Puisi: Menanti Bayi Pertama (Karya Syahril Latif)

Puisi "Menanti Bayi Pertama" karya Syahril Latif menggambarkan kecemasan dan harapan seorang suami yang menunggu kelahiran anak pertamanya.
Menanti Bayi Pertama

Waktu itu bulan Mei. Senja hari. Dan hujan turun amat lebat,
            setelah lama panas yang gersang
Udara berbau aspal jalanan yang penuh kotoran kuda
dan sampah kering. Daun jendela tergoyang-goyang ditiup angin;
            telah patah ensel di bagian bawahnya
Burung-burung gereja yang membuat sarang di pentilasi jendela,
            dari rerumputan halaman, mencicit tak henti
Hujan mengibas-ngibas dan membasahi ruangan dalam

Aku duduk di bangku kayu. Sendiri
Lorong yang begitu panjang, begitu sepi
Seorang gadis perawat bergegas di lorong samping
Aku berfikir cemas tentangmu, Rosana
Kau yang semakin kurus oleh derita hidup:
mencuci kain bertimbun di rumah cina,
mengepel lantai, mengasuh anak dan pulang sore hari
amat lelah dan memasak lagi buatku
Akankah kau cukup kuat dalam perjuanganmu?
Bagaimana kalau kau tak kuat, Rosana? Kau yang begitu kurus?
Ah, kau mesti kuat Kau cinta anak kita, bukan?
Bagaimana kalau ... (aku tak mau menyebutnya. kurus?
Walau dalam hati)
Kau mesti kuat. Kau mesti. Kau mesti
Kulihat pintu: tertutup penuh rahasia
Aku melangkah di gang
Duduk
Melangkah lagi
Hujan semakin lebat.

Sumber: Horison (Juli, 1968)

Analisis Puisi:

Puisi "Menanti Bayi Pertama" karya Syahril Latif menggambarkan kecemasan dan harapan seorang suami yang menunggu kelahiran anak pertamanya. Melalui deskripsi yang kaya akan detail dan emosi, Latif berhasil menyampaikan perasaan yang mendalam dan ketegangan yang menyelimuti momen penting ini.

Latar dan Suasana

Puisi ini dimulai dengan setting yang sangat spesifik: "Waktu itu bulan Mei. Senja hari. Dan hujan turun amat lebat, setelah lama panas yang gersang." Deskripsi ini tidak hanya memberikan latar waktu dan tempat, tetapi juga menciptakan suasana yang kontras antara panas yang gersang dan hujan yang lebat, mencerminkan ketegangan dan perubahan yang mendekati.

Kehidupan Sehari-hari yang Berat

Penyair melanjutkan dengan menggambarkan kehidupan sehari-hari yang berat: "Udara berbau aspal jalanan yang penuh kotoran kuda dan sampah kering." Detail ini menunjukkan lingkungan yang keras dan tidak nyaman, memperkuat perasaan kesulitan dan kelelahan yang dialami oleh Rosana, istri penyair.

Keadaan Fisik dan Mental Rosana

Syahril kemudian menggambarkan kecemasan tentang keadaan fisik dan mental Rosana: "Kau yang semakin kurus oleh derita hidup." Penggambaran ini menunjukkan bahwa Rosana telah melalui banyak kesulitan, mencuci kain bertimbun, mengepel lantai, mengasuh anak, dan memasak. Semua ini membuat Rosana tampak rapuh, dan penyair khawatir apakah dia cukup kuat untuk melahirkan anak mereka.

Ketegangan dan Harapan

Ketegangan semakin terasa ketika penyair mengungkapkan kecemasannya: "Bagaimana kalau kau tak kuat, Rosana? Kau yang begitu kurus?" Pertanyaan retoris ini menunjukkan ketakutan mendalam penyair tentang kemungkinan terburuk. Namun, ada juga dorongan dan harapan: "Kau mesti kuat Kau cinta anak kita, bukan?" Penyair mencoba memberikan semangat kepada Rosana dan dirinya sendiri untuk menghadapi momen ini.

Lingkungan Rumah Sakit

Lingkungan rumah sakit digambarkan sebagai tempat yang penuh ketidakpastian: "Kulihat pintu: tertutup penuh rahasia." Pintu yang tertutup menjadi simbol dari ketidakpastian dan misteri yang menyelimuti proses kelahiran. Penyair merasa gelisah dan tidak bisa tenang, terus melangkah di gang dan duduk kembali, menunjukkan perasaan tidak berdaya dan kecemasan yang mendalam.

Hujan sebagai Simbol

Hujan yang semakin lebat dapat dilihat sebagai simbol dari ketegangan yang semakin meningkat: "Hujan semakin lebat." Hujan juga bisa melambangkan pembersihan dan awal yang baru, mencerminkan harapan penyair bahwa semuanya akan baik-baik saja setelah badai berlalu.

Puisi "Menanti Bayi Pertama" adalah puisi yang menggambarkan momen penuh ketegangan dan harapan dalam kehidupan seorang suami yang menunggu kelahiran anak pertamanya. Syahril Latif berhasil menggambarkan perasaan cemas dan penuh harapan melalui deskripsi yang kaya akan detail dan emosi.

Puisi ini menyentuh perasaan universal yang dialami oleh banyak orang dalam situasi serupa—ketidakpastian, ketegangan, dan harapan. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh makna, Syahril mengajak pembaca untuk merasakan dan memahami perasaan mendalam yang menyelimuti momen penting dalam kehidupan ini.

Puisi
Puisi: Menanti Bayi Pertama
Karya: Syahril Latif

Biodata Syahril Latif:
  • Syahril Latif lahir pada tanggal 3 Juni 1940 di Silungkang, Sumatera Barat.
  • Syahril Latif meninggal dunia pada tanggal 7 Februari 1998 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.