Puisi: Ibukota (Karya Rahman Arge)

Puisi "Ibukota" karya Rahman Arge mengungkapkan perasaan dan pandangan tentang Jakarta sebagai ibukota Indonesia. Melalui gaya bahasa yang ....
Ibukota


Jakarta, ibukota, ibu yang kembali
terluka
Jalan-jalan berasap, toko-toko terbakar
baru saja sebuah orde berlalu
tapi adakah yang berlalu?
nampaknya beginilah percaturan kuasa
setiap kali hadir terluka
dan melukai
Jakarta, ibukota, ibu
kita kembali cuma bisa berkata-kata
dalam bisik yang panjang
di bawah bayang-bayang bedil


Jakarta-Malari, 1974

Sumber: Jalan Menuju Jalan (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Ibukota" karya Rahman Arge adalah sebuah karya yang mengungkapkan perasaan dan pandangan tentang Jakarta sebagai ibukota Indonesia. Melalui gaya bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini menyoroti realitas sosial dan politik yang terjadi di ibukota, serta menggambarkan bagaimana Jakarta menjadi saksi perubahan dan pergolakan.

Tema Sentral: Tema utama puisi ini adalah tentang Jakarta sebagai ibukota dan kota yang terus berubah dalam konteks sosial dan politik. Pengarang menggambarkan suasana terluka dan terbakar sebagai representasi dari perubahan dan pergolakan yang dialami oleh kota.

Deskripsi Jakarta: Puisi ini menciptakan gambaran visual tentang kondisi Jakarta dengan kata-kata yang sederhana namun kuat. "Jalan-jalan berasap, toko-toko terbakar" menggambarkan suasana kacau dan terbakarnya toko-toko akibat peristiwa-peristiwa yang terjadi. Pengarang menggunakan imaji asap dan api untuk menggambarkan ketidakstabilan dan konflik yang melanda kota.

Percaturan Kuasa: Puisi ini mencerminkan pandangan kritis terhadap dinamika kekuasaan dan politik di Jakarta. "Beginilah percaturan kuasa" menggambarkan bagaimana perubahan kekuasaan dan politik dapat berdampak pada kehidupan masyarakat dan kota. Kata "percaturan" merujuk pada pertarungan dan manipulasi di dalam dunia politik.

Siklus Perubahan dan Pergolakan: Pengarang menggunakan frasa "setiap kali hadir terluka dan melukai" untuk menggambarkan siklus perubahan dan pergolakan yang terjadi secara berulang di Jakarta. Kota ini terluka akibat peristiwa-peristiwa tertentu dan pada gilirannya, juga ikut melukai masyarakatnya.

Refleksi dan Bisikan Panjang: Puisi ini mengekspresikan perasaan refleksi dan keprihatinan melalui kalimat "kita kembali cuma bisa berkata-kata dalam bisik yang panjang di bawah bayang-bayang bedil." Ungkapan ini menggambarkan bagaimana masyarakat merasa tidak memiliki kendali atas situasi dan hanya bisa merenungkan serta berbicara dalam keadaan yang tidak pasti.

Puisi "Ibukota" karya Rahman Arge adalah sebuah karya yang menggambarkan Jakarta sebagai ibukota yang terus berubah dan terluka akibat perubahan sosial dan politik. Dengan menggunakan gambaran visual dan kata-kata yang sederhana namun kuat, puisi ini menggambarkan suasana kota yang terbakar oleh pergolakan dan mencerminkan pandangan kritis terhadap percaturan kuasa dan perubahan yang terjadi.

Rahman Arge
Puisi: Ibukota
Karya: Rahman Arge

Biodata Rahman Arge:
  • Rahman Arge (Abdul Rahman Gega) lahir pada tanggal 17 Juli 1935 di Makassar, Sulawesi Selatan.
  • Rahman Arge meninggal dunia pada tanggal 10 Agustus 2015 (pada usia 80).
  • Edjaan Tempo Doeloe: Rachman Arge.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.