Puisi: Melukis Ketentraman (Karya Moh. Wan Anwar)

Puisi "Melukis Ketentraman" karya Moh. Wan Anwar menjadi refleksi tentang bagaimana manusia dalam perjalanan hidupnya sering kali perlu melepaskan ...
Melukis Ketentraman

bacalah sajak-sajakku
yang ditulis dengan basmalah, yang pada setiap
kata-katanya memancar roh pendakian dan pengasingan
ke bukit dan gua tempat orang-orang mendengkur
berabad-abad. Aku menggigil ketika bersiap
melintasi lorong dingin tempat orang-orang membekukan hari-harinya.

Bandung, 1996

Analisis Puisi:

Puisi "Melukis Ketentraman" karya Moh. Wan Anwar menggambarkan pencarian makna spiritual melalui perjalanan introspektif dan pengasingan diri. Dengan gaya yang penuh simbol dan makna mendalam, puisi ini menghadirkan sebuah kontemplasi yang mencerminkan usaha manusia untuk menemukan ketenangan dan pencerahan melalui refleksi batin, pencarian spiritual, serta pengasingan dari kehidupan duniawi.

Pembukaan dengan Basmalah sebagai Simbol Spiritual

Puisi ini dibuka dengan kalimat, "bacalah sajak-sajakku / yang ditulis dengan basmalah," yang segera menekankan nuansa spiritual dan religius dalam karya ini. Basmalah adalah kalimat pembuka dalam agama Islam yang berarti Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang menunjukkan bahwa puisi ini adalah bagian dari perjalanan spiritual penyair.

Pemilihan kata basmalah menunjukkan bahwa penyair memulai pencarian dan pengembaraan rohani ini dengan penuh kesadaran terhadap kekuatan Ilahi. Ini mencerminkan bahwa setiap langkah dalam perjalanan hidup, baik dalam mendekati ketenangan maupun ketentraman, dimulai dengan mengingat dan memohon bimbingan dari Yang Maha Kuasa.

Roh Pendakian dan Pengasingan

Di baris "yang pada setiap kata-katanya memancar roh pendakian dan pengasingan / ke bukit dan gua tempat orang-orang mendengkur berabad-abad," penyair menggambarkan bagaimana setiap kata yang ditulisnya penuh dengan semangat pendakian dan pengasingan. Pendakian bisa dimaknai sebagai perjalanan menuju ketinggian spiritual, sementara pengasingan mengacu pada proses isolasi dari kehidupan duniawi, yang sering kali diperlukan untuk mendapatkan pencerahan batin.

Bukit dan gua sebagai tempat pengasingan adalah simbol spiritual yang sering ditemukan dalam berbagai tradisi keagamaan. Bukit sering kali melambangkan tempat yang tinggi, jauh dari hiruk-pikuk dunia, dan menjadi lokasi meditasi atau perenungan yang lebih mendalam. Gua juga memiliki makna serupa sebagai tempat untuk menyendiri, yang menawarkan ketenangan dan perlindungan dari gangguan dunia luar. Penyair menyebut bahwa tempat orang-orang mendengkur berabad-abad menunjukkan tempat di mana orang-orang mencari ketenangan, kedamaian, dan jawaban spiritual dalam keheningan.

Melintasi Lorong Dingin: Tantangan dalam Pencarian Spiritual

Baris "Aku menggigil ketika bersiap melintasi lorong dingin tempat orang-orang membekukan hari-harinya," mencerminkan ketakutan dan kesulitan yang dialami penyair saat bersiap untuk memasuki wilayah pengasingan dan pencarian diri. Lorong dingin menjadi simbol dari kesulitan yang harus dilalui selama perjalanan spiritual, di mana sering kali perjalanan ini penuh dengan kesendirian dan kekosongan, yang bisa membuat seseorang merasa dingin secara fisik dan emosional.

Penyebutan orang-orang membekukan hari-harinya menunjukkan bahwa banyak yang telah melalui proses ini sebelumnya, meninggalkan kehidupan duniawi dan memilih untuk menjalani kehidupan yang lebih sederhana atau spiritual, mengasingkan diri dari arus kehidupan sehari-hari. Namun, perasaan menggigil yang dialami penyair mengindikasikan bahwa perjalanan ini bukan tanpa tantangan. Ada ketakutan dan ketidakpastian yang harus dihadapi ketika seseorang berusaha untuk menemukan ketentraman dalam kesunyian.

Pencarian Makna dan Ketentraman

Puisi ini secara keseluruhan adalah sebuah refleksi tentang bagaimana manusia berusaha mencari ketentraman melalui proses pengasingan dan perenungan. Kata melukis dalam judul Melukis Ketentraman memberi kesan bahwa ketentraman bukanlah sesuatu yang datang dengan sendirinya. Sebaliknya, itu adalah hasil dari usaha sadar, seperti seorang pelukis yang dengan hati-hati menggoreskan kuasnya di atas kanvas untuk menciptakan gambaran yang diinginkan. Begitu pula dengan pencarian spiritual: ketentraman harus dicapai dengan usaha dan pengorbanan, serta melalui proses panjang yang melibatkan perjalanan batin dan pencarian makna yang lebih dalam.

Karya sebagai Manifestasi Pencarian Spiritual

Puisi "Melukis Ketentraman" karya Moh. Wan Anwar adalah sebuah karya yang menggambarkan bagaimana perjalanan spiritual bukanlah sesuatu yang mudah atau instan. Melalui penggambaran pengasingan di bukit dan gua, serta perasaan dingin dan ketidakpastian, penyair menunjukkan bahwa proses ini memerlukan ketekunan, kesabaran, dan keyakinan pada jalan yang ditempuh. Meskipun penuh dengan tantangan, pencarian ketentraman dan pencerahan ini adalah bagian dari usaha manusia untuk memahami dirinya sendiri dan hubungannya dengan dunia serta Sang Pencipta.

Puisi ini menjadi refleksi tentang bagaimana manusia dalam perjalanan hidupnya sering kali perlu melepaskan diri dari kehidupan duniawi untuk menemukan makna yang lebih dalam. Dengan pendekatan puitis yang kaya akan simbol dan nuansa spiritual, Moh. Wan Anwar menyampaikan pesan bahwa ketentraman bukanlah sesuatu yang pasif, melainkan sesuatu yang harus dilukis, dicari, dan diperjuangkan dalam perjalanan batin yang sunyi namun penuh makna.

Puisi: Melukis Ketentraman
Puisi: Melukis Ketentraman
Karya: Moh. Wan Anwar

Biodata Moh. Wan Anwar:
  • Moh. Wan Anwar lahir pada tanggal 13 Maret 1970 di Cianjur, Jawa Barat.
  • Moh. Wan Anwar meninggal dunia pada tanggal 23 November 2009 (pada usia 39 tahun) di Serang, Banten.
© Sepenuhnya. All rights reserved.