Di Ruang Tunggu
kita duduk berdua saja
kau tamu, aku tamu juga di sini
ke mana tuan rumah, tanyamu
lantas kita pun berkenalan
lewat bahasa yang tak kumengerti
meski aku paham isyarat sorot mata
dan kulit muka yang kelabu
kita sama-sama menatap ke luar jendela
di sana kemiskinan gemetar membuka taring-taringnya
kabut mencium kota. Kaca tiba-tiba basah
tapi tak ada Marx dan Engels di sini, katamu
ya, tak ada para buruh yang diramalkan itu