Puisi: Berhenti di Sini Saja, Tuhan (Karya Bakdi Soemanto)

Puisi "Berhenti di Sini Saja, Tuhan" karya Bakdi Soemanto mencerminkan kebingungan, kekecewaan, dan pertanyaan yang mendalam terkait dengan ....
Berhenti di Sini Saja, Tuhan

Berhenti di sini saja, Tuhan
Aku sudah terlalu banyak berurusan dengan dosa
Apa lagi yang Kau kehendaki
Doa-doa yang pilu dan tangan tengadah dan kaku
Dari tanah rendah kucari suara-Mu
Yang tiada pernah kudengar
Sampai akhirnya kebenaran menuntut arti lain

Apakah makna keadilan
Yang oleh mereka dikatakan dengan bahasa saling berbunuhan
Kemerdekaan dengan penindasan
Janji kesanggupan dengan pemerasan
Dan perdamaian dengan letusan meriam
Sedang suara-Mu sendiri tanpa memberi kepastian?

Akan kemana lagi ini, Tuhan
Begitu panjang sabar-Mu dan jauh tangan-Mu mengulur
Tapi apakah diharapkan dari sangsi
Tangis keraguan di tiap pintu gerbang
Akankah tiap malam kita berjaga dengan senapang
Dan belati yang telanjang

Sumber: Horison (April, 1967)

Analisis Puisi:

Puisi "Berhenti di Sini Saja, Tuhan" karya Bakdi Soemanto mencerminkan kebingungan, kekecewaan, dan pertanyaan yang mendalam terkait dengan kehidupan, dosa, dan keadilan. Dengan penggunaan bahasa yang kuat dan penuh emosi, puisi ini mengeksplorasi berbagai aspek keberadaan manusia dan hubungannya dengan Tuhan.

Panggilan kepada Tuhan: Puisi ini membuka dengan sebuah permohonan atau panggilan kepada Tuhan untuk berhenti di situ saja. Ini mencerminkan kelelahan dan kejenuhan pembicara terhadap dosa dan kehidupan yang penuh dengan kesulitan.

Pertanyaan tentang Kehendak Tuhan: Pembicara menyuarakan ketidakmengertian terhadap kehendak Tuhan. Pertanyaan-pertanyaan seperti "Apa lagi yang Kau kehendaki" dan "Suara-Mu sendiri tanpa memberi kepastian" mencerminkan kebingungan dan keraguan terhadap makna dan tujuan kehidupan.

Tantangan terhadap Keadilan: Puisi mengekspresikan ketidakpuasan terhadap konsep keadilan dalam masyarakat. Penggunaan bahasa yang keras dan kritik terhadap keadaan sosial menciptakan gambaran tentang dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan pertentangan.

Pertentangan dan Ironi: Puisi ini memperlihatkan pertentangan dan ironi dalam kata-kata seperti "keadilan yang oleh mereka dikatakan dengan bahasa saling berbunuhan." Ironi ini menggambarkan paradoks antara idealisme dan realitas yang keras.

Sikap Terhadap Kemerdekaan: Pembicara menyuarakan ketidaksetujuan terhadap pemahaman kemerdekaan yang dicapai melalui penindasan. Ini menunjukkan keberanian untuk mengeksplorasi kontradiksi-kontradiksi dalam makna kemerdekaan dan keadilan.

Bentuk dan Gaya Puisi: Gaya puisi yang digunakan, termasuk penggunaan bahasa metaforis dan simbolis, memberikan kedalaman emosi dan kompleksitas pemahaman terhadap realitas dan spiritualitas.

Puisi "Berhenti di Sini Saja, Tuhan" adalah ungkapan yang mendalam tentang keraguan, kekecewaan, dan pencarian makna dalam kehidupan. Bakdi Soemanto menggunakan kata-kata yang kuat untuk menciptakan gambaran tentang ketidakpastian dan ketegangan dalam eksistensi manusia, serta untuk mempertanyakan keadilan dan kehendak Tuhan.

Bakdi Soemanto
Puisi: Berhenti di Sini Saja, Tuhan
Karya: Bakdi Soemanto

Biodata Bakdi Soemanto:
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U lahir pada tanggal 29 Oktober 1941 di Solo, Jawa Tengah.
  • Prof. Dr. Christophorus Soebakdi Soemanto, S.U meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 2014 (pada umur 72 tahun) di Yogyakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.