Simfoni
"Inilah hari terakhir kenangan muram dan dendam".
dari jalan raya terdengar seru menembus tiap jendela
(Waktu itu
baru saja kudengar gagak penghabisan tertembak mati
sayapnya patah, kepalanya pecah, terbanting ketika
ia jatuh dekat sarangnya. Dan sehabis jeritan terakhir
dentuman senjata terhenti. Berganti dengan desau
sayap malam yang terkatup. Kemudian fajar datang
memulihkan warna rumputan, embun bangun
menyongsong cahaya Matahari:
Pagi di Timur bangkit begitu cerah)
"Inilah awal masa gemilang yang sudah lama dinantikan",
dari jalan raya terdengar seta menembus tiap jendela
Khalayak bergegas
Merasa sudah jauh tertinggal. Sampai ....
di antara orang banyak mulai tersebar desas-desus
Ada yang berbisik sambil menyusuri gang-gang
Berkabar dari pintu lewat jalan-jalan berlumpur
"Gelas nasib tempat minum bersama sudah dipecahkan",
dari kegelapan terdengar seru bersahutan
sepanjang senja langit kuning, topan menderu dari Utara
Malam menggigil, subuh berkabut menutupi fajar
Dan ketika kata-kata perpisahan mereka ucapkan
terdengar ada dahan yang patah. Dalam gemuruh angin
antara senja dan pagi, terasa, bahasa mereka sudah berubah
"Kata bukan sabda
bila setia tak lestari
cinta lepas dari puisi".
1982
Sumber: Horison (Oktober, 1982)
Puisi: Simfoni
Karya: Leon Agusta
Biodata Leon Agusta:
- Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
- Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
- Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.