Aku Datang, Ya Tuhanku, Aku Datang (1)
Aku datang sekarang
memenuhi panggilan-Mu
yang berdengung dalam kalbu
menyerbu masuk ke rumah-Mu
awal mula segala langkah
asal mula segala bahasa
yang menjadi akhir segala tujuan
dengan bermandi air mata
kuminta ampunan-Mu
alangkah jauh jalan yang harus kutempuh
sebelum aku sempat bersimpuh di hadapan-Mu
Aku Datang, Ya Tuhanku, Aku Datang (2)
Jalur-jalur masa lalu
menjadi cermin masa lalu
alangkah banyak "bisa"
untuk mencecap setitik madu
Aku datang sekarang
bersimpuh di hadapan-Mu
menjerit menembus langit
menyelam dalam diri
yang berendam dalam kasih-Mu
bersarang dalam rahmat-Mu
yang sia-sia kuhitung
yang sia-sia kubagi
yang tiada habis-habisnya!
Analisis Puisi:
Puisi "Aku Datang, Ya Tuhanku, Aku Datang" karya Ajip Rosidi merupakan salah satu karya sastra yang mencerminkan perenungan mendalam terhadap hubungan manusia dengan Tuhan. Dalam puisi ini, Ajip mengajak pembaca untuk merenungkan makna pengampunan, ketidakberdayaan, dan penyerahan diri yang total kepada Sang Pencipta. Puisi ini juga menyoroti perjalanan spiritual yang penuh liku, di mana manusia menyadari keterbatasan dirinya dan pentingnya kasih serta rahmat Tuhan dalam kehidupan.
Penyerahan Diri dan Kesadaran Spiritual
Bagian pertama dari puisi ini menyoroti momen ketika penyair menyadari panggilan Ilahi yang bergema dalam hatinya. "Aku datang sekarang / memenuhi panggilan-Mu" menggambarkan kesiapan dan keikhlasan sang penyair untuk mendekat kepada Tuhan, meninggalkan segala hal duniawi demi mencari keselamatan dan pengampunan. Penggunaan kata "bermandi air mata" mengindikasikan penyesalan yang mendalam dan keinginan yang tulus untuk memohon ampunan atas dosa-dosa yang telah dilakukan.
Dalam baris "alangkah jauh jalan yang harus kutempuh / sebelum aku sempat bersimpuh di hadapan-Mu," Ajip menggambarkan perjalanan spiritual sebagai sesuatu yang panjang dan penuh tantangan. Jalan yang harus ditempuh sangat jauh, menunjukkan bahwa proses penebusan dan penyerahan diri kepada Tuhan tidaklah mudah. Ini adalah perjalanan yang membutuhkan ketekunan, kesabaran, dan pengorbanan.
Perenungan Masa Lalu dan Panggilan untuk Bertobat
Pada bagian kedua, Ajip mengajak pembaca untuk merenungkan masa lalu dan segala kesalahan yang telah diperbuat. "Jalur-jalur masa lalu / menjadi cermin masa lalu" menunjukkan bahwa masa lalu kita adalah refleksi dari tindakan dan keputusan yang kita buat. Dalam hal ini, penyair mengakui betapa banyak peluang yang disia-siakan untuk mencecap kebahagiaan sejati, yang dilambangkan dengan "setitik madu."
"Menjerit menembus langit / menyelam dalam diri" menggambarkan tindakan introspeksi yang mendalam, di mana seseorang berusaha memahami dirinya sendiri dalam konteks kasih dan rahmat Tuhan. Ajip menekankan bahwa rahmat Tuhan adalah sesuatu yang tidak dapat dihitung atau dibagi, karena sifatnya yang tiada habis-habisnya. Ini mencerminkan betapa luasnya kasih Tuhan yang melampaui segala batasan manusia.
Tema Penebusan dan Harapan
Tema utama dalam puisi ini adalah penebusan dan harapan untuk mendapatkan pengampunan dari Tuhan. Sang penyair tidak hanya datang untuk mengakui dosa-dosanya, tetapi juga untuk mencari ketenangan dan kepastian dalam rahmat Tuhan. Harapan untuk mendapatkan pengampunan ini tercermin dalam sikap pasrah dan penyerahan diri total kepada Tuhan.
Penggunaan bahasa yang sederhana namun penuh makna dalam puisi ini mencerminkan keintiman hubungan antara manusia dan Tuhan. Ajip menggambarkan proses penebusan sebagai sesuatu yang personal dan mendalam, di mana manusia berusaha keras untuk mendekat kepada Tuhan, dengan penuh kesadaran akan ketidakberdayaan dan kelemahannya.
Puisi "Aku Datang, Ya Tuhanku, Aku Datang" adalah sebuah puisi yang menawarkan refleksi mendalam tentang hubungan manusia dengan Tuhan. Melalui kata-kata yang penuh perasaan, Ajip Rosidi menggambarkan perjalanan spiritual yang penuh liku, di mana manusia menyadari keterbatasannya dan pentingnya rahmat Tuhan dalam kehidupan. Puisi ini mengajarkan kita tentang pentingnya introspeksi, penyesalan, dan harapan dalam upaya mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dengan demikian, puisi ini bukan hanya sekadar karya sastra, tetapi juga sebuah doa yang menyentuh hati dan jiwa pembacanya.
Karya: Ajip Rosidi
Biodata Ajip Rosidi:
- Ajip Rosidi lahir pada tanggal 31 Januari 1938 di Jatiwangi, Majalengka, Jawa Barat.
- Ajip Rosidi meninggal dunia pada tanggal 29 Juli 2020 (pada usia 82 tahun) di Magelang, Jawa Tengah.
- Ajip Rosidi adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.