Puisi: Pertempuran Subuh (Karya Sanento Juliman)

Puisi "Pertempuran Subuh" karya Sanento Juliman memadukan elemen-elemen alam dan perang untuk menyampaikan pesan yang mendalam tentang dampak ....
Pertempuran Subuh


Serentetan tembakan — kemudian sepi
sebuah ledakan:
sunyi kembali

di timur
deretan awan:
lengkung alis yang kelam

serentetan tembakan

horison pun senyap
seperti mata yang pejam
angin
nafas dalam

sebuah ledakkan:

tiba-tiba langit mengangkat
pelupuknya, dan nyalang terbuka, memandang
mata-
hari, muram dan merah
dengan berat menatap, mengawasi

prajurit yang tersungkur, kanak-kanak yang hancur

rendah dan merah, mentari
sesuatu yang baru di bumi dan menemukan
(pagi ini, seperti selamanya)
hati manusia
buruk dan tua

serentetan tembakan

(di langit
burung-burung beterbangan:
bayang-bayang yang gelisah
di antara bintang-bintang)


Sumber: Horison (September, 1967)

Analisis Puisi:
Puisi "Pertempuran Subuh" karya Sanento Juliman menyajikan gambaran perang dan dampaknya pada manusia dan alam.

Atmosfer Perang dan Keheningan: Puisi ini membuka dengan deskripsi serentetan tembakan yang diikuti oleh keheningan. Atmosfer perang yang keras dan brutal muncul melalui deskripsi suara tembakan yang menyisakan keheningan mendalam, menciptakan kontras yang kuat.

Imaji Alam dan Horison: Penggunaan imaji alam seperti deretan awan, matahari, dan horison menciptakan latar belakang visual yang kuat. Awan yang digambarkan sebagai "lengkung alis yang kelam" memberikan kesan gelap dan misterius, sesuai dengan tema perang yang kelam.

Penggunaan Kata dan Irama: Pemilihan kata yang singkat namun kuat, seperti "serentetan tembakan," "ledakan," dan "sunyi kembali," menciptakan irama yang tegas. Struktur kalimat yang pendek dan penuh makna mencerminkan ketegangan dan kecepatan peristiwa.

Personifikasi Langit: Langit disajikan seolah-olah memiliki sifat-sifat manusiawi. Langit mengangkat pelupuknya, memandang matahari dengan berat, dan mengawasi prajurit yang tersungkur serta kanak-kanak yang hancur. Personifikasi ini menggambarkan keterlibatan langit sebagai saksi dan saksi bisu atas peristiwa kekejaman perang.

Kontras Antara Alam dan Manusia: Puisi menyoroti kontras antara keindahan alam yang tidak tergoyahkan dengan kebrutalan perang yang merusak keharmonisan tersebut. Awan, matahari, dan langit menjadi saksi bisu terhadap tragedi kemanusiaan yang terjadi di bumi.

Warna dan Emosi: Penggunaan warna seperti "muram dan merah" untuk menggambarkan matahari menciptakan atmosfer yang penuh emosi. Warna merah seringkali dikaitkan dengan darah dan kekejaman perang, memberikan dimensi emosional yang dalam pada puisi.

Bayangan Burung-Burung: Bayangan burung-burung yang beterbangan di langit menambah lapisan simbolisme. Burung-burung ini dapat diartikan sebagai simbol kebebasan yang terancam atau juga sebagai bayangan jiwa-jiwa yang meninggalkan tubuh prajurit yang tersungkur.

Alam Sebagai Cermin Hati Manusia: Puisi ini menyimpulkan dengan menyajikan matahari sebagai sesuatu yang "baru di bumi" yang menemukan hati manusia yang "buruk dan tua." Ini bisa diartikan sebagai refleksi bahwa meskipun alam berubah dan menyegarkan, hati manusia tetap terjebak dalam keburukan dan usia yang tua, terbebani oleh perang.

Secara keseluruhan, "Pertempuran Subuh" memadukan elemen-elemen alam dan perang untuk menyampaikan pesan yang mendalam tentang dampak kekejaman manusia terhadap alam dan dirinya sendiri. Puisi ini mengeksplorasi sisi gelap perang dan menyisipkan kebijakan dalam deskripsinya.

Sanento Juliman
Puisi: Pertempuran Subuh
Karya: Sanento Juliman

Biodata Sanento Juliman:
  • Ejaan yang Disempurnakan: Sanento Yuliman.
  • Sanento Juliman lahir di Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah pada tanggal 14 Juli 1941.
  • Sanento Juliman meninggal dunia di Bandung pada tanggal 14 Juli 1992.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.