Puisi: Hei! Jangan Kaupatahkan (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Hei! Jangan Kaupatahkan" karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan sebuah gambaran tentang siklus alam dan keindahan yang sementara dari ...
Sonet:
Hei! Jangan Kaupatahkan

Hei! Jangan kaupatahkan kuntum bunga itu
ia sedang mengembang; bergoyang-goyang dahan-dahannya yang tua
yang telah mengenal baik, kau tahu,
segala perubahan cuaca.

Bayangkan: akar-akar yang sabar menyusup dan menjalar
hujan pun turun setiap bumi hampir hangus terbakar
dan mekarlah bunga itu perlahan-lahan
dengan gaib, dari rahim Alam.

Jangan; saksikan saja dengan teliti
bagaimana matahari memulasnya warna-warni, sambil diam-diam
membunuhnya dengan hati-hati sekali
dalam Kasih-sayang, dalam rindu-dendam Alam;
lihat: ia pun terkulai perlahan-lahan
dengan indah sekali, tanpa satu keluhan

1967

Sumber: Hujan Bulan Juni (1994)

Analisis Puisi:

Puisi "Hei! Jangan Kaupatahkan" karya Sapardi Djoko Damono menggambarkan sebuah gambaran tentang siklus alam dan keindahan yang sementara dari bunga yang sedang mekar.

Perumpamaan tentang Kehidupan: Penyair menggunakan gambaran bunga yang sedang mekar sebagai perumpamaan tentang kehidupan manusia. Seperti bunga yang sedang mengembang, manusia juga mengalami fase-fase perkembangan yang beragam, termasuk kesenangan, kebahagiaan, dan puncak kehidupan.

Kehidupan dan Perubahan Alam: Puisi ini menyoroti hubungan erat antara kehidupan manusia dengan siklus alam. Akar-akar yang sabar menyusup dan menjalar melambangkan kekuatan alam yang terus berlangsung dan menghidupkan segala sesuatu. Hujan yang turun adalah simbol penyegaran dan pembaharuan, mirip dengan perubahan dan tantangan yang dihadapi dalam kehidupan manusia.

Keindahan yang Sementara: Penyair menggambarkan keindahan bunga yang sementara, yang akhirnya layu dan mati. Ini merupakan analogi bagi keindahan dan kenikmatan dalam kehidupan manusia yang juga bersifat sementara. Matahari yang memulas warna-warni bunga juga mencerminkan betapa kehidupan dapat memberikan keindahan sekaligus menentukan nasibnya.

Peringatan untuk Menyaksikan dan Menghargai: Puisi ini juga mengajak pembaca untuk menyaksikan dengan teliti keindahan dan keunikan setiap momen dalam kehidupan, meskipun sementara. Ini merupakan pengingat akan pentingnya menghargai setiap momen yang kita miliki, karena seperti bunga yang layu, kehidupan kita juga akan berakhir tanpa satu keluhan.

Puisi "Hei! Jangan Kaupatahkan" karya Sapardi Djoko Damono adalah sebuah perenungan tentang siklus kehidupan dan keindahan yang sementara. Melalui gambaran bunga yang sedang mekar, penyair mengajak pembaca untuk menghargai setiap momen dalam kehidupan dan menyadari bahwa semua hal bersifat sementara dan akan berakhir suatu saat.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Hei! Jangan Kaupatahkan
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Rindu (1) Lambat laun lara rohani Disembuhkan penawar waktu Luka terbuka hati nurani Akan ditutup sudah tentu. Rasa risau bertukar damai, Kalau wajah hilang di mata, Ken…
  • Air Mancur Air mancur jatuh kuat keras, Berdebar deru ke atas batu, Bersimbah buih putih selalu, Mengalir terus teramat deras. Keras dera…
  • Menanti Kata Aku duduk diam semata, Membuat batin hening tenang, Menanti-nanti timbul kata Dari dalam, bercaya terang. Hendak direka jadi karangan Tidak terbanding denga…
  • Kematian Anak Bagai mengambil mutia bagus Dari indungnya, bersukacita, Datang malaikat, perbadan halus, Memetik jiwa anak tercinta. Dibaw…
  • Di Lereng Salak Gunung berleret, mulanya hijau, Lenyap membisu jauh di sana. Padi menguning bagai kencana, Sampai di lereng redam berkilau. …
  • Candi Engkau menahan empasan kala, Tinggal berdiri indah permai, Tidak mengabaikan serangan segala, Megah kuat tidak terperai. Engkau ber…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.