Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Surat Kekasih yang Kudus (Karya Yunus Mukri Adi)

Puisi “Surat Kekasih yang Kudus” karya Yunus Mukri Adi bercerita tentang seorang perempuan yang menulis surat kepada kekasihnya, Mas Yunus.
Surat Kekasih yang Kudus

Mas Yunus,
Kubatalkan semua janjiku pada semua kecintaan
Juga pementasan, juga impian hidup yang hangat
Juga bahagiaku, juga senyum nakalku yang 'kan memberinya anak
Kubatalkan kapal berlayar tidak sebab diancam taupan
Sebab sepanjang hidupku sendiri sudahlah angin kencang
Kubatalkan
Karena kegadisan tiada mungkin abadi untukmu
Seibarat purnama di pertengahan mendung: jemu untuk ditunggu
Karena sadar keperawanan terlalu pendek dari usia bumi ini
Karena sadar kesepianmu dua kali bumi ini: betapakah nasibku nanti

Mas Yunus,
Sekian sajalah alasanku
Kepalaku pening dan merasa kehilangan kata-kata berharga untukmu
Tiada sesal dan tiada iba lagi malam-malamku di ranjangmu
Penuh harap engkau pun masih tetap gelandangan

Pakajangan, Media Juni 1971

Sumber: Horison (Maret, 1974)

Analisis Puisi:

Puisi “Surat Kekasih yang Kudus” karya Yunus Mukri Adi adalah sajak cinta yang tidak biasa. Ia bukan puisi tentang kerinduan atau janji setia, tetapi justru berisi surat pembatalan cinta, ditulis dalam bahasa yang liris namun menyayat. Dalam bentuk surat, penyair menghadirkan suara seorang perempuan yang dengan tenang dan getir mengakhiri kisah cinta dengan Mas Yunus, dengan alasan yang sangat manusiawi dan eksistensial.

Puisi ini menyimpan kesedihan, kesadaran diri, ketegasan, serta ironi mendalam tentang gagalnya harapan dalam relasi, namun sekaligus memperlihatkan bentuk cinta yang paling jujur: yang tak selalu harus bersatu.

Cinta yang Dibatalkan oleh Realitas dan Kesadaran Diri

Puisi ini bercerita tentang seorang perempuan yang menulis surat kepada kekasihnya, Mas Yunus. Ia membatalkan semua janji cinta, semua impian, bahkan hasrat dan kebahagiaan yang sempat dibayangkan bersama. Ia tidak menyebut karena dikhianati atau dibenci, melainkan karena kesadaran tentang dirinya sendiri dan tentang lelaki yang ia cintai.

Ia sadar bahwa hidupnya sendiri sudah “seperti angin kencang”, dan menyimpulkan bahwa melanjutkan cinta hanyalah akan menambah badai. Ia menyadari bahwa kegadisan dan keperawanan bukan jaminan cinta yang abadi, dan bahwa harapan dari seorang laki-laki “gelandangan” (mungkin secara sosial, emosional, atau spiritual) tak bisa ia tanggung selamanya.

Tema: Penolakan Cinta, Kesadaran Diri, dan Realisme Emosional

Tema utama dari puisi ini adalah penolakan cinta karena kesadaran eksistensial dan realitas hidup. Ini bukan tentang cinta yang mati karena kebencian, tapi cinta yang dibatalkan karena tidak bisa dijalani secara utuh dan jujur.

Tema lain yang kuat adalah kesadaran diri perempuan. Tokoh dalam puisi ini bukan sosok lemah atau menunggu. Ia memilih mundur dari relasi yang tidak akan membahagiakan keduanya. Ia sadar bahwa cinta yang tidak dilandasi kesiapan dan kejelasan hidup hanyalah beban.

Makna Tersirat: Cinta Tak Selalu Harus Dimiliki, Kadang Harus Dilepaskan

Makna tersirat puisi ini sangat kuat: tidak semua cinta harus diwujudkan dalam pernikahan atau kebersamaan. Terkadang cinta justru paling suci saat dilepaskan — saat kita menyadari bahwa bersama bukan pilihan terbaik.

Dalam bait seperti:

“Karena sadar kesepianmu dua kali bumi ini: betapakah nasibku nanti”

terlihat bahwa tokoh perempuan bukan hanya memikirkan dirinya, tapi juga mempertimbangkan nasib bersama jika cinta ini dipaksakan.

Suasana dalam Puisi: Getir, Liris, dan Sangat Manusiawi

Suasana dalam puisi sangat lirih dan getir, tapi tidak muram berlebihan. Ini bukan luapan emosi atau kemarahan, melainkan surat yang ditulis dengan kepala dingin dan hati sadar. Rasa kehilangan dan luka tetap hadir, namun dibungkus dengan keikhlasan.

Puitis, tetapi tegas. Lembut, tetapi menyakitkan. Inilah perpaduan suasana yang menjadikan puisi ini begitu kuat dan menyentuh.

Amanat / Pesan: Cinta Harus Realistis dan Tidak Memaksakan Diri

Amanat yang disampaikan oleh puisi ini adalah: jangan memaksakan cinta jika tahu bahwa ia tidak akan membawa kedamaian atau kebahagiaan. Cinta bukan hanya perkara gairah atau janji, tetapi soal kesiapan untuk menjalani hidup bersama secara utuh.

Ada pula pesan bahwa perempuan berhak mengambil keputusan atas tubuh, hidup, dan cintanya. Ia bukan hanya objek penerima cinta, tetapi subjek yang berdaulat untuk memutuskan arah relasi.

Imaji: Purnama, Angin Kencang, Ranjang Sepi, dan Kepala Pening

Puisi ini kaya akan imaji yang puitis dan emosional:
  • “Kubatalkan kapal berlayar tidak sebab diancam taupan / Sebab sepanjang hidupku sendiri sudahlah angin kencang” → menghadirkan metafora hidup yang keras dan sudah cukup badai tanpa perlu ditambah cinta yang tak pasti.
  • “Seibarat purnama di pertengahan mendung: jemu untuk ditunggu” → menyiratkan bahwa harapan akan cinta indah itu terlalu samar dan lelah untuk ditunggu.
  • “Kepalaku pening dan merasa kehilangan kata-kata” → imaji kelelahan emosional yang mendalam.
  • “Tiada sesal dan tiada iba lagi malam-malamku di ranjangmu” → menyiratkan perpisahan dari keintiman, bukan hanya fisik tapi juga emosional.

Majas: Metafora, Hiperbola, dan Ironi

Puisi ini menggunakan majas yang cermat dan kuat:

Metafora:
  • “hidupku sendiri sudahlah angin kencang” → hidup digambarkan sebagai badai yang mengoyak.
  • “purnama di pertengahan mendung” → melukiskan harapan yang samar dan tidak pasti.
Hiperbola:
  • “kesepianmu dua kali bumi ini” → menyiratkan bahwa kesepian kekasih sangat mendalam, melebihi batas biasa.
Ironi:
  • “Penuh harap engkau pun masih tetap gelandangan” → ironi getir bahwa meski dicintai, sang kekasih tetap tidak berubah atau tak siap menata hidup.

Puisi Penolakan yang Justru Menjunjung Kesucian Cinta

Puisi “Surat Kekasih yang Kudus” karya Yunus Mukri Adi adalah contoh puisi cinta yang tidak klise, bahkan justru menyuarakan bentuk cinta paling jujur dan spiritual: melepaskan dengan kesadaran, bukan karena kebencian. Dengan tema realistis, makna tersirat yang dalam, suasana getir, serta imaji dan majas yang kuat, puisi ini menjadi salah satu bentuk ekspresi cinta yang penuh kesadaran diri dan keutuhan batin.

Di saat banyak puisi bicara soal harapan untuk bersatu, puisi ini justru merayakan kesendirian dan pilihan untuk mundur — demi martabat dan keselamatan hati. Dalam keheningan surat itu, tersimpan cinta yang kudus: bukan karena ingin memiliki, tapi karena memilih melepaskan demi kebaikan bersama.

Puisi Yunus Mukri Adi
Puisi: Surat Kekasih yang Kudus
Karya: Yunus Mukri Adi

Biodata Yunus Mukri Adi:
  • Yunus Mukri Adi lahir pada tanggal 26 Januari 1941.
© Sepenuhnya. All rights reserved.