Puisi: Hari demi Hari (Karya Ajip Rosidi)

Puisi "Hari demi Hari" karya Ajip Rosidi mengajarkan bahwa meskipun hidup penuh dengan cobaan dan perubahan, penting untuk menerima kenyataan ...
Hari demi Hari

Hari demi hari meninggal, usia bertambah dewasa
Tahu makna hidup mengurai senyum, hianat manusia
Alangkah lapang dada yang mau menerima. Segala derita
Hanya cobaan belaka

Hari demi hari kembali datang, usia kian tua
Tahu makna hidup saling berbantahan, hilang percaya
Ada manusia cukup lapang dada. Timbunan azab
Menantang segala ancaman

Duh, hari-hariku yang telah berangkat, selamat jalan saja!
Dari tingkap yang membuka langit ke dunia ini, kutahu
Sahadat tak punya agama. Makin tua
Manusia kian hilang setia

Mari hari-hariku yang kan tiba, kuraihkan tanganku sayang
Kupentangkan daun pintu kehidupan, selamat datang!

1957

Sumber: Surat Cinta Enday Rasidin (1960)

Analisis Puisi:

Puisi "Hari demi Hari" karya Ajip Rosidi menggambarkan perenungan mendalam mengenai perjalanan hidup manusia dari masa muda hingga usia tua. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun sarat makna, puisi ini menawarkan wawasan tentang bagaimana seseorang menghadapi perubahan dalam hidup, dari usia muda hingga tua, serta sikap yang perlu dimiliki dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.

Tema dan Makna Puisi

  • Perjalanan Waktu dan Kematangan Usia: Tema utama dalam puisi ini adalah perjalanan waktu dan bagaimana manusia tumbuh dewasa serta menghadapi usia tua. Frasa “Hari demi hari meninggal, usia bertambah dewasa” menandakan bahwa waktu terus berjalan dan usia manusia bertambah, bersama dengan pemahaman yang semakin mendalam tentang kehidupan. Puisi ini mencerminkan perubahan yang terjadi seiring bertambahnya usia, di mana seseorang mulai memahami makna hidup dengan cara yang lebih mendalam.
  • Kepasrahan dan Penerimaan: “Alangkah lapang dada yang mau menerima. Segala derita” menunjukkan pentingnya sikap lapang dada dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Ajip Rosidi menekankan bahwa derita dan kesulitan hanyalah bagian dari ujian hidup yang harus diterima dengan penuh kesabaran. Kepasrahan ini diartikan sebagai sikap yang diperlukan untuk menghadapi tantangan hidup dengan ketenangan, tanpa mengeluh atau menolak kenyataan.
  • Kehilangan dan Ketidakpercayaan: “Tahu makna hidup saling berbantahan, hilang percaya” menggambarkan bagaimana seiring bertambahnya usia, seseorang mungkin mengalami kehilangan kepercayaan dan saling bertentangan dengan orang lain. Ini mencerminkan realitas bahwa hubungan antar manusia bisa mengalami pasang surut dan konflik seiring waktu. Puisi ini menyoroti bagaimana hubungan sosial dan kepercayaan sering kali mengalami kemunduran seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman hidup.
  • Refleksi tentang Agama dan Keberagaman: “Sahadat tak punya agama” merupakan pernyataan yang menggarisbawahi universalitas keyakinan. Ajip Rosidi menunjukkan bahwa meskipun ada berbagai agama dan kepercayaan, esensi dari sahadat atau keyakinan tetap memiliki makna yang sama secara universal. Ini menandakan bahwa pada akhirnya, meskipun kita memiliki perbedaan agama atau kepercayaan, semua orang memiliki pencarian spiritual yang sama.
  • Penerimaan dan Harapan untuk Masa Depan: “Mari hari-hariku yang kan tiba, kuraihkan tanganku sayang” menandakan sikap positif dan penuh harapan untuk masa depan. Meskipun hari-hari yang telah berlalu penuh dengan tantangan dan penderitaan, puisi ini mengajak pembaca untuk menyambut hari-hari yang akan datang dengan tangan terbuka dan penuh harapan. Penerimaan ini menandakan optimisme dan kesiapan untuk menghadapi masa depan dengan penuh semangat, meskipun ada berbagai kesulitan di masa lalu.

Gaya Bahasa dan Teknik Puisi

  • Gaya Bahasa Sederhana dan Langsung: Ajip Rosidi menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat untuk menyampaikan pesan-pesan mendalam dalam puisi ini. Kalimat-kalimat pendek dan langsung seperti “Hari demi hari kembali datang” membuat puisi ini mudah dipahami dan menyentuh hati. Kesederhanaan bahasa ini juga membuat puisi terasa lebih dekat dan relevan dengan pengalaman sehari-hari pembaca.
  • Penggunaan Kontras untuk Menekankan Pesan: Puisi ini menggunakan kontras antara masa lalu dan masa depan, serta antara kepasrahan dan ketidakpercayaan, untuk menekankan pergeseran dalam cara pandang manusia seiring bertambahnya usia. Kontras ini membantu menyoroti perubahan dalam perspektif hidup dan sikap terhadap berbagai tantangan.
  • Pengulangan untuk Membangun Ritme dan Tekanan Emosional: Pengulangan frasa seperti “Hari demi hari” menciptakan ritme yang khas dan memberikan tekanan emosional pada perjalanan waktu dan kehidupan. Pengulangan ini menekankan kontinuitas dan proses yang tak terhindarkan dari kehidupan manusia. Ritme ini juga membangun suasana reflektif, mengajak pembaca untuk merenung tentang perjalanan hidup mereka sendiri.
  • Simbolisme dan Imaji Visual: Imaji visual seperti “tingkap yang membuka langit ke dunia ini” memberikan gambaran yang kuat tentang bagaimana seseorang melihat dunia dan kehidupan mereka. Simbolisme ini membantu memperkuat pesan tentang penerimaan dan harapan untuk masa depan. Penggunaan simbolisme ini memperkaya makna puisi, menjadikannya lebih resonan dan berkesan bagi pembaca.

Pesan Moral dan Nilai dalam Puisi

  • Menghargai Setiap Momen dalam Kehidupan: Puisi ini mengingatkan pembaca untuk menghargai setiap hari yang kita jalani, baik yang penuh dengan kebahagiaan maupun tantangan. Setiap momen adalah bagian dari perjalanan hidup yang harus diterima dan dihadapi dengan lapang dada. Penerimaan terhadap setiap aspek kehidupan, termasuk penderitaan dan kesulitan, adalah kunci untuk mencapai kedamaian batin.
  • Kepasrahan sebagai Jalan Menuju Ketenangan: Ajip Rosidi menekankan pentingnya kepasrahan dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Kepasrahan bukanlah bentuk kekalahan, melainkan sebuah sikap yang memungkinkan seseorang untuk menerima kenyataan dan menemukan ketenangan di tengah ketidakpastian. Pesan ini mengajak pembaca untuk bersikap lebih ikhlas dan sabar dalam menghadapi tantangan hidup.
  • Optimisme untuk Masa Depan: Meski ada banyak kesulitan di masa lalu, puisi ini mendorong pembaca untuk tetap optimis dan menyambut masa depan dengan penuh harapan. Sikap positif dan kesiapan untuk menyambut hari-hari yang akan datang adalah kunci untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Optimisme ini mengajarkan bahwa masa depan adalah kesempatan untuk memperbaiki diri dan memperjuangkan cita-cita, meskipun ada banyak hal yang telah berlalu.
Puisi "Hari demi Hari" karya Ajip Rosidi adalah sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan hidup manusia seiring bertambahnya usia. Dengan gaya bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini menggambarkan bagaimana seseorang harus menghadapi berbagai tantangan hidup dengan kepasrahan dan sikap positif. Ajip Rosidi mengajarkan bahwa meskipun hidup penuh dengan cobaan dan perubahan, penting untuk menerima kenyataan dengan lapang dada, menghargai setiap momen, dan tetap optimis untuk masa depan. "Hari demi Hari" mengajak pembaca untuk merenung tentang makna hidup dan pentingnya sikap ikhlas dalam menjalani setiap hari yang berlalu.

Puisi Ajip Rosidi
Puisi: Hari demi Hari
Karya: Ajip Rosidi

Biodata Ajip Rosidi:
  • Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
  • Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
  • Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Sungai Semestasungai sunyi airnya sepidi batang pohon heningpembasuh luka dan dukadebu deritahaus dahaga dipuaskan katalapar dilupaperburuan tak sia-siasungai itu, dicari-carinil a…
  • Sketsa Sungai Lilingebyar lampu-lampu perahu membuat kota persinggahan tak lagi bekupara bakul menghitung ikatan-ikatan lada yang dikeluarkan dari sarung malamsudah lama mata terja…
  • Sungai Buding Engkaulah sungai pertama Yang membasuh kakinya Dari Lumpur dan debu Dari perjalanan jauh Ketika menjejakkan kaki Pertama kali Di Belitung ini …
  • Sungai TalloSungai yang membelah kota MakassarNelayan melepas jalamenjadi ikanPabrik melepas ampasmenjadi air mata            Bulan tak lagi  &nb…
  • Suluk Sungaiuntuk Abdullah WongSelalu tak ada cara mengingatmu, sebagaimanaselalu tak ada cara membunuh amarahku- Sungai sedang membelah sunyi nyanyiankuMendengar detas seribu gela…
  • Sungai KemungkinanSeandainya kita ketemu malam iniAku tahu, kamu bukan sungai yang dulu.Di pegunungan kamu jernih, gemericik.Tapi di kota, bebanmu berat,Keruh dan – aku tak mengena…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.