Obladi Oblada
Asap keluar pintu
Rokok menjuntai di tangan
Radio bernyanyi
Siapa keluar pintu
Obladi oblada
Dia datang mengambil lem di meja
Apa yang melekat di hatimu di hatiku
Orang membaca orang mengetik orang menulis
Obladi oblada
Mondar mandir saja di kamar
Waktu
Terus saja berlagu
Terus saja tak mau tahu
Obladi oblada
Gelap yang lepas tutupnya
Airmata tak tumpah
Kursi tak ada orangnya
Minta aku sudi mengawani
Tapi aku takmau tapi tak omong padamu
Obladi oblada nyanyikan waktu nyanyikan waktu
Orang mengetik orang menulis orang diskusi
Cuma Cuma Cuma Cuma Cuma Cuma
Cumi cumi mengeluarkan tinta
Di tangan nelayan
Obladi oblada
Sumber: O Amuk Kapak (1981)
Analisis Puisi:
Sutardji Calzoum Bachri dikenal sebagai salah satu penyair terkemuka dalam sastra Indonesia, dengan gaya penulisan yang sering kali bersifat eksperimental dan penuh dengan permainan bahasa. Puisi "Obladi Oblada" adalah salah satu karya Sutardji yang menampilkan penggunaan bahasa yang unik, dengan pengulangan frasa yang khas serta gambaran visual dan audio yang menghidupkan suasana tertentu. Judul puisi ini mengambil frasa "Obladi oblada", yang mungkin mengingatkan kita pada lagu terkenal The Beatles, tetapi dalam konteks ini, Sutardji memanfaatkan frasa tersebut untuk menciptakan irama dan makna yang berbeda.
Makna dan Interpretasi
- Penggunaan Frasa "Obladi Oblada": Frasa "Obladi oblada" muncul beberapa kali dalam puisi ini dan tampaknya digunakan sebagai semacam mantra atau pengulangan yang memberikan ritme tertentu pada puisi. Pengulangan ini menciptakan nuansa yang sedikit absurd, seakan-akan menggambarkan kehidupan yang terus berlanjut tanpa makna yang jelas atau tanpa adanya tujuan yang pasti. Hal ini sejalan dengan gaya khas Sutardji yang sering bermain dengan absurditas dan paradoks.
- Visualisasi Kehidupan Sehari-hari: Pada baris-baris awal, kita melihat deskripsi yang sangat visual tentang rutinitas sehari-hari: "Asap keluar pintu", "Rokok menjuntai di tangan", "Radio bernyanyi". Ini adalah gambar-gambar yang sangat nyata dan dapat langsung membangkitkan suasana sebuah ruang yang diisi oleh kebiasaan sehari-hari yang monoton. Kehadiran "lem di meja" menambah kesan tentang adanya sesuatu yang melekat, baik secara fisik maupun emosional, di hati si tokoh dalam puisi ini.
- Waktu dan Kesadaran: Puisi ini juga mengangkat tema tentang waktu. Frasa "Waktu / Terus saja berlagu / Terus saja tak mau tahu" mencerminkan bagaimana waktu terus bergerak tanpa peduli dengan apa yang terjadi di sekitar kita. Waktu berjalan, tanpa kompromi, tanpa henti, dan manusia tampaknya hanya menjadi penonton yang tak berdaya terhadap aliran waktu ini.
- Kesepian dan Ketidakhadiran: Aspek kesepian juga tampak menonjol dalam puisi ini, terutama dalam baris "Kursi tak ada orangnya / Minta aku sudi mengawani". Ada kursi kosong yang mungkin melambangkan ketidakhadiran seseorang, permintaan akan kehadiran yang tidak dijawab, dan mungkin rasa keterasingan dari orang-orang di sekitar. Kesepian ini diperkuat oleh fakta bahwa "aku takmau tapi tak omong padamu", menunjukkan perasaan terisolasi yang tidak terkomunikasikan.
- Simbolisme "Cumi Cumi": Simbol "Cumi cumi mengeluarkan tinta" bisa diartikan sebagai ekspresi kreatif atau pelarian dari kenyataan. Cumi-cumi yang mengeluarkan tinta adalah gambaran tentang bagaimana makhluk tersebut melindungi dirinya atau mencoba bersembunyi, mungkin mencerminkan cara penyair atau orang dalam puisi ini berusaha menghindari atau melarikan diri dari kenyataan yang mereka hadapi.
Gaya Bahasa dan Struktur
Gaya bahasa dalam puisi ini mencerminkan ciri khas Sutardji yang eksperimental, dengan penggunaan repetisi, ritme, dan kata-kata yang diulang-ulang untuk menciptakan efek tertentu. Struktur puisi yang tidak teratur dan mengalir dengan bebas memberikan kesan spontanitas, seolah-olah puisi ini adalah aliran pemikiran yang ditulis langsung tanpa banyak penyaringan. Ini mencerminkan pendekatan Sutardji terhadap bahasa, di mana kata-kata bukan hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai entitas independen yang memiliki kekuatan dan makna tersendiri.
Puisi "Obladi Oblada" adalah puisi yang menantang pembaca untuk melihat ke dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang berbeda, menyoroti absurditas, kesepian, dan ketidakpedulian waktu. Melalui permainan bahasa dan struktur yang tidak konvensional, Sutardji Calzoum Bachri berhasil menciptakan sebuah karya yang tidak hanya indah dari segi bunyi, tetapi juga dalam menyampaikan perenungan mendalam tentang eksistensi manusia. Puisi ini mengajak kita untuk merenung tentang rutinitas, kesepian, dan bagaimana kita berinteraksi dengan waktu dan realitas di sekitar kita.
Karya: Sutardji Calzoum Bachri
Biodata Sutardji Calzoum Bachri:
- Sutardji Calzoum Bachri lahir di Rengat, Indragiri Hulu, Riau, pada tanggal 24 Juni 1941.
- Sutardji Calzoum Bachri merupakan salah satu pelopor penyair angkatan 1970-an.