Puisi: Tinggal Pasrah (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Tinggal Pasrah" karya Ajip Rosidi adalah refleksi mendalam tentang kepasrahan manusia di hadapan takdir yang telah ditentukan.
Tinggal Pasrah

bolak-balik antara safa dan marwa
do'a telah habis kuucapkan semua;
tinggal pasrah pada kepastian takdirmu
yang bagi setiap orang telah tertentu

Sumber: Nama dan Makna (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Tinggal Pasrah" karya Ajip Rosidi adalah karya pendek namun penuh makna yang menggambarkan kepasrahan manusia di hadapan takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan. Dengan menggunakan simbolisme dari ritual agama, Ajip Rosidi menyajikan perenungan mendalam tentang usaha, doa, dan kepasrahan sebagai bagian dari perjalanan hidup manusia.

Tema dan Makna Puisi

  • Kepasrahan dan Ketidakberdayaan di Hadapan Takdir: Tema utama dalam puisi ini adalah kepasrahan. Ajip Rosidi menggambarkan manusia yang telah melakukan segala usaha dan doa namun akhirnya harus menyerah pada takdir yang telah ditentukan. Frasa “tinggal pasrah pada kepastian takdirmu” menekankan bahwa setelah segala upaya dilakukan, hanya kepasrahan yang tersisa. Kepasrahan ini bukan berarti menyerah tanpa usaha, melainkan kesadaran akan keterbatasan manusia dalam mengubah nasib yang telah digariskan.
  • Simbolisme Ritual Keagamaan: Ajip Rosidi menggunakan simbol “bolak-balik antara safa dan marwa”, yang merujuk pada salah satu bagian dari ibadah haji yaitu sa'i, di mana jamaah berlari-lari kecil antara dua bukit, Safa dan Marwa. Ritual ini merupakan simbol perjuangan dan usaha manusia dalam mencari pertolongan dari Tuhan, sebagaimana yang dilakukan Siti Hajar dalam mencari air bagi putranya, Ismail. Melalui simbolisme ini, puisi menyiratkan bahwa manusia selalu berusaha mencari solusi dan pertolongan, namun di akhir perjalanan, ada batasan yang membuat manusia harus menerima dan berserah.
  • Doa Sebagai Wujud Usaha Spiritual: Dalam puisi ini, doa dipandang sebagai salah satu bentuk usaha yang dilakukan manusia. Frasa “do’a telah habis kuucapkan semua” menggambarkan kondisi di mana seseorang telah mengerahkan seluruh harapan dan permohonan kepada Tuhan, namun hasilnya tetap tergantung pada ketetapan-Nya. Doa menjadi refleksi dari upaya spiritual yang meski sudah maksimal, tetap harus disertai dengan penerimaan terhadap takdir yang telah ditentukan.
  • Ketentuan Takdir yang Tak Terelakkan: “Yang bagi setiap orang telah tertentu” menegaskan keyakinan bahwa setiap individu memiliki takdir yang berbeda, yang sudah ditetapkan oleh Tuhan sejak awal. Takdir dalam konteks ini tidak bisa diubah hanya dengan usaha manusia, melainkan harus diterima sebagai bagian dari perjalanan hidup. Ajip Rosidi menggambarkan takdir sebagai sesuatu yang pasti dan sudah digariskan, menekankan ketidakmampuan manusia untuk mengontrol sepenuhnya apa yang akan terjadi dalam hidup mereka.

Gaya Bahasa dan Teknik Puisi

  • Penggunaan Simbolisme Religius: Pemilihan simbol Safa dan Marwa adalah cerminan dari keinginan manusia untuk terus berusaha di bawah panduan keimanan. Dengan memilih simbol ini, Ajip Rosidi tidak hanya berbicara tentang perjuangan fisik, tetapi juga perjuangan batin yang dihadapi setiap orang dalam menjalani kehidupan. Simbolisme ini memperkuat pesan bahwa usaha dan doa adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, meski pada akhirnya semuanya kembali pada ketetapan Tuhan.
  • Nada Reflektif dan Penuh Renungan: Puisi ini memiliki nada yang reflektif, mengajak pembaca merenungkan tentang hubungan antara usaha manusia dan ketetapan ilahi. Nada ini membuat puisi terasa dekat dan relevan dengan pengalaman spiritual setiap orang, terutama dalam konteks menghadapi situasi di mana harapan dan kenyataan tidak selalu sejalan. Refleksi ini menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ikhlas dan menerima dengan lapang dada atas segala ketentuan yang telah digariskan.
  • Gaya Bahasa yang Sederhana namun Bermakna Mendalam: Ajip Rosidi menggunakan gaya bahasa yang sederhana, namun setiap kata memiliki bobot makna yang dalam. Kalimat-kalimat pendek dan langsung, seperti “tinggal pasrah pada kepastian takdirmu”, tidak hanya mudah dipahami, tetapi juga memberikan dampak emosional yang kuat. Kesederhanaan bahasa ini mengundang pembaca untuk merasakan langsung esensi dari kepasrahan dan ikhlas yang disampaikan oleh penulis.
  • Pengulangan dan Ritme yang Membangun Suasana: Pengulangan frase “bolak-balik antara safa dan marwa” tidak hanya menciptakan ritme yang khas tetapi juga menekankan betapa usaha yang dilakukan oleh manusia sering kali terasa berulang dan melelahkan. Ritme ini seolah mencerminkan gerak bolak-balik yang tiada henti, yang pada akhirnya tetap harus diakhiri dengan penerimaan dan kepasrahan.

Pesan Moral dan Nilai Religius dalam Puisi

  • Menghargai Usaha dan Pentingnya Doa: Puisi ini mengingatkan bahwa usaha adalah kewajiban, dan doa merupakan bentuk lain dari upaya manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ajip Rosidi menekankan bahwa meski doa sudah dilakukan sebaik mungkin, kita tetap harus bersiap untuk menerima apa pun yang menjadi ketetapan-Nya. Pesan ini mendorong pembaca untuk terus berusaha dan berdoa tanpa melupakan esensi bahwa hasil akhir selalu berada di tangan Tuhan.
  • Belajar Menerima dan Ikhlas: Ajip Rosidi menyampaikan pentingnya ikhlas dalam menerima takdir. Kepasrahan bukanlah tanda kelemahan, melainkan bentuk tertinggi dari keimanan dan kepercayaan kepada Tuhan. Manusia harus memahami bahwa tidak semua hal bisa dikontrol, dan di sinilah letak pentingnya ikhlas. Pesan ini mengajak pembaca untuk melihat kehidupan dengan lebih bijak, menghargai setiap usaha yang telah dilakukan, namun tetap legawa ketika hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan.
  • Kebesaran Takdir yang Sudah Ditentukan: Ajip Rosidi mengingatkan bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Tuhan, dan manusia tidak bisa mengubahnya semata-mata dengan kekuatan sendiri. Hal ini mengajak pembaca untuk lebih berserah diri dan tidak larut dalam kesedihan ketika apa yang diinginkan tidak tercapai. Pemahaman akan kebesaran takdir ini dapat memberikan ketenangan batin, bahwa segala yang terjadi sudah menjadi bagian dari rencana yang lebih besar dari Tuhan.
Puisi "Tinggal Pasrah" karya Ajip Rosidi adalah refleksi mendalam tentang kepasrahan manusia di hadapan takdir yang telah ditentukan. Dengan menggunakan simbolisme religi yang kuat, Ajip mengingatkan pembaca tentang pentingnya usaha, doa, dan akhirnya ikhlas menerima segala ketetapan Tuhan. Melalui gaya bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menyampaikan pesan bahwa meski manusia bisa berusaha sebaik mungkin, ada saatnya harus pasrah dan menerima dengan ikhlas. "Tinggal Pasrah" mengajarkan kita untuk selalu berupaya, berdoa, dan menyerahkan hasil akhir kepada Yang Maha Kuasa, karena di situlah letak kedamaian dan keindahan hidup.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Tinggal Pasrah
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.