Hotel Siantar
antar aku ke siantar sumatera sebuah gedung tua arsitektur olanda kaku namun teduh dan kukuh pilar-pilarnya membentang di hadapan kita halamannya gelap dengan beringin berjela burung-burung hinggap memadu cinta di sana
sambil duduk di kursi goyang dalam sebuah ruang menekan tuts-tuts piano kuna memandang lukisan rembrant duplikasinya tentu mengisap asap serutu buatan eropa aku lihat serombongan koeli tembakau deli terbungkuk-bungkuk dihalau bagai kawanan kerbau teken kontrak lagi gaji ludas diraup bandar judi diundang maskepai dari shanghai ngantuk malas merabuk afdeling buat gusar toean besar mandor dan centeng melecut cambuk berkali-kali darah meleleh-leleh di bumi
toean raflen sesten kebon kesepian dalam senja renyai nyonya liburan pulang ke nederland mau dansa di rumah bola depan hotel de boer medan sudah bosan, "mbok panggil ningsih jadi nyai pandai menari malam ini"
"santap malam, tuan" pelayan restoran, "silakan cicipi"
Analisis Puisi:
Puisi "Hotel Siantar" karya Damiri Mahmud mengeksplorasi masa lalu Indonesia, terutama dalam konteks Sumatera pada masa kolonial.
Penelusuran Sejarah: Penyair membawa pembaca ke kota Siantar di Sumatera, menyoroti sebuah gedung tua dengan arsitektur ala Belanda yang masih berdiri tegak. Gedung itu menjadi simbol kehadiran kolonial Belanda di daerah tersebut. Pilar-pilar kokohnya merefleksikan masa lalu yang kuat.
Kritik Terhadap Kolonialisme: Dalam puisi ini, penyair menampilkan gambaran kehidupan sehari-hari pada masa kolonial. Ia menyentuh beberapa aspek, termasuk tekanan dari atasan Belanda terhadap pekerja lokal, perlakuan buruk terhadap koeli (pekerja) hingga kondisi sepi dan kesepian seorang tuan yang kehilangan minat pada kesenangan kolonial.
Kehidupan Sehari-hari: Penyair mengeksplorasi aktivitas harian di Hotel Siantar, mulai dari hiburan hingga urusan sehari-hari. Gambaran koeli yang bekerja di perkebunan tembakau Deli, pemandangan orang Belanda yang kelelahan dari rutinitas dan bosan akan hiburan kolonial menunjukkan realitas pahit yang ada di balik citra kolonialisme yang glamor.
Dialog dan Gambaran Kehidupan: Puisi ini mencakup dialog yang menggambarkan interaksi antara orang-orang Belanda dan masyarakat setempat serta gambaran keseharian mereka. Penyair menciptakan kontras antara hiburan kolonial yang terpampang di depan hotel dengan kenyataan pahit yang terjadi di baliknya.
Kritik Terhadap Kondisi Sosial: Puisi ini mengungkapkan kritik terhadap kondisi sosial di bawah penjajahan Belanda di Indonesia, menyoroti ketidakadilan, penindasan, dan kesenjangan sosial antara penduduk lokal dan kolonialis Belanda.
Puisi "Hotel Siantar" merupakan sebuah karya sastra yang mengungkapkan realitas yang tersembunyi di balik citra kehidupan kolonial yang glamor. Penyair menyoroti ketidakadilan dan kesenjangan sosial serta menampilkan gambaran realitas kehidupan sehari-hari pada masa tersebut. Ini adalah kritik sosial dan sejarah yang dalam terhadap masa kolonial di Indonesia.
Puisi: Hotel Siantar
Karya: Damiri Mahmud
Biodata Damiri Mahmud:
- Damiri Mahmud lahir pada tanggal 17 Januari 1945 di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara.
- Damiri Mahmud meninggal dunia pada tanggal 30 Desember 2019 (pada usia 74) di Deli Serdang, Sumatra Utara.