Seribu Bulan
Ahlan Wa Sahlan Ya Ramadhan
kugiring daging
Ke seribu mesin giling
Tak lumat lumat
Kukuririm tulang
Ke seribu lang lang
Tak tamat tamat
Mekah dan Madinah
Tak pernah istirahat
Cari seribu alamat
Rajin ngetuk pintu
Bagi bagi amnesti
Kartu ucap selamat
Mengayuh iman
Nunggang bmw dan cadilac
Nuju seribu bulan
Analisis Puisi:
Puisi "Seribu Bulan" karya Damiri Mahmud merupakan karya yang penuh dengan gambaran dan metafora yang kuat.
Metafora Daging dan Tulang: Daging dan tulang dalam puisi ini dapat diinterpretasikan sebagai simbol fisik dan rohani manusia. Ketika "daging" digiring ke seribu mesin giling tanpa henti dan "tulang" dikurirkan ke seribu lang lang, hal ini mungkin menggambarkan perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan dan kesulitan. Meskipun mengalami berbagai rintangan dan tekanan, kekuatan rohani seseorang tetap tegar dan tidak hancur.
Mekah dan Madinah: Dalam puisi, Mekah dan Madinah diwakili sebagai simbol tempat suci dan spiritualitas. Meskipun tempat-tempat ini terus sibuk dan ramai dengan aktivitas, mereka tetap menjadi pusat spiritualitas dan pencarian makna bagi banyak orang. Keberadaan Mekah dan Madinah juga mencerminkan perjalanan spiritual yang terus-menerus dalam pencarian jati diri dan kedamaian.
Pencarian dan Istirahat: Puisi menyiratkan bahwa perjalanan spiritual tidak pernah berakhir. Meskipun Mekah dan Madinah selalu sibuk mencari "seribu alamat" dan "ngetuk pintu", mereka tidak pernah istirahat. Hal ini menunjukkan bahwa pencarian spiritual adalah perjalanan tanpa akhir, yang selalu menuntut usaha dan kesungguhan.
Iman dan Dunia Material: Ada kontras antara "mengayuh iman" dan "nunggang BMW dan Cadilac". Ini menyoroti pertentangan antara nilai-nilai spiritual dan kehidupan dunia material. Meskipun banyak yang mencari kedamaian spiritual, tetapi kehidupan modern sering kali mendorong kita untuk terjebak dalam materi dan kemewahan.
Tujuan Akhir: Seribu Bulan: Ungkapan "nuju seribu bulan" mungkin merujuk pada pencapaian tingkat spiritual yang sangat tinggi. "Seribu bulan" bisa jadi merupakan metafora untuk keberadaan yang abadi dan ketenangan yang abadi, suatu tempat di mana perjalanan spiritual mencapai puncaknya dan manusia mencapai kedamaian sejati.
Dengan demikian, melalui penggunaan metafora yang kuat dan gambaran yang mendalam, puisi "Seribu Bulan" karya Damiri Mahmud mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan spiritual dan pentingnya mencari makna di tengah kesibukan dunia modern.
Puisi: Seribu Bulan
Karya: Damiri Mahmud
Biodata Damiri Mahmud:
- Damiri Mahmud lahir pada tanggal 17 Januari 1945 di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara.
- Damiri Mahmud meninggal dunia pada tanggal 30 Desember 2019 (pada usia 74) di Deli Serdang, Sumatra Utara.