Puisi: Persku Sayang, Persku Malang (Karya Rosihan Anwar)

Puisi "Persku Sayang, Persku Malang" karya Rosihan Anwar merupakan sebuah refleksi mendalam terhadap perkembangan media pers di Indonesia, dengan ...
Persku Sayang, Persku Malang
Dibuat dalam rangka Hari Pers Nasional

Aku bagaikan 'alien'
Penduduk planet lain
Tamu angkasa luar yang dengan kendaraan piring terbang UFO
Mendarat di bumi Anno 2005
Begitulah dengan imajinasi seniman kurang lebih perasaanku
Tatkala melihat pers Indonesia kini
Lalu membandingkan dengan 50 tahun silam
Alangkah bedanya!

Kulihat penampilan surat kabar sekarang
Halamannya sampai berpuluh-puluh banyaknya
Cetakannya rapi, in technicolor, amat cemerlang
Hurufnya canggih, sampai teks mini-ads pun dapat dibaca
Iklannya melimpah ruah mendatangkan banyak fulus
Kubanding koran jaman liberal
Halamannya cuma empat doang
Wujudnya sedikit lebih daripada koran jaman revolusi yang pakai kertas merang
Iklannya secuil, akibatnya mafis fulus
Alangkah bedanya!

Kulihat penerbitan porno memasuki pasar dengan leluasa
Gambar buka-bukaan dijajakan tanpa malu
Tidak perdu apakah dampaknya merusak jiwa
Dan akhlak generasi muda
Bagi penerbitnya yang penting
Produk laku, dan uang masuk pasti laku
Untuk selebihnya:
I don't care about moraty!

Kuamati pers Indonesia sekarang
Tergolong pers yang bebas di dunia
Tiada lagi terpasung seperti di zaman
Soeharto dan Soekarno
Yang seenaknya membredel dan membunuh
Surat kabar / majalah
Sebab kedua presiden itu bersemboyan:
I don't care about democracy!

Kuamati juga pers Indonesia yang bebas itu
Tidak disukai oleh kekuatan-kekuatan persekutuan
Kaum kuasa politik dengan kaum kuasa uang
Yang dengan cara terbuka dan tersembunyi
Mau mengendalikan lagi pers dan wartawan
Seperti di zaman demokrasi terpimpin ala Soekarno
Atau di zaman demokrasi Pancasila ala Soeharto

Kucatat pers Indonesia berkembang sesuai kodratnya
Ada yang maju menjadi konglomerat multi-media
Dengan gejala baron-baron pers
Dengan wadah grup-grup yang menggurita
Ada pula yang layu, mati berguguran
Karena tidak mampu bersaing dalam pertarungan pasar bebas

Kucatat kondisi situasi wartawan Indonesia
Ada yang posisi ekonominya bagus
Karena bekerja pada koran yang telah mantap
Ada yang posisi kerjanya bagaikan hamba sahaya
Dalam hubungan dengan majikan bos
Ada yang punya kebebasan bergerak yang lumayan
Tapi ada pula yang sampai tidak tidak bisa menghadiri Porwanas
Karena dilarang oleh bos group ikut
Siapa takut?

Kucatat wartwan tempo dulu bersemboyan
'Nasionalis dulu, baru jurnalis'
Sedang wartawan di jaman globalisasi berpedoman
'Makan dulu, baru wartawan'
Kesenjangan makin menganga
Antara wartawan credit card dengan wartawan amplop / melarat
Sehingga setia kawan
Solidaritas semakin langka dan gawat
Dulu idealisme masih berperan dalam kehidupan wartawan
Kini pertimbangan materialisme
Makin dominan dalam benak wartawan
Alangkah bedanya!

Kutanyakan apakah keadaan tidak tertolong lagi
Sehingga wartawan Indonesia bersikap nafsi-nafsi
Hanya mementingkan diri sendiri
Dan tiada sensitif terhadap perasaan penderitaan
Rekan-rekannya yang dilanggar tsunami di Aceh dan Sumatera Utara?

Kutanyakan apakah wartawan Indonesia
Dapat menjadi penyambung lidah rakyat
Yang mendambakan suatu masyarakat berakhlak, adil, makmur?
Yang tiap saat berkata kepada rakyat:
I care, I do care about you

Wal awalu wal akhiru
Aku kembali kepada hal pokok
Menyangkut pesan misteri hidup
Tapi terlebih dulu sebuah pantun:

Ayam putih kalau disabung
Kalau disabung patah tajinya
Orang putih kalau dicium
Kalau dicium merah pipinya

Limau manis enak rasanya
Dimakan orang bulan Puasa
Sambutan manis Pekan Baru pada kita
Akan jadi kenangan sepanjang masa

Dan kini pesannya
Sebagai dimaklumi di batu nisan Sultan Malikus Saleh
Yang memerintah kerajaan Islam Samudra Pasai di Aceh abad ke-13
Tertera kata-kata arif berikut:

Sesungguhnya dunia ini fana
Dunia ini tidaklah kekal
Sesungguhnya dunia ini ibarat
Sarang yang ditenun laba-laba

Demi sesungguhnya memadailah dunia ini
Wahai engkau yang mencari kekuasaan
Hidup ini masa pendek saja
Semuanya tentu akan mati

Pekan Baru, 9 Februari 2005

Analisis Puisi:

Puisi "Persku Sayang, Persku Malang" karya Rosihan Anwar merupakan sebuah refleksi mendalam terhadap perkembangan media pers di Indonesia, dengan menyentuh berbagai aspek sosial, politik, dan ekonomi yang terkait.

Tema dan Makna

Puisi ini mengeksplorasi tema perubahan dan tantangan yang dihadapi oleh media pers Indonesia dari masa ke masa. Rosihan Anwar menggambarkan perbedaan drastis antara pers pada masa lalu dengan masa kini, termasuk perkembangan teknologi, jumlah halaman, jenis berita, dan kebebasan pers.

Gaya Bahasa dan Imaji

Gaya bahasa yang digunakan Rosihan Anwar dalam puisi ini sangatlah khas dan puitis. Ia menggunakan gambaran-gambaran yang kuat untuk menggambarkan perbedaan antara media pers zaman dahulu dan sekarang. Misalnya, deskripsi tentang halaman surat kabar yang "sampai berpuluh-puluh banyaknya" dan "cetakannya rapi, in technicolor, amat cemerlang" mencerminkan kemajuan teknologi dan estetika dalam media masa kini.

Isu Sosial dan Politik

Puisi ini juga mengangkat isu-isu sosial dan politik yang relevan, seperti kebebasan pers, pengaruh politik terhadap media, dan eksploitasi komersial dalam penerbitan. Rosihan Anwar secara kritis menyoroti dampak dari kebebasan pers yang terbatas pada masa Soeharto dan Soekarno, serta pengaruh besar kekuatan politik dan uang terhadap konten media saat ini.

Karakteristik Rosihan Anwar dalam Puisi

Rosihan Anwar dikenal dengan gaya puitis dan kritik sosialnya yang tajam. Dalam puisi ini, ia tidak hanya menggambarkan perubahan fisik dan teknologi dalam media pers, tetapi juga mengkritisi moralitas dan tanggung jawab etis media dalam masyarakat. Penafsiran ini dapat dilihat melalui bait-bait yang mengkritisi kecenderungan materialisme dan pragmatisme dalam profesi jurnalistik.

Pesan dan Makna Filosofis

Puisi ini mengakhiri dengan pesan filosofis yang mendalam, mencerminkan keraguan dan pertanyaan akan peran media dalam menyampaikan kebenaran dan keadilan. Melalui pantun dan kalimat bijak di akhir puisi, Rosihan Anwar mengingatkan pembaca akan sifat fana dunia dan pentingnya mempertahankan nilai-nilai moralitas dalam profesi jurnalistik.

Puisi "Persku Sayang, Persku Malang" adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perjalanan panjang media pers di Indonesia, dari masa penindasan politik hingga kebebasan yang lebih besar, tetapi juga menghadapi tantangan baru dalam era globalisasi dan komersialisasi media. Rosihan Anwar menggunakan bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam untuk menyoroti kompleksitas dan dinamika dalam dunia jurnalistik, sambil mengajak pembaca untuk merenungkan peran dan tanggung jawab media dalam masyarakat yang adil dan makmur.

Puisi: Persku Sayang, Persku Malang
Puisi: Persku Sayang, Persku Malang
Karya: Rosihan Anwar

Biodata Rosihan Anwar:
  • H. Rosihan Anwar lahir pada tanggal 10 Mei 1922.
  • H. Rosihan Anwar meninggal dunia pada tanggal 14 April 2011.
© Sepenuhnya. All rights reserved.