Malam Natal
Tuhan, berilah saksi atas cedera yang menapuk wajahnya
berilah saksi atas keangkatannya ke kerajaan langit
almasih penggembala putih
lemparkan kembali dakwa manusia atas bayi suci
Tiada pengharapan umat merindukan lagu zaman
tentang keabadian dan belaian kasih sayang
tepekur kembali muka-muka muram menghadap langit
ah Tuhan, bicaralah kepada kami
Gemercik irama tangis dalam deraian cemara natal
ia mendaki sorga gemercik air mata dan himbauan damba
ah Tuhan, bicaralah kepada kami
Sumber: Nafiri (1983)
Analisis Puisi:
Puisi "Malam Natal" karya Djamil Suherman membawa pembaca ke dalam momen Malam Natal yang sarat dengan spiritualitas, keagungan, dan refleksi. Dengan bahasa yang indah dan puitis, puisi ini mengeksplorasi elemen-elemen keagamaan dan keinginan manusia untuk berhubungan dengan yang Maha Kuasa.
Panggilan kepada Tuhan: Puisi ini dibuka dengan sebuah panggilan kepada Tuhan, memohon kesaksian atas penderitaan yang menumpuk di wajah seseorang dan meminta kesaksian atas keangkatan ke kerajaan langit. Ini menciptakan atmosfer kesakralan dan permohonan rahmat kepada Tuhan.
Almasih Penggembala Putih: Penggunaan istilah "almasih penggembala putih" merujuk pada Yesus Kristus, yang dalam tradisi Kristen dianggap sebagai Penyelamat dan Penggembala. Pemilihan kata ini memberikan dimensi keilahian dan kemurnian pada suasana Natal.
Dakwa Manusia atas Bayi Suci: Panggilan untuk melemparkan kembali dakwa manusia atas bayi suci menyoroti pentingnya keberanian untuk mengakui dosa dan kesalahan. Pemohonan ini menciptakan citra kebutuhan untuk membersihkan diri dan menerima kasih dan pengampunan yang diwakili oleh bayi suci.
Pengharapan Umat dan Lagu Zaman: Penyair menyatakan bahwa tidak ada pengharapan umat yang merindukan lagu zaman tentang keabadian dan belaian kasih sayang. Ini menciptakan gambaran kesedihan dan kerinduan akan masa lalu yang penuh kebijaksanaan dan kebaikan.
Tepekur Muka-muka Muram: Gambaran "tepekur kembali muka-muka muram menghadap langit" menciptakan citra manusia yang merenungkan masa lalu dan berharap pada pertolongan dari langit. Ini menggambarkan suasana introspeksi dan doa dalam menghadapi kesulitan hidup.
Gemercik Irama Tangis dan Deraian Cemara Natal: Irama tangis dan deraian cemara Natal menggambarkan suasana yang penuh emosi dan kelembutan di Malam Natal. Air mata di sini dapat diartikan sebagai perasaan haru, pengharapan, dan hubungan yang mendalam dengan spiritualitas Natal.
Mendaki Sorga Gemercik Air Mata dan Himbauan Damba: Pemilihan kata-kata seperti "mendaki sorga," "gemercik air mata," dan "himbauan damba" menciptakan citra keinginan manusia untuk mencapai tingkat spiritualitas yang lebih tinggi, mengalirkan air mata kesucian, dan meresapi kerinduan spiritual yang mendalam.
Permohonan Bicara Tuhan: Puisi diakhiri dengan permohonan yang mendalam, "ah Tuhan, bicaralah kepada kami." Permohonan ini menciptakan citra keinginan manusia untuk mendengarkan kata-kata dan petunjuk yang ilahi, menyoroti kebutuhan akan petunjuk dan kedekatan dengan yang Maha Kuasa.
Puisi "Malam Natal" oleh Djamil Suherman menggambarkan suasana Natal yang sarat dengan spiritualitas, kerinduan, dan refleksi. Pemilihan kata-kata yang indah menciptakan gambaran yang mendalam tentang momen ini, sementara permohonan kepada Tuhan menciptakan sentimen kebutuhan akan bimbingan rohaniah. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan arti sejati dari Natal dan merangkul nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
Puisi: Malam Natal
Karya: Djamil Suherman
Biodata Djamil Suherman:
- Djamil Suherman lahir di Surabaya, pada tanggal 24 April 1924.
- Djamil Suherman meninggal dunia di Bandung, pada tanggal 30 November 1985 (pada usia 61 tahun).
- Djamil Suherman adalah salah satu sastrawan angkatan 1966-1970-an.