Puisi: Balai-Balai (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Balai-Balai" karya Taufiq Ismail menggambarkan pemandangan sehari-hari yang terjadi di sekitar balai-balai tempat anak-anak dan cucu-cucunya ..
Balai (1)


Dari jendela kurasakan lalu-lintas angin
Lalu-lalang peristiwa
Lewat halaman, lewat benua-benua
Di beranda ini, pernah anak-anakku bermain
Di antara pohon sawo dan batang mangga
Anak-anakku berkejaran
    Mereka menggeliat, mereka melompat-lompat
    Seperti anak-anak kucing yang lucu

Di beranda ini, kini cucu-cucuku bermain
Di antara pohon sawo dan batang mangga
Cucu-cucuku berkejaran
    Mereka menggeliat, mereka melompat-lompat
    Seperti cucu-cucu kucing yang lucu

Di bawah lampu pijar tiga puluh wat
Di atas balai-balai bertikar pandan
Anak-anak dan cucu-cucuku terdengar mengaji
    Ada yang mengeja,
    Ada yang berirama gaya Hijazi
    Ada yang mengulang-ulang Surah Kahfi
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini
    "Inna shalati
    Wa nusuki ...."


Balai (2)


Saya menarik nafas dalam-dalam
Sudah lama saya berhenti merokok
Kuraih lipatan berita hari ini
Kubuka koran duabelas halaman
Gambar-gambarnya tajam dan bagus komposisinya
Cetakannya rapi dipandang mata
Hampir seperdua iklan-iklannya
Dan yang paling mengkhawatirkan adalah
Berita-beritanya

Orang menggigit anjing
Orang menelan hutan
Bola menendang orang
Anak menggorok ibu
Negeri Islam memerangi negeri Islam
Penindas dihujani tepuk tangan
Pembunuh mendapat penghargaan

Saya melipat koran lalu melihat televisi
Apa gerangan yang diperagakan
Di layar delapan belas inci
Belum panas benar saluran yang cuma satu ini
Cepat-cepat saya matikan lagi
Karena banyak benar tak berkenan di hati

Ada majalah, ada koran
Ada spanduk, ada pita rekaman
Ada buletin, ada selebaran
Ada yang elektronik, ada yang cetakan
Semua mengepung kita sebagai suatu komplotan
Dan merentetkan tembakan
Tepat sasaran
Sehingga kita
Bergelimpangan


Balai (3)


Di atas balai-balai
Dengan alas karpet coklat tua
Cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja
Ada yang mengulang juz 'Amma
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini

    "Inna shalati
    Wa nusuki
    Wa mahyaya
    Wa mamati ..."

Sejuknya hati saya
Mendengar bunyi ikrar
Cucu-cucuku saya itu
Walaupun tak terlalu merdu
Namun sangatlah padu


Balai (4)


Ada sebuah bangunan tinggi di kota
Kaca seluruhnya dindingnya
Dua puluh empat buah tingkat-tingkatnya
Rapi dan mutakhir arsitekturnya
Di salah satu garis lantainya
Sebuah spanduk terbentang dengan tegang
Merah tua huruf-hurufnya
Menyarankan sebuah gagasan:

    Menguangkan Masyarakat
    Memasyarakatkan Keuangan
    Keuangan Yang Maha Esa

Ada sebuah gang menjulur di Kota
Sepasang got mengapit jalan yang sempit
Dua ratus rumah berjajar berselingkit
Tua dan baru, pohon-pohon sedikit
Siang dan sore udaranya agak sumpek
Baru mulai segar menjelang magrib
Dan di mulut gang beberapa pemuda menyanyi
Sebuah lagu pop dengan lirik begini

    Hidup kita
    Dan mati kita
    Keuangan Yang Maha Esa


Balai (5)


Sehabis jalan-jalan di kota
Saya istirahat di kursi depan
Datanglah seorang penjaja hiasan dinding
Lagak-lagunya agate jauh dari kesopanan
"Bapak," katanya, "dinding rumah bapak ini
Perlu diberi hiasan kata-kata
Yang sesuai dengan jaman kita"
Saya sebenarnya tidak begitu suka
Karena aksen kalimatnya
Terasa mengandung paksaan
Tetapi karena terbiasa dipaksa
Bertahun-tahun lamanya
Saya tetap tersenyum melayaninya
Dan dikeluarkannya dagangannya
Sebuah papan formika, dengan sejumlah aksara:

    Keuangan Yang Terpadu
    Keuangan Yang Maha Esa

Sore itu kutolak membeli dagangannya
Malam itu rumahku dilempari batu


Balai (6)


Di atas balai-balai
Dengan alas karpet coklat tua
Cucu-cucuku terdengar mengaji
Ada yang mengeja
Ada yang mengulang juz 'Amma
Dan yang kecil-kecil sekali
Dengan nyaring tak peduli
Mengulang hafalan ini

    "Inna shalati
    Wa nusuki
    Wa mahyaya
    Wa mamati
    Lillahi
    Rabbil 'alamin"

Sejuknya hati saya
Mendengar bunyi ikrar
Cucu-cucu saya itu
Walaupun tak begitu merdu
Namun sangatlah padu.



1984

Sumber: Horison (Juni, 1984)

Analisis Puisi:
Puisi "Balai-Balai" karya Taufiq Ismail adalah karya sastra yang menggambarkan pemandangan sehari-hari yang terjadi di sekitar balai-balai tempat anak-anak dan cucu-cucunya bermain. Dalam puisi ini, Taufiq Ismail menggambarkan kontras antara kehidupan yang sederhana dan kehidupan modern yang penuh dengan gangguan media massa. Mari kita lakukan analisis lebih mendalam terhadap masing-masing bagian puisi ini.

Balai (1): Bagian pertama puisi menggambarkan suasana di sekitar balai-balai tempat anak-anak dan cucu-cucunya bermain. Penggunaan kata-kata yang merujuk pada kegembiraan dan kepolosan anak-anak menciptakan suasana yang hangat dan riang.

Balai (2): Bagian ini berfokus pada penggambaran realitas sehari-hari yang keras yang dihadapi oleh masyarakat. Taufiq Ismail menggambarkan bagaimana media massa, khususnya berita, penuh dengan kekerasan dan tragedi. Ia menciptakan gambaran ketidaknyamanan yang diakibatkan oleh pemberitaan negatif dan ketidakpuasan hati penyair terhadap isi berita tersebut.

Balai (3): Bagian ketiga mengembalikan pembaca ke suasana kehidupan sederhana di sekitar balai-balai. Penggunaan bahasa Arab dalam penggalan "Inna shalati wa nusuki wa mahyaya wa mamati..." menciptakan suasana keagamaan dan ketentraman, menyoroti kegiatan berdoa dan mengaji yang berlangsung di balai-balai tersebut. Penyair menunjukkan perasaan senangnya mendengar bunyi ikrar meskipun tidak merdu.

Balai (4): Bagian keempat menciptakan kontras antara sebuah bangunan tinggi yang mewakili modernitas kota dan gang kecil yang mewakili kehidupan tradisional. Penyair menyajikan perbandingan antara kedua lingkungan ini dengan penuh ironi, menunjukkan betapa paradoksnya perkembangan zaman.

Balai (5): Bagian kelima menggambarkan interaksi penyair dengan seorang penjaja yang menawarkan hiasan dinding berisi pesan keuangan yang serba mahaesa. Penyair mengekspresikan keraguan dan ketidaksetujuan terhadap pesan ini, namun ia melayani penjual tersebut dengan senyum. Akhirnya, penyair tidak membeli dagangan tersebut, dan malam itu rumahnya dilempari batu, menunjukkan ketidaksetujuan sebagian masyarakat terhadap pandangan penyair.

Balai (6): Bagian terakhir kembali menggambarkan suasana balai-balai dengan aktivitas mengaji dan hafalan surat Al-Fatihah oleh cucu-cucunya. Penyair menekankan ketenangan dan kebahagiaan yang diperoleh dari kegiatan keagamaan tersebut, meskipun tidak selalu merdu.

Keseluruhan puisi "Balai-Balai" menciptakan kontras antara kehidupan sederhana dan modernitas, serta menyoroti ketidakpuasan penyair terhadap pemberitaan negatif di media massa dan perubahan sosial yang terjadi di sekitarnya. Puisi ini juga menekankan pentingnya nilai-nilai keagamaan dan tradisional dalam menjaga ketenangan dan kebahagiaan dalam hidup.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Balai-Balai
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.