Puisi: Seperti Pisau Belati (Karya Subagio Sastrowardoyo)

Puisi "Seperti Pisau Belati" karya Subagio Sastrowardoyo menawarkan refleksi mendalam tentang batasan komunikasi dan pemahaman manusia.
Seperti Pisau Belati

bayangan sosok putih
yang tak patah di tembok
susah didekati
kecuali dengan diam

pada puncak kelembutan bicara
yang tinggal hanya menggeleng atau mengangguk

di gerbang kuil kata-kata terlalu tajam
– seperti pisau belati
yang berdering jatuh di atas batu

Sumber: Keroncong Motinggo (1975)

Analisis Puisi:

Puisi "Seperti Pisau Belati" karya Subagio Sastrowardoyo menghadirkan gambarannya tentang ketajaman dan kerapuhan dalam komunikasi serta kesulitan dalam mendekati inti dari pemahaman. Dengan simbolisme yang kuat dan gaya bahasa yang ekonomis, puisi ini menawarkan refleksi mendalam tentang hubungan antara kata, pemahaman, dan kesunyian.

Simbolisme dan Imaji

"bayangan sosok putih / yang tak patah di tembok / susah didekati / kecuali dengan diam"

Puisi ini dimulai dengan gambaran sosok putih yang menjadi simbol dari sesuatu yang ideal atau murni namun sulit dijangkau. Sosok ini tampaknya menyiratkan suatu kebenaran atau pemahaman yang tidak mudah dicapai, dan hanya bisa diakses melalui sikap diam. Simbolisme warna putih sering kali dikaitkan dengan kesucian atau kebenaran, tetapi dalam konteks ini, ia juga melambangkan keterasingan dan ketidakmampuan untuk memahami sepenuhnya.

Kelembutan dan Kesederhanaan dalam Komunikasi

"pada puncak kelembutan bicara / yang tinggal hanya menggeleng atau mengangguk"

Pada titik puncaknya, puisi ini mencerminkan betapa sederhana dan terbatasnya komunikasi manusia ketika berhadapan dengan sesuatu yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Hanya dengan gerakan kecil seperti menggeleng atau mengangguk, komunikasi dilakukan dengan cara yang sangat minimalis. Ini menunjukkan bahwa kadang-kadang, dalam berkomunikasi tentang hal-hal yang mendalam atau abstrak, kata-kata tidak cukup untuk menggambarkan sepenuhnya apa yang dirasakan atau dipahami.

Ketajaman Kata-Kata

"di gerbang kuil kata-kata terlalu tajam / – seperti pisau belati / yang berdering jatuh di atas batu"

Baris ini menghadirkan gambaran yang kuat tentang ketajaman kata-kata. Kuil, sebagai simbol dari tempat suci atau pusat pemahaman, di sini menjadi tempat di mana kata-kata dianggap tajam dan mungkin menyakitkan. Simile “seperti pisau belati” menggarisbawahi betapa tajam dan potensialnya dampak dari kata-kata ketika mereka digunakan untuk mengungkapkan kebenaran atau pemikiran yang dalam. Suara "berdering jatuh di atas batu" memperkuat kesan bahwa kata-kata bisa mempengaruhi secara mendalam dan mungkin sulit dihadapi.

Interpretasi dan Konteks

  • Kesulitan dalam Komunikasi: Puisi ini mengeksplorasi tema utama tentang kesulitan dalam menyampaikan atau memahami komunikasi yang benar-benar mendalam. Dengan menggunakan simbol-simbol seperti sosok putih dan pisau belati, Subagio mengungkapkan betapa sulitnya untuk benar-benar mendekati atau memahami sesuatu yang berada di luar pemahaman konvensional. Ketajaman kata-kata, dalam hal ini, menunjukkan bahwa meskipun komunikasi adalah alat yang kuat, ia juga bisa sangat tajam dan menuntut.
  • Diam sebagai Jalan Menuju Pemahaman: Dalam puisi ini, diam dianggap sebagai satu-satunya cara untuk mendekati pemahaman yang mendalam. Ini mungkin mencerminkan gagasan bahwa dalam banyak kasus, berbicara atau berusaha untuk menjelaskan sesuatu secara verbal bisa menjadi kurang efektif dibandingkan dengan penerimaan yang tenang dan reflektif.
  • Keterbatasan Bahasa: Subagio menunjukkan keterbatasan bahasa dalam menangkap dan menyampaikan kebenaran atau pemahaman yang lebih dalam. Kelembutan bicara dan tindakan yang sederhana seperti mengangguk atau menggelengkan kepala mencerminkan betapa bahasa sering kali tidak memadai untuk menggambarkan pengalaman atau pemikiran yang kompleks.
Puisi "Seperti Pisau Belati" karya Subagio Sastrowardoyo menawarkan refleksi mendalam tentang batasan komunikasi dan pemahaman manusia. Dengan simbolisme yang kuat dan gaya bahasa yang sederhana namun tajam, puisi ini mengeksplorasi tema tentang ketidakmampuan untuk sepenuhnya menyampaikan atau memahami makna yang mendalam. Melalui gambaran sosok putih, ketajaman kata-kata, dan penggunaan diam sebagai bentuk komunikasi, Subagio mengajak pembaca untuk merenungkan betapa kompleks dan tajamnya proses berkomunikasi dalam upaya memahami kebenaran dan makna yang lebih dalam.

Puisi Subagio Sastrowardoyo
Puisi: Seperti Pisau Belati
Karya: Subagio Sastrowardoyo

Biodata Subagio Sastrowardoyo:
  • Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
  • Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.