Apologi
Buat Saudaraku Seorang Prajurit
(dari kemelut langit yang gaib
Sang Maut singgah mendaulat
saudaraku seorang prajurit
kau tentu masih ingat padanya
karena kau ikut waktu kita
menyanyikan lagu "Padamu Negeri"
dalam satu paduan suara bersama
sampai airmata kita berlinangan)
(1)
Bulan April di Jakarta, mentari meleleh ke bumi
Khalayak berbondong sepanjang trotoir, pesta pawai
bersorak-sorai, bersahutan dengan yang berkendara
keliling kota, makin riuh dan gegap gempita
Aku tak mampu menjelaskan dengan kata-kata, kenapa
orang-orang sampai kesurupan; bahkan nyaris kesetanan
Jauh di dasar kalbuku, aku sudah lama mengerti.
(2)
Senapan itu masih membisu, tergayut di bahuku
Sejak dingin membasuh pagi sampai hari menderu
Kemudian siang berdentam panggil memanggil
Dan langit menyahut dengan suara mengeram berseru
"Terimalah takdir bagimu"
Di siang yang teramat riuh
aku terjerat dalam sepi, merasa sendiri
Hingga tak kudengar seruan itu
Entah kenapa, bahkan aku tak mendengar apa-apa
Hingga takdir itu tak mungkin terelakkan
(rasanya aku masih sempat melihat
di antara ribuan tangan yang melambai
ibu saudaraku sedang tersenyum)
Jariku menarik pelatuk lantas senapan itu meledak
Sebutir peluru menyambar kepala perempuan itu
Aku hendak menjerit tapi tenggorokanku terkunci
Ya, Allah. Di bawah langit siang tiba-tiba sepi
Innalillahi wa innailaihi roji'un.
(3)
Beribu kutukan kudengar, tak kuasa membuat aku
mengutuki diriku. Namun aku menangis. Memohon beribu kali
pada bumi dan negeriku agar airmataku diterima
Ya, aku menangis, nyaris tak bisa henti, sampai aku
menyerah kepada-Mu, ya Allah, dengan segala duka
Beratus ribu pengantar jenazah dalam satu arakan panjang
berjalan merunduk menuju pemakaman sambil mendengungkan
nama-Mu, memanjatkan doa bersama dengan suara yang syahdu
Sementara aku berdoa sendirian, bersimpuh di lantai
ditemani sepasang malaikat yang turun dari langit berkabut
Dengan sesal membeku dan harapan yang pedih
Kami mencari naungan kasih-Mu yang damai
Ya Allah. Tunjukilah kami.
1982
Sumber: Horison (Oktober, 1982)
Puisi: Apologi
Karya: Leon Agusta
Biodata Leon Agusta:
- Leon Agusta (Ridwan Ilyas Sutan Badaro) lahir pada tanggal 5 Agustus 1938 di Sigiran, Maninjau, Sumatra Barat.
- Leon Agusta meninggal dunia pada tanggal 10 Desember 2015 (pada umur 77) di Padang, Sumatra Barat.
- Leon Agusta adalah salah satu Sastrawan Angkatan 70-an.