Puisi: Afterword (Karya Goenawan Mohamad)

Puisi: Afterword Karya: Goenawan Mohamad
Afterword


Begitulah, kita mesti mengalah. Akhirnya langit toh hanya satu. Musim tak bisa lebih. Kota memaku pintu. Kini anak dan lalat-lalat melagukan gumam untuk tarian bayang-bayang, di tengah pasar palawija dan kembang kering, meskipun hari malam dan subuh masih jauh. Uap bersusun bersama uap. Cahaya terlambat. Sejuta bersin tak terdengar oleh empat juta bahana.

Dulu ada sisa sebuah taman, di mana kita berdekapan.

Tapi kenapa kini kutemukan alamatku pada terompah itu, aku tak tahu. Kenapa kutemukan nomormu pada sebuah ruang tamu, aku juga tak tahu. Kurasa kita masih seperti dulu. tapi udara membekas: 7 jejak pada rabuku.

Mengapa bertanya masih adakah warna di luar sana?

Ya. Memang pantai masih
ada. Kadang aku bangun
pagi-pagi dan melihat
adakah laut masih
mengirimkan ombak-ombaknya
kemari. Dan di tepi ini
buih masih
merayap,
putih,
kembali,
dan merayap
lagi
Kita tak pernah tahu apa yang mereka cari.
Kadang camar-camar
berkejaran
terbang
dengan paruh mengerang (gaduh, lalu hilang).
Dan kita lihat
separuh matahari,
separuh bayang-
bayang, separuh
ufuk yang
hitam.

Memang,
tak banyak lagi yang bisa dikatakan.

Tapi seandainya semalam bersih saja bulan, enteng dan segar
seandainya awan sempat berkisar, seandainya engkau utuh di tubuhku dan bisa kulihat sempurna liukmu di cermin itu, dan seluruh angkasa lebih acuh kepada kita, sungguh: mimpi akan cukup.
Kita akan punya dalih.
Aku akan membujukmu.
Akan kutawarkan bunyi,
tanda seru, dan sisi yang lain
dari matahari itu. 
Sebab kini tinggal satu soal:
bagaimana menunggu, tak ada sesal.
Sebab kalau pun esok kita memang harus enyah, aku tahu seekor burung akan menyongsong kita dari timur laut, dan memuntahkan darah.

Lalu hujan akan turun,
amis.

Tahukah kau
orang-orang tua kita telah mengenal
isyarat itu, ketika
mereka duduk tegak atas pelana
untuk menaklukkan seluruh belantara?
Mereka pun sebenarnya
gementar pada sanggurdi dan
berkata: "Begitulah Kau akan
mengakhiri kami."
Tapi mereka tetap pergi.

Ah, kita tak punya mantera
lagi. Esok akan kututup
kelambu ketika debu dan
cahaya membentuk bianglala
di arah kiblat di
depan kita: kau tahu pasti
apa yang menanti di sana.



1972-1973

Sumber: Horison (November, 1973)


Puisi Goenawan Mohamad
Puisi: Afterword
Karya: Goenawan Mohamad

Biodata Goenawan Mohamad:
  • Goenawan Mohamad (nama lengkapnya Goenawan Soesatyo Mohamad) lahir pada tanggal 29 Juli 1941 di Batang, Jawa Tengah.
  • Goenawan Mohamad adalah salah satu Sastrawan Angkatan 66.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.