Puisi: Mengapa Serapuh Itu? (Karya Sutan Takdir Alisjahbana)

Puisi "Mengapa Serapuh Itu?" karya Sutan Takdir Alisjahbana mengajak pembaca untuk merenungkan tentang arti dari penderitaan dan kesedihan, serta ....
Mengapa Serapuh Itu?

Sebagai rama engkau menjelma,
Gemerlapan girang bermain di sinar.
Seri semata pancaran matamu
Bercahaya-cahaya melihat dunia.

Dari dasar kalbumu dalam,
Bibir berbunga gelak senyum.
Bernyanyi engkau di jalan hidup,
Suara melagu ke mana pergi.

Gembira suka orang segala
Dalam cahaya engkau tebarkan.
Mungkinkah, Tuhan, dewi girangku
Rebah terbaring demikian rupa?

Tiada bergerak tiada berkata,
Manakah gelah manakah senyum?
Bangun aniku bangun,
Mengapa rebah diam selalu?

Dengarkan kamas suaramu nyaring,
Lihatkan kamas matamu nyaring!
Mengapa putih pasi wajahmu,
Mana merahnya mana cahayanya?

Wahai, mengapa matanya
Memandang tiada bersinar?
Rupa hidup segelisah itu
Kaku terhantar tiada bergerak.

Tuhanku! umatmu tiada mengerti
Hidup di dunia serapuh ini!

27 April 1935

Sumber: Tebaran Mega (1935)

Analisis Puisi:

Puisi "Mengapa Serapuh Itu?" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebuah ungkapan yang mendalam tentang misteri kehidupan, kesedihan, dan ketidakmengertian manusia terhadap takdir yang sering kali penuh dengan penderitaan dan keterbatasan. Melalui pernyataan yang puitis dan pertanyaan retoris, penyair merenungkan mengapa kebahagiaan dan kegembiraan seseorang bisa berubah menjadi penderitaan dan kesedihan.

Tema

Tema utama dari puisi ini adalah ketidakmengertian manusia terhadap penderitaan dan keterbatasan dalam kehidupan. Penyair mengekspresikan keheranan dan kebingungan atas perubahan drastis dalam keadaan seseorang yang dulunya begitu ceria dan gembira, namun kini rebah dan diam tanpa kehidupan.

Struktur

Puisi ini terdiri dari tujuh bait dengan pola empat baris per bait, kecuali bait terakhir dengan hanya dua baris, menciptakan ritme yang berirama dan mengalir seperti aliran pemikiran yang menggambarkan pergulatan batin penyair. Struktur puisi ini membantu dalam menyampaikan pesan dengan efektif dan kuat.

Gaya Bahasa

Alisjahbana menggunakan berbagai perangkat gaya bahasa untuk mengungkapkan kompleksitas perasaan dan pemikiran dalam puisi ini:
  1. Imaji: Penggambaran visual tentang "gembira suka" dan "putih pasi wajahmu" menciptakan gambaran yang kuat tentang perubahan drastis dalam keadaan seseorang.
  2. Personifikasi: Penyair mempersonifikasi kegembiraan sebagai "dewi girang" yang rebah terbaring tanpa kehidupan, menciptakan kesan tentang betapa takdir dapat mengubah seseorang secara tiba-tiba.
  3. Retorika: Penggunaan pertanyaan retoris seperti "Mengapa putih pasi wajahmu, Mana merahnya mana cahayanya?" mengundang pembaca untuk merenungkan dan mempertanyakan arti dari penderitaan dan kesedihan.

Makna dan Simbolisme

  1. Serapuh Itu: Mungkin melambangkan kerapuhan dan keterbatasan manusia, serta bagaimana takdir dapat mengubah kondisi seseorang secara tiba-tiba dan tidak terduga.
  2. Kamas: Mungkin melambangkan kehilangan atau kekosongan dalam kehidupan seseorang, serta bagaimana kebahagiaan dan kegembiraan dapat hilang begitu saja.
Puisi "Mengapa Serapuh Itu?" karya Sutan Takdir Alisjahbana adalah sebuah refleksi yang mendalam tentang misteri kehidupan dan ketidakmengertian manusia terhadap penderitaan dan keterbatasan dalam takdir. Melalui bahasa yang puitis dan pertanyaan retoris, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan tentang arti dari penderitaan dan kesedihan, serta bagaimana manusia dapat mengatasi ketidakmengertian terhadap takdir yang sering kali penuh dengan teka-teki dan ketidakpastian.

Sutan Takdir Alisjahbana
Puisi: Mengapa Serapuh Itu?
Karya: Sutan Takdir Alisjahbana

Biodata Sutan Takdir Alisjahbana:
  • Sutan Takdir Alisjahbana lahir pada tanggal 11 Februari 1908 di Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara.
  • Sutan Takdir Alisjahbana meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 1994.
  • Sutan Takdir Alisjahbana adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.