Romeo kepada Julia
Kita berdiri telanjang di sana
akhirnya semua ini tak ada gunanya
tanah air, ikatan keluarga, warna kulit
bahkan bahasa yang dikenal sejak kacil
hilang kepentingannya
di luar pentas dunia berhenti segala sengketa
dari ruang kubur
kita bakal bangun lagi
seperti dari tidur sebentar
mata berbinar memandang sekitar
kita kembali jadi anak
tapi lebih sempurna
tak sedikit pun sisa dendam
masih menggoda di dada
budak belum balig
sudah tahu sebelum diajari
serba pengalaman telah diselami sendiri
yang dirunut di bumi
hanya jalan setapak di belantara
yang pernah nampak ujung pangkalnya
hari depan adalah waktu lalu
yang telah dirambah
dalam kenangan dahulu
di sorga kedua
tidak ada curiga
orang tidak akan menanya
siapa nama, dari mana berasal
atau berapa sudah kesalahan
setiap berjumpa di julan
bocah-bocah tak bercawat mengangguk memberi salam
dan kita berdiri di sana dengan tangan bergandengan
Adelaide, 30 Oktober 1977
Sumber: Horison (Desember, 1979)
Analisis Puisi:
Puisi "Romeo kepada Julia" karya Subagio Sastrowardoyo menyuguhkan suatu pandangan yang unik terhadap cinta, kehidupan, dan kematian.
Pembalikan Konvensi Cinta dan Identitas: Puisi ini menciptakan suasana yang menarik dengan membalikkan konvensi-konvensi cinta dan identitas. Pembalikan ini terlihat dari hilangnya makna dari hal-hal yang biasanya dianggap penting, seperti tanah air, ikatan keluarga, warna kulit, dan bahasa. Pemilihan tokoh Romeo dan Julia sebagai simbol cinta juga menyoroti bahwa cinta sejati dapat melampaui batasan-batasan sosial dan budaya.
Kematian sebagai Pembebasan: Pada tahap selanjutnya, penyair membawa pembaca ke ruang kubur, di mana kematian diartikan sebagai pembebasan dari segala sengketa dunia. Ini menciptakan gambaran bahwa kehidupan setelah mati adalah suatu bentuk kebebasan dan kesucian, di mana semua konflik dunia tidak lagi relevan.
Reinkarnasi dan Kesempurnaan: Penyair menggambarkan pemulihan setelah kematian sebagai reinkarnasi ke keadaan anak-anak yang lebih sempurna. Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan setelah mati membawa kedamaian, kebersihan, dan ketidakberdayaan dari dendam atau kesalahan.
Pandangan Anak tentang Dunia: Puisi ini menggambarkan pandangan anak terhadap dunia dengan referensi pada budak yang belum balig yang telah memiliki pemahaman dan pengalaman sendiri. Ini menyoroti kearifan batin dan pemahaman alami yang dimiliki oleh anak-anak tanpa belajar dari dunia luar.
Relevansi Waktu dan Kenangan: Konsep waktu dirunut kembali dalam puisi ini, dengan menyatakan bahwa hari depan adalah waktu lalu yang dirambah dalam kenangan. Ini memberikan kesan bahwa waktu tidak lagi memiliki arti yang sama di kehidupan setelah mati.
Kehidupan di Sorga: Sorga digambarkan sebagai tempat tanpa curiga dan pertanyaan. Ini menekankan kebebasan, kedamaian, dan ketidakberdayaan konflik dalam kehidupan setelah mati.
Kesetaraan dan Kesucian Anak-Anak: Pada akhirnya, gambaran bocah-bocah yang tak bercawat yang memberi salam di julan menciptakan gambaran tentang kesetaraan dan kesucian anak-anak di sorga. Mereka berdiri dengan tangan bergandengan, menciptakan gambaran harmoni dan persatuan.
Puisi "Romeo kepada Julia" menghadirkan pandangan yang unik terhadap cinta, kematian, dan kehidupan setelah mati. Dengan membawa pembaca melampaui batasan-batasan sosial dan budaya, puisi ini menggambarkan kehidupan setelah mati sebagai suatu bentuk pembebasan, kedamaian, dan kesucian, serta menyoroti kebijaksanaan dan ketidakberdayaan anak-anak dalam pandangan dunia mereka yang murni.
Karya: Subagio Sastrowardoyo
Biodata Subagio Sastrowardoyo:
- Subagio Sastrowardoyo lahir pada tanggal 1 Februari 1924 di Madiun, Jawa Timur.
- Subagio Sastrowardoyo meninggal dunia pada tanggal 18 Juli 1996 (pada umur 72 tahun) di Jakarta.