Puisi: Peluru (Karya Rachmat Djoko Pradopo)

Puisi "Peluru" karya Rachmat Djoko Pradopo mengangkat tema kematian dan tanggung jawab melalui simbolisme sebutir peluru.
Peluru

sebutir anak peluru telah lepas dari longsongnya
menyuruk ke daging dan kini tergeletak di atas meja
setelah pisau bedah mencungkilnya dari dada
anak sekolah yang kini berhenti detik nadinya

sebutir peluru, tumpul dan tanpa jiwa
namun ia bergerak dalam diamnya bicara dalam bisunya
mengelakkan tuduhan, barangkalipun bersama penyesalan;
tidak, aku tidak membunuhnya, aku hanya sebutir peluru saja
yang tak bisa membantah bila tangan siapapun meledakkan.

dan tangan yang meledakkan tembakan itupun barangkali
akan cuci tangan, dari tuduhan, mencucurkan air mata
Tidak, aku tak membunuhnya, hanya lakukan tugas
peluru itupun hanya kuterima dari atas

dan akhirnya akan sampai ke atasan yang teratas
tapi bila ia akan lemparkan tanggung jawab kepada Tuhan
maka Tuhanpun akan berfirman: Tidak, aku tak menyuruh
membunuh anak yang tak berdosa. Firmanku: Kasihanilah yang menderita.

Dan anak itu menderita. barangkali ia kini teringat ulangannya
teringat buku tulis dan buku aljabar yang mahal harga
namun tak bisa lagi ia turut demonstrasi, tak bisa lagi
turut memperjuangkan penderitaan rakyat berjuta. Karena
peluru yang tak berjiwa itu telah membantun jiwanya.

Barangkali bila masih bisa ia cucurkan airmata ke pangkuan bunda:
Ah, bu, maafkanlah aku anak nakal yang selalu padamu berdusta.
dan bunda mengusap airmata: wahai anak lanang yang tunggal
permata keluarga yang bakal-menyemarakkan keluarga
nasib apa wahai yang menimpamu anak tak berdosa.
anak yang selalu rajin belajar, sembahyang dan bekerja.

Dan kita yang mendengarpun akan menyesal tersedu,
mengapa justru dialah anak yang masih bersih jiwanya
yang baru empatbelas kali ia saksikan hari raya,
belum ia rasakan nikmat kemerdekaan dan belum tahu apa-apa
telah pergi mendahului kita karena mencintai rakyat menderita.

Sumber: Horison (Maret, 1968)

Analisis Puisi:

Puisi "Peluru" karya Rachmat Djoko Pradopo mengangkat tema kematian dan tanggung jawab melalui simbolisme sebutir peluru. Puisi ini menggambarkan tragedi dan absurditas dari tindakan kekerasan dengan cara yang penuh emosi dan refleksi. Dengan gaya bahasa yang kuat, Pradopo mengeksplorasi bagaimana tanggung jawab dan penyesalan sering kali berlarian di luar jangkauan, meninggalkan korban yang tak bersalah dan tersisa di belakang.

Tema dan Makna

Tema utama puisi ini adalah tanggung jawab dan dampak dari kekerasan, khususnya dalam bentuk penembakan. Pradopo menunjukkan bagaimana sebutir peluru, yang tampaknya tidak berarti dan tanpa jiwa, dapat memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi kehidupan seseorang. Melalui puisi ini, penulis menyoroti absurditas dari tindakan kekerasan dan bagaimana tanggung jawab sering kali dihindari oleh mereka yang terlibat.

Simbolisme dan Metafora

  • Peluru: Peluru dalam puisi ini adalah simbol dari kekerasan dan kematian yang tiba-tiba. Meskipun peluru itu sendiri tidak memiliki jiwa, namun dampak dari peluru itu sangat besar dan merusak. Ini menggambarkan bagaimana objek-objek yang tampaknya tidak bernyawa bisa menyebabkan penderitaan yang mendalam.
  • Pisau Bedah: Pisau bedah yang digunakan untuk mengeluarkan peluru dari tubuh korban adalah simbol dari intervensi medis dan upaya untuk menyelamatkan nyawa. Namun, dalam konteks ini, ia juga menunjukkan ketidakmampuan sistem untuk mengembalikan kehidupan yang telah hilang akibat kekerasan.
  • Tangan yang Menembak: Tangan yang menembak peluru mewakili pelaku kekerasan dan tanggung jawab yang sering kali ditolak. Tindakan menembak, yang dilakukan tanpa penyesalan atau pertanggungjawaban, menggarisbawahi bagaimana tindakan kekerasan sering kali dilakukan tanpa kesadaran penuh akan dampaknya.
  • Tuhan: Tuhan dalam puisi ini mencerminkan posisi tertinggi dalam rantai tanggung jawab. Pradopo menunjukkan bahwa bahkan Tuhan, dalam pandangan karakter puisi, tidak menyuruh tindakan kekerasan dan lebih menginginkan belas kasih. Ini menyoroti bagaimana tanggung jawab terakhir sering kali dipindahkan atau dihindari.

Narasi dan Refleksi

Puisi ini mengikuti narasi seorang anak sekolah yang menjadi korban penembakan. Anak tersebut digambarkan sebagai sosok yang tak berdosa, dengan masa depan yang cerah dan harapan untuk pendidikan serta perjuangan sosial. Kematian anak ini disorot sebagai tragedi yang menyentuh dan menyedihkan, meninggalkan perasaan duka dan penyesalan mendalam.
  • Keberpihakan dan Penyesalan: Penulis menggambarkan betapa sulitnya untuk menerima kematian seorang anak yang tidak bersalah, yang hidupnya dipenuhi dengan harapan dan impian. Reaksi emosional dari orang tua dan masyarakat, serta penyesalan yang dirasakan, menggambarkan keputusasaan dan ketidakadilan dari situasi tersebut.
  • Pertanyaan Moral dan Etika: Puisi ini memunculkan pertanyaan tentang tanggung jawab moral dan etika dari tindakan kekerasan. Dengan menggambarkan bagaimana berbagai pihak—mulai dari peluru, pelaku tembakan, hingga Tuhan—semuanya menghindari tanggung jawab, Pradopo menyoroti absurditas dan ketidakadilan yang sering kali menyertai kekerasan.

Gaya dan Suasana

Gaya bahasa Pradopo dalam puisi ini adalah puitis dan penuh perasaan, dengan penggunaan metafora dan simbolisme yang kuat. Suasana puisi ini adalah campuran antara duka, penyesalan, dan keputusasaan, menciptakan dampak emosional yang mendalam pada pembaca. Dengan gaya bahasa yang mendalam dan reflektif, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan dampak kekerasan dan tanggung jawab di baliknya.

Puisi "Peluru" karya Rachmat Djoko Pradopo adalah karya yang kuat dan emosional, menggambarkan dampak dari kekerasan dengan cara yang reflektif dan mendalam. Melalui simbolisme peluru dan narasi tragis seorang anak sekolah, Pradopo menyoroti absurditas dan kejamnya tindakan kekerasan serta tanggung jawab yang sering kali dihindari. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kesedihan dan penyesalan yang menyertai kematian tak berdosa, serta mengajukan pertanyaan moral dan etika tentang tanggung jawab dan keadilan dalam tindakan kekerasan.

Puisi Rachmat Djoko Pradopo
Puisi: Peluru
Karya: Rachmat Djoko Pradopo

Biodata Rachmat Djoko Pradopo:
  • Rachmat Djoko Pradopo lahir pada tanggal 3 November 1939 di Klaten, Jawa Tengah.
  • Rachmat Djoko Pradopo adalah salah satu Sastrawan Angkatan '80.
© Sepenuhnya. All rights reserved.