Puisi: Kepada Para Cendekia (Karya Arifin C. Noer)

Puisi "Kepada Para Cendekia" karya Arifin C. Noer mengeksplorasi kesenjangan antara penampilan kemajuan dan realitas mendalam dari dunia yang tidak ..
Kepada Para Cendekia

Maafkanlah saya, para cendekia, yang purba ataupun yang baru saja
Dunia semenjak didirikan oleh kasih-Nya tak pernah berubah
hakekatnya. Barangkali wajahnya kerap berganti rupa
namun intinya tetap sahaja. Dan perkembangan selama ini
hanyalah rias muka; duh getirnya! hanya rias-muka
yang selalu luntur oleh perbuatan dua perusak: sangkakala
dan nafsu-hitam, durjana peminjam pakaian kita!

Maafkanlah saya, bahwa kehormatan-kehormatan yang telah tuan-tuan terima selama ini
tak lebih sebagai upah yang biasa diterima pemilik-pemilik kapsalon
Mungkin ini adalah sinisma yang paling celaka. Mungkin
Tetapi kebenaran selamanya suka mempermainkan kita
sehingga kerap benar berlangsung kucing-kucingan. Betapa kerap ia
muncul, sebagai badut-badut jenaka di panggung sandiwara. Tapi percayalah
Di balik topengnya yang penuh ejekan, kasih-sayang menuntun
tingkah-kocaknya.

Sekali lagi maafkan saja. Bukan tanpa hormat saya berkata
Justru dengan ini diharapkan tuan-tuan kembali bersidang
dan kembali sekali lagi meneliti bumi sendiri:
di balik dada ini! Bersidanglah sementara tuan-tuan sibuk memotreti
Planit-planit lain. Atau adakah di antara tuan-tuan yang hendak membantah?
Memang senjata-senjata kita luar biasa
dan memang cuma inilah kemajuan kita; duh getirnya
Maut telah dengan semangat kita bantu dengan ramuan-ramuan kimia
Memang teknologi kita luarbiasa
Tapi bukankah apa yang kita miliki
sekarang dan apa yang kita perbuat sekarang
hanyalah penghapus rias kita sekarang?
Maafkan. Ini terlampau pedih tuan-tua terima
Kebenaran selamanya selalu menyakiti kita
tetapi tak begitu lama, kecuali sampai datang lagi saat kita
memasang rias baru bagi dunia

Sekali lagi, maafkan saya
(Terutama mereka para sarjana marxisma!)

Sumber: Horison (Desember, 1966)

Analisis Puisi:

Puisi "Kepada Para Cendekia" oleh Arifin C. Noer merupakan karya yang mengangkat tema kritis terhadap kemajuan dan kehormatan yang diperoleh oleh para cendekia dan ilmuwan. Melalui bahasa yang kuat dan sindiran tajam, puisi ini mengeksplorasi kesenjangan antara perkembangan ilmu pengetahuan dan realitas mendalam dari dunia yang sering kali dianggap tidak berubah secara fundamental.

Tema dan Makna Puisi

  • Kritik terhadap Kemajuan dan Kehormatan: Puisi ini memulai dengan permohonan maaf kepada para cendekia, baik yang lama maupun yang baru. “Maafkanlah saya, para cendekia, yang purba ataupun yang baru saja” menandakan rasa penyesalan penulis terhadap keadaan dunia yang, menurutnya, tidak benar-benar berubah meskipun tampaknya mengalami kemajuan. Penulis menyatakan bahwa meskipun dunia tampak berubah dalam penampilannya, pada hakekatnya tidak banyak yang berubah. “Dunia semenjak didirikan oleh kasih-Nya tak pernah berubah hakekatnya” menggambarkan sikap skeptis terhadap klaim kemajuan dan perkembangan yang sering kali hanya berupa perubahan kosmetik.
  • Sindiran terhadap Upah dan Kehormatan: Penulis mengkritik kehormatan yang diterima para cendekia sebagai sesuatu yang tidak lebih dari “upah yang biasa diterima pemilik-pemilik kapsalon”. Ini merupakan sindiran terhadap pandangan bahwa kehormatan dan pengakuan yang diperoleh dari prestasi ilmiah sebenarnya hanya bentuk pujian yang tidak memiliki dampak substansial. Kritikan ini menyoroti bagaimana kebenaran sering kali menjadi bahan permainan dan ejekan, “kebenaran selamanya suka mempermainkan kita”. Penulis menggambarkan kebenaran sebagai sesuatu yang sering kali tampak seperti sandiwara, di balik topeng yang penuh ejekan.
  • Permohonan untuk Refleksi dan Kritis: Puisi ini meminta para cendekia untuk tidak hanya sibuk mempelajari hal-hal di luar bumi, tetapi juga untuk merenungkan dan meneliti keadaan bumi dan diri mereka sendiri. “Bersidanglah sementara tuan-tuan sibuk memotreti Planit-planit lain” menunjukkan keinginan penulis agar para ilmuwan lebih fokus pada realitas dunia yang mereka tinggali dan masalah-masalah mendasar yang ada di sekitar mereka. Penulis menekankan bahwa meskipun teknologi dan kemajuan luar biasa, pada akhirnya, apa yang kita miliki hanyalah “penghapus rias kita sekarang”. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada kemajuan, banyak dari pencapaian manusia hanya bersifat sementara dan tidak mengubah kebenaran dasar.
  • Pesan untuk Para Sarjana Marxisma: Puisi ini diakhiri dengan permintaan maaf yang khusus ditujukan kepada sarjana marxisma. Ini menunjukkan bahwa penulis merasa kritis terhadap ideologi tertentu dan bahwa kritiknya meluas ke berbagai aliran pemikiran dan teori ilmiah.

Gaya Bahasa dan Teknik Puisi

  • Bahasa Sindiran dan Ironis: Arifin C. Noer menggunakan bahasa yang sindiran dan ironis untuk menyampaikan pesan kritiknya. Misalnya, “Hanya rias-muka yang selalu luntur oleh perbuatan dua perusak” menunjukkan penggunaan bahasa yang mengolok-olok perubahan yang dianggap dangkal.
  • Penggunaan Metafora: Metafora seperti “rias-muka” dan “penghapus rias kita sekarang” digunakan untuk menggambarkan bagaimana kemajuan dan kehormatan hanyalah bentuk luar yang tidak mengubah inti kebenaran atau realitas.
  • Struktur dan Ritme: Puisi ini tidak mengikuti struktur atau ritme yang teratur, yang mencerminkan ketidakstabilan dan kekacauan dari tema yang dibahas. Struktur yang bebas ini memberikan kesan bahwa puisi ini adalah sebuah refleksi spontan dan jujur dari penulis tentang keadaan dunia dan ilmu pengetahuan.

Pesan Moral dan Nilai dalam Puisi

  • Kesadaran akan Kebenaran Dasar: Puisi ini mengajak pembaca untuk menyadari bahwa meskipun ada kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, banyak dari pencapaian manusia tidak mengubah hakikat dunia dan kehidupan. Ini adalah panggilan untuk menyelami lebih dalam dan mengkritisi apa yang dianggap sebagai kemajuan.
  • Refleksi Diri dan Dunia: Pesan utama puisi ini adalah ajakan untuk refleksi diri dan pemikiran kritis. Penulis meminta para cendekia untuk memeriksa tidak hanya apa yang mereka capai tetapi juga bagaimana pencapaian tersebut berhubungan dengan kebenaran yang lebih mendalam dan kondisi dunia yang lebih luas.
  • Menghadapi Kenyataan dengan Jujur: Dengan mengakui kesalahan dan kekurangan dalam pendekatan kita terhadap ilmu pengetahuan dan kehormatan, puisi ini menekankan pentingnya menghadapi kenyataan dengan jujur dan tidak terjebak dalam ilusi kemajuan yang tidak substansial.
Puisi "Kepada Para Cendekia" karya Arifin C. Noer adalah puisi yang kritis dan reflektif tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan kehormatan yang diperoleh oleh para cendekia. Dengan bahasa sindiran dan metafora yang kuat, puisi ini mengeksplorasi kesenjangan antara penampilan kemajuan dan realitas mendalam dari dunia yang tidak banyak berubah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kebenaran dasar dan pentingnya refleksi diri dalam menghadapi dunia yang kompleks dan penuh kontradiksi.

Puisi Arifin C. Noer
Puisi: Kepada Para Cendekia
Karya: Arifin C. Noer

Biodata Arifin C. Noer:
  • Arifin C. Noer (nama lengkapnya adalah Arifin Chairin Noer) lahir pada tanggal 10 Maret 1941 di kota Cirebon, Jawa Barat.
  • Arifin C. Noer meninggal dunia pada tanggal 28 Mei 1995 di Jakarta.
  • Arifin C. Noer adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.