Pinisi Berlayar ke Laut Diri
Ketika Gandrang Pakanjara sedang ditabuh
pantai Bulukumba beringsut
menjauh dari tubuh pinisi
para ibu, anak-anak sepenggal alam yang ditinggal
melayangkan mantera dan doa-doa
nyanyian dan tari mendayu
menghentak!
angin pun mulai bercumbu dengan layar
lihat ke depan! menoleh cumalah pertautan
sesat dengan posi bola dan doa-doa
yang mengantar
kekuatan kita di sini!
pusat laut
yang mengabarkan keluasan
dituju
jangan menoleh
tatap ke depan!
Kita kini menyusur Selat Makassar
meraih cakrawala
busur panah kehormatan Bugis
yang melontar anak-anak panah kebaikan
dan kesiapan untuk mati
di laut
tak ada lelaki
yang hidupnya di ubun
kata pasti
yang hatinya tak bercuka
oleh khianat
yang nadi dan urat-uratnya
tak berulat
oleh rasa kecut seorang banci
yang tak bisa menghentak kata:
Bajikangngangi tallanga
Natowalia
Masuk, menusuk
di keluasan tak bertepi kelam laut
hoi! ada yang bergerak di depan!
itu tak hanya tanda datangnya angin barubu
itu anaknya topan; segera membesar!
rasakan hentaknya di oleng perahu
menghempas!
membanting!
mematikan!
jangan panik, jangan menambah gemuruhnya
rasa takut! pasang kesabaran sambil menyimak!
para lelaki
turunkan layar, jangan ulur jangkarmu
kita sedang menusuk ke depan
dengan mantera Aggaragaji
topan adalah sahabat
hati terbelah
untuk diterobos!
anggaragaji hidup mati!
bagi para lelaki, inilah saat
mencipta pelayaran panjang
ke laut diri!
Bulukumba, 1990
Sumber: Jalan Menuju Jalan (2007)
Catatan:
Gandrang Pakanjara: Gendang khas Sulawesi Selatan
Posi bola: Pusat rumah
Bajikangngangi tallanga natowalia: Lebih baik mati tenggelam daripada balik ke pantai
Barubu: Angin sepoi
Anggaragaji: Metode terobosan; breakthrought
Puisi: Pinisi Berlayar ke Laut Diri
Karya: Rahman Arge
Biodata Rahman Arge:
- Rahman Arge (Abdul Rahman Gega) lahir pada tanggal 17 Juli 1935 di Makassar, Sulawesi Selatan.
- Rahman Arge meninggal dunia pada tanggal 10 Agustus 2015 (pada usia 80).
- Edjaan Tempo Doeloe: Rachman Arge.