguan Jambi Post (1998-2000), Pimred Bulletin Poltik KIN RADIO (2004), kemudian diminta menjadi staf redaksi Mingguan Media Pos Medan (lebih kurang 1,5 tahun: 2002), Wakil Sekretaris Pincab. Pemuda Panca Marga (2001–2014), Bagian Seni Budaya/Pariwisata Pemuda Panca Marga Tanjab Barat 2014-2018 dan 2009-2012 Freelance Journalist: Harian Radar Tanjab, Pos Metro, Jambi Eks, Jambi Independent, Infojambi, Tipikor Meda, Harian Jambi, Tribun, Staf Disporabudpar Tanjab Barat (November 2014 sampai sekarang Wartawan/Pengasuh Rubrik Seni dan Sastra Harian Tungkal Post). Putra bungsu H. Ahmad Zaini (Tokoh Pejuang/Anggota Veteran, Anggota Laskar Hisbullah, Barisan Selempang Merah & Saksi/Pelaku Sejarah).
© Sepenuhnya. All rights reserved.