Pemakaman Joglo
Misalnya ayah seorang komponis
Tentu satu lagu pemakaman telah bergema
Di pekuburan sunyi-akhir juli yang sesak itu
Tapi ayahmu gagu - di bawah pohon akasia -
Tak ada teman bicara selain kamu
Sedang dunia mengatupkan bibirnya
Menyambut jasadmu untuk selamanya
Mestinya bunga-bunga tumbuh
Mendengar laguku, mendengar nyanyianku
Tapi ayahmu bungkam semilyar kata
Mendengarkan engkau pulang ke sunyi
Mendengarkan engkau kembali
Menyelinap ke bukit-bukit Illahi
Balik ke langit selamanya
Analisis Puisi:
Puisi "Pemakaman Joglo" karya Eka Budianta adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan suasana pemakaman yang sunyi dan penuh dengan kesedihan. Melalui penggunaan bahasa yang mendalam, penyair menghadirkan gambaran tentang kehilangan dan perpisahan yang terjadi di tengah-tengah keheningan.
Tema Keheningan dan Kesedihan: Puisi ini mengusung tema keheningan dan kesedihan yang melingkupi suasana pemakaman. Penyair menggambarkan betapa sunyinya pekuburan pada akhir bulan Juli, di mana kehadiran ayah sebagai seorang komponis seharusnya menjadi bagian dari lagu pemakaman yang bergema. Namun, kehadiran ayah sebagai sosok yang gagu dan sunyi di bawah pohon akasia menambahkan nuansa kesedihan yang mendalam.
Kesendirian dan Perpisahan: Penyair menyoroti kesendirian ayah dalam momen pemakaman tersebut. Ayah, yang seharusnya memiliki teman bicara selain anaknya, kini terdiam dan hanya memiliki anaknya sebagai satu-satunya teman. Hal ini menunjukkan betapa dalamnya perasaan kesepian dan kehilangan yang dialami oleh ayah dalam momen perpisahan tersebut.
Kehadiran Anak sebagai Penghibur: Meskipun ayah terdiam dan sunyi, penyair menekankan peran anak sebagai penghibur dalam momen pemakaman tersebut. Anak, yang mungkin seharusnya menjadi sumber kegembiraan dan harapan, kini menjadi satu-satunya yang dapat menghibur ayah dalam kesedihan dan kehilangan yang mereka alami.
Simbolisme Alam dan Kematian: Pohon akasia dan bukit-bukit Illahi menjadi simbol alam dan kematian dalam puisi ini. Pohon akasia menciptakan suasana hening dan kesunyian yang mengiringi perpisahan, sementara bukit-bukit Illahi mengisyaratkan perjalanan terakhir menuju langit dan keabadian.
Bahasa yang Simbolis dan Mendalam: Penggunaan bahasa yang simbolis dan mendalam memperkuat atmosfer kesedihan dan kehilangan dalam puisi ini. Metafora tentang lagu pemakaman yang bergema, bunga-bunga yang tumbuh, dan engkau yang kembali, semuanya menggambarkan perjalanan roh menuju keabadian dan perasaan kehilangan yang mendalam.
Puisi "Pemakaman Joglo" karya Eka Budianta adalah sebuah puisi yang menghadirkan gambaran yang dalam tentang suasana pemakaman, kehilangan, dan perpisahan. Melalui penggunaan bahasa yang simbolis dan atmosfer yang kuat, penyair berhasil menyampaikan kompleksitas perasaan kesedihan, kehilangan, dan harapan dalam momen yang penuh makna tersebut.
Karya: Eka Budianta
Biodata Eka Budianta:
- Christophorus Apolinaris Eka Budianta Martoredjo.
- Eka Budianta lahir pada tanggal 1 Februari 1956 di Ngimbang, Jawa Timur.