Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Tembang Biasa (Karya Eka Budianta)

Puisi "Tembang Biasa" menggugah kesadaran akan kontradiksi manusia dalam menggunakan kekuatan dan teknologi, sekaligus mengkritik ketidakpedulian ...
Tembang Biasa

Pemenang hadiah Nobel perdamaian
Bukanlah ayahku
Meskipun setetes spermanya
Bersama ovum bintang film itu
Tumbang menjadi aku
Seperti engkau
Di dunia ini aku sendiri,
Normal dan terasing

Akulah mereka,
Penanaman modal di planit Yupiter
Pendatang baru di galaksi tanpa nama
Aku membuat semilyar komputer
Reaktor-reaktor atom dan mesin sinar laser
Untuk membunuh orang-orang Kamboja
Membantai sisa-sisa Palestina
Menghabisi Indian Amerika dan Yahudi di Eropa
Aku perintis teknologi metafisika
Sekaligus pelacur, tukang sepatu,
Algojo, muazin dan perawat yang rajin

Aku lari meninggalkan firdaus
Menyumpahi Tuhan sepuas-puasku
Dan menyembah-nyembah lagi
Aku membangun piramid dan tembok Cina
Dan tidak menangis
ketika Hirosima berantakan
Tidak marah ketika rakyat dibantai di Gullac
Aku tersenyum bersama matahari
Dan bertindak seperti cahaya
Menyusup ke segala rongga, seperti biasa

Sumber: Horison (September, 1983)

Analisis Puisi:

Puisi "Tembang Biasa" karya Eka Budianta adalah seruan dan refleksi mendalam tentang paradoks kehidupan manusia. Dengan kekuatan kata-kata yang kuat, penyair menggambarkan sifat ambivalen manusia, kemampuan teknologi, serta ketidakpedulian terhadap tragedi kemanusiaan.

Refleksi Kehidupan dan Kemanusiaan: Puisi ini merangkum kontradiksi kehidupan manusia. Di satu sisi, ada kekuatan teknologi dan kemajuan yang diciptakan oleh manusia, namun di sisi lain, ada kebrutalan dan penghancuran yang dilakukan oleh manusia terhadap sesama. Penyair menyoroti bagaimana manusia, sementara mampu menciptakan inovasi luar biasa, juga mampu menjadi dalang di balik banyak tragedi kemanusiaan.

Paradoks Manusia dan Kesendiriannya: Penyair menekankan kesendirian manusia, bahkan dalam kerumitan perbuatan dan keputusan yang dilakukannya. Ia menggambarkan manusia sebagai entitas yang terasing di antara kemajuan teknologi dan kegelapan moral, merasa terpisah dan sendirian di alam semesta yang tak berujung.

Ironi Kekuatan dan Kekeliruan: Puisi ini menggambarkan ironi yang tak terhindarkan dari kekuatan dan kelemahan manusia. Meskipun mampu menciptakan teknologi maju dan peradaban, namun ketidakpedulian dan kebrutalan terhadap sesama juga menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.

Kritik terhadap Manusia dan Kebijaksanaan: Penyair secara tegas memperlihatkan sisi gelap manusia dengan menciptakan teknologi yang digunakan untuk membinasakan, merampas, dan menghancurkan. Hal ini menjadi kritik terhadap kebijaksanaan manusia dalam menggunakan pengetahuan dan teknologi untuk kebaikan diri sendiri, tanpa memperhatikan konsekuensi kemanusiaan.

Puisi "Tembang Biasa" menggambarkan paradoks dan ironi dalam kehidupan manusia. Puisi ini menjadi suara yang menggugah kesadaran akan kontradiksi manusia dalam menggunakan kekuatan dan teknologi, sekaligus mengkritik ketidakpedulian terhadap tragedi kemanusiaan. Pesan yang disampaikan menyiratkan urgensi akan tanggung jawab moral dalam penggunaan kekuatan, teknologi, serta kesadaran terhadap tragedi kemanusiaan.

Puisi: Tembang Biasa
Puisi: Tembang Biasa
Karya: Eka Budianta

Biodata Eka Budianta:
  • Christophorus Apolinaris Eka Budianta Martoredjo.
  • Eka Budianta lahir pada tanggal 1 Februari 1956 di Ngimbang, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.