Puisi: Pintu (Karya Sandy Tyas)

Puisi "Pintu" karya Sandy Tyas menyampaikan pesan tentang keterbukaan, penerimaan, dan kritik terhadap diskriminasi sosial.
Pintu

sebuah pintu rapuh
dalam dekorasi
modern
tanpa kunci
terbuka selalu
bagi siapa saja
debu, angin
ditampungnya
ia lebih baik
dari manusia
matanya tak kenal
warna
hitam, putih, kuning, coklat
sama nilainya
dalam puisi ini
pintu rapuh ini
tak dikatakan sebagai
pelacur

24 Desember 1968

Sumber: Horison (September, 1974)

Analisis Puisi:

Puisi "Pintu" karya Sandy Tyas adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme dan makna mendalam. Melalui deskripsi tentang sebuah pintu rapuh yang selalu terbuka, Tyas menyampaikan pesan tentang keterbukaan, penerimaan, dan kritik terhadap diskriminasi sosial.

Simbolisme Pintu: Pintu dalam puisi ini melambangkan keterbukaan dan penerimaan tanpa syarat. Deskripsi pintu yang "rapuh" dan "tanpa kunci" menunjukkan kerentanannya namun juga kesiapsediaannya untuk menerima siapa saja yang datang. Ini menciptakan kontras dengan dunia manusia yang sering kali penuh dengan prasangka dan diskriminasi.

Dekorasi Modern: Penempatan pintu dalam "dekorasi modern" menandakan konteks zaman sekarang yang serba canggih namun sering kali kehilangan nilai-nilai kemanusiaan. Dekorasi modern bisa melambangkan masyarakat saat ini yang lebih mementingkan tampilan luar daripada esensi dan nilai-nilai mendalam seperti penerimaan dan kesetaraan.

Penerimaan Tanpa Diskriminasi: Pintu ini tidak mengenal diskriminasi. "Matanya tak kenal warna / hitam, putih, kuning, coklat / sama nilainya". Ini adalah kritik terhadap diskriminasi rasial dan sosial yang masih ada di masyarakat. Pintu ini menerima semua orang tanpa memandang warna kulit atau latar belakang mereka, sesuatu yang sering kali tidak dilakukan oleh manusia.

Kontras dengan Manusia: Puisi ini menekankan bahwa pintu rapuh ini "lebih baik dari manusia". Ini adalah kritik tajam terhadap sifat manusia yang sering kali menilai dan mendiskriminasi berdasarkan penampilan luar dan prasangka. Pintu ini, meskipun rapuh, memiliki nilai moral yang tinggi karena tidak membedakan siapa yang diterimanya.

Penolakan Terhadap Stigma: Bagian akhir puisi, "tak dikatakan sebagai / pelacur", menyiratkan penolakan terhadap stigma negatif yang sering kali diberikan kepada mereka yang terbuka dan menerima banyak orang. Dalam konteks ini, pintu yang selalu terbuka bisa dengan mudah disalahpahami atau dicap negatif, namun puisi ini menegaskan bahwa keterbukaan seperti itu adalah kebajikan, bukan aib.

Puisi "Pintu" karya Sandy Tyas adalah sebuah refleksi mendalam tentang keterbukaan dan penerimaan tanpa syarat. Melalui simbolisme pintu yang rapuh dan tanpa kunci, Tyas menyampaikan pesan penting tentang kesetaraan dan kritik terhadap diskriminasi sosial. Pintu ini, meskipun sederhana dan rapuh, memiliki kebajikan yang sering kali tidak dimiliki oleh manusia modern. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kembali sikap mereka terhadap orang lain dan menantang prasangka yang mungkin mereka miliki.

Puisi: Pintu
Puisi: Pintu
Karya: Sandy Tyas

Biodata Sandy Tyas:
  • Sandy Tyas lahir di Semarang pada tanggal 17 April 1939.
  • Sandy Tyas meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 Maret 2009 (umur 69 tahun).
© Sepenuhnya. All rights reserved.