Lagu Orang Usiran
Misalkan, kota ini punya penduduk sepuluh juta
Ada yang tinggal dalam gedung, ada yang tinggal dalam gua
Tapi tidak ada tempat buat kita, sayangku, tapi tidak ada tempat buat kita.
Pernah kita punya negri, dan terkenang rayu
Lihat dalam peta, akan kau ketemu di situ
Sekarang kita tidak bisa ke situ, sayangku, sekarang kita tidak bisa ke situ.
Di taman kuburan ada sebatang pohon berdiri
Tumbuh segar saban kali musim semi
Pasjalan lama tidak bisa tiru, sayangku, pasjalan lama tidak bisa tiru.
Tuan Konsol hantam meja dan berkata:
"Kalau tidak punya pasjalan, kau resmi tidak ada."
Tapi kita masih hidup saja, sayangku, tapi kita masih hidup saja.
Datang pada satu panitia, aku ditawarkan korsi
Dengan hormat aku diminta supaya datang setahun lagi
Tapi ke mana kita pergi ini hari, sayangku, ke mana kita pergi ini hari.
Tiba di satu rapat umum; pembicara berdiri dan kata:
"Jika mereka boleh masuk, mereka colong beras kita."
Dia bicarakan kau dan aku, sayangku, dia bicarakan kau dan aku.
Kukira kudengar halilintar di langit membelah
Adalah Hitler di Eropah yang bilang: "Mereka mesti punah."
Ah, kitalah yang dimaksudnya, sayangku, ah kitalah yang dimaksudnya.
Kulihat anjing kecil dalam baju panas terjaga
Kulihat pintu terbuka dan kucing masuk begitu saja
Tapi bukan Yahudi Jerman, sayangku, tapi bukan Yahudi Jerman.
Turun ke pelabuhan dan aku pergi berdiri ke tepi
Kelihatan ikan-ikan berenang merdeka sekali
Cuma sepuluh kaki dari aku, sayangku, cuma sepuluh kaki dari aku.
Jalan lalu hutan, terlihat burung-burung di pohon
Tidak punya ahli-politik bernyanyi ria mereka konon
Mereka bukanlah para manusia, sayangku, mereka bukanlah para manusia.
Kumimpi melihat gedung yang bertingkat seribu
Berjendela seribu dan berpintu seribu
Tidak ada satupun kita punya, sayangku, tidak ada satupun kita punya.
Berdiri di alun-alun besar ditimpa salju
Sepuluh ribu serdadu berbaris datang dan lalu
Mereka mencari kau dan aku, sayangku, mereka mencari kau dan aku.
Sumber: Chairil Anwar Pelopor Angkatan 45 (1956)
Analisis Puisi:
Puisi "Lagu Orang Usiran," yang diterjemahkan oleh Chairil Anwar, menggambarkan perasaan ketidakmampuan dan pengusiran yang dialami oleh orang-orang dalam masyarakat. Puisi ini mencerminkan ketidakadilan sosial dan politik serta perasaan ketidakpastian dan kehilangan tempat.
Penggambaran Ketidakadilan Sosial: Puisi ini menggambarkan ketidakadilan sosial di tengah masyarakat yang memiliki disparitas besar antara kelompok-kelompok yang berkuasa dan yang terpinggirkan. Penyair mengilustrasikan bahwa ada yang tinggal dalam gedung mewah dan ada yang tinggal dalam gua, tetapi tidak ada tempat untuk mereka yang terusir. Hal ini mencerminkan kontras antara kekayaan dan kemiskinan dalam masyarakat.
Kehilangan Tempat: Puisi ini menyoroti perasaan kehilangan tempat atau pengusiran yang dirasakan oleh kelompok tertentu dalam masyarakat. Penyair merasa bahwa tidak ada tempat buat mereka, bahkan ketika ada tempat-tempat untuk orang lain. Puisi ini mengekspresikan rasa frustasi dan tidak memiliki tempat yang aman atau nyaman.
Nostalgia akan Masa Lalu: Penyair merenung tentang masa lalu ketika mereka memiliki negara dan tempat yang mereka panggil sendiri. Nostalgia akan masa-masa yang telah berlalu menggambarkan perasaan kerinduan dan kehilangan akan keadaan yang lebih baik di masa lalu.
Ketidakpastian dan Keputusasaan: Puisi ini mengungkapkan perasaan ketidakpastian dan keputusasaan dalam menghadapi situasi yang sulit. Penyair merasa tidak tahu ke mana harus pergi atau apa yang harus dilakukan. Ketidakmampuan untuk menemukan solusi atau jalan keluar menciptakan perasaan putus asa.
Penolakan dan Pengabaian: Puisi ini mencerminkan penolakan dan pengabaian yang dirasakan oleh orang-orang yang terpinggirkan. Mereka dianggap tidak penting atau tidak diakui oleh pihak yang berkuasa, seolah-olah mereka tidak punya tempat dalam masyarakat.
Puisi "Lagu Orang Usiran" oleh Chairil Anwar menggambarkan perasaan ketidakmampuan, ketidakpastian, dan ketidakadilan yang dialami oleh kelompok-kelompok terpinggirkan dalam masyarakat. Melalui penggambaran yang kuat dan emosional, puisi ini menyoroti masalah sosial dan politik serta mengungkapkan perasaan kehilangan tempat dan identitas.
Puisi: Lagu Orang Usiran
Diterjemahkan oleh: Chairil Anwar
Karya asli: W.H. Auden
Judul asli: Song XXVIII
Biodata Chairil Anwar:
- Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
- Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
- Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.