Di Jalan Bali Ada Tetes Bagai Hujan
(pension wilhelmina oktober 1945)
Lencana merah-putih
tersemat di dada
seorang pemuda
lewat di muka pension wilhelmina
di jalan bali
asrama para nica
disergap seorang knil
dengan kesetiaan seekor anjing
lebih belanda dari belanda
"verdommen" sergahnya terpatah-patah
dijembanya lencana dari dada
diinjaknya sampai lumat
berkobar api dari sana
"Hah! Ini warna apa!
Anjing Soekarno, ya! Mau merdeka?!"
(Dijahit Ibu Fatmawati
pertama kali
hening dinihari
di malam Ramadan
lalu berkibar pagi hari
Pegangsaan Timur 56
menatap penuh kenangan)
Para pedagang kaki lima
penuh di persimpangan Sutomo dan Bali
sedang mengais rejeki
tersengat melihat lencana
merah-putih
diinjak begitu rupa
tak lagi hirau dagangan lipu
sama menyerbu
pension wilhelmina
asrama nica
melawan dengan seadanya
tapi semangat menggebu
parang, pisau, dan palu
berhadapan dengan senapan dan sten-gun
peluru dan asap mesiu
pension wilhelmina di jalan bali
satu hari
tak ada tetes hujan
bulan oktober empat-lima
namun ada yang tetes bagai hujan
mengalir menggenang
basahi medan
tubuh-tubuh terbujur kaku
bersimbah darah
pemuda dan pedagang lemah
tak sempat tercatat dalam sejarah
tapi saksi tak pernah bisu
di persimpangan bali-sutomo
agak ke hulu
berdiri tugu peringatan di situ
Analisis Puisi:
Puisi "Di Jalan Bali Ada Tetes Bagai Hujan" karya Damiri Mahmud menggambarkan peristiwa bersejarah yang terjadi di Jalan Bali, tempat terjadinya salah satu pertempuran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Latar Sejarah: Puisi ini mengambil latar belakang sejarah yang terjadi pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia. Peristiwa di Jalan Bali adalah simbol dari perlawanan rakyat Indonesia terhadap penjajahan Belanda dan upaya mereka untuk merebut kemerdekaan.
Simbolisme Bendera: Penggunaan lencana merah-putih sebagai simbol kemerdekaan dan nasionalisme Indonesia sangat kuat. Saat lencana tersebut diinjak-injak oleh penjajah, hal itu memicu emosi dan semangat perlawanan dari rakyat.
Perlawanan Rakyat: Puisi ini menggambarkan semangat perlawanan yang tumbuh dari rakyat, terutama para pedagang kaki lima dan pemuda yang berani melawan kekuatan penjajah dengan apa yang mereka miliki. Meskipun terjadi pertempuran yang tidak seimbang, semangat perlawanan tidak pernah padam.
Pengorbanan dan Penghargaan: Meskipun banyak korban yang gugur, termasuk pemuda dan pedagang yang tak tercatat dalam sejarah resmi, puisi ini memberikan penghargaan kepada mereka sebagai saksi yang tidak pernah bisu terhadap peristiwa tragis tersebut.
Simbol Tugu Peringatan: Puisi ini menutup dengan mengacu pada tugu peringatan yang didirikan di persimpangan Bali-Sutomo sebagai penghormatan bagi para pahlawan yang gugur dalam peristiwa tersebut. Tugu tersebut menjadi simbol keberanian dan pengorbanan mereka.
Melalui puisi ini, Damiri Mahmud tidak hanya mengabadikan peristiwa bersejarah, tetapi juga menghidupkan kembali semangat perjuangan dan pengorbanan yang menjadi bagian dari sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya memahami dan menghargai perjuangan para pahlawan yang telah berjuang demi kemerdekaan dan martabat bangsa.
Puisi: Di Jalan Bali Ada Tetes Bagai Hujan
Karya: Damiri Mahmud
Biodata Damiri Mahmud:
- Damiri Mahmud lahir pada tanggal 17 Januari 1945 di Hamparan Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara.
- Damiri Mahmud meninggal dunia pada tanggal 30 Desember 2019 (pada usia 74) di Deli Serdang, Sumatra Utara.