Lagu Bathin
Kalau Kesunyian ialah Pangeran, ia bakal menuding daku dan memanggil dikau, dalam pukau, bakal terbitkah sayang yang bergayut di kalbu: "Datanglah engkau bersimpuh di pangkuanku!"
Kalau kehidupan lahir kemudian, dan terus saja kita memburu, dengan indera telanjang, bathin pun berlagu: "Betapa teduh semesta tuan, bolehkah aku bersandar di kebidangan dadamu?"
Maka alam sekelilingpun diam, dalam sambutan tangan: dinding pemisah hilang. "Bukan kerna alpa, Cintaku, bukan kerna dendam. Ah, pesonamu, pesona itu menghunjam!"
Sumber: Horison (Desember, 1976)
Analisis Puisi:
Puisi "Lagu Bathin" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah karya yang mendalam dan reflektif, mengajak pembaca untuk mengeksplorasi tema kesunyian, cinta, dan pencarian makna dalam kehidupan. Dengan bahasa yang puitis dan simbolis, puisi ini menyampaikan emosi dan pengalaman yang kompleks melalui imajinasi dan metafora.
Struktur dan Gaya Bahasa
Puisi ini terdiri dari tiga bagian dengan struktur yang bebas dan penuh ekspresi. Linus Suryadi AG menggunakan gaya bahasa yang kaya dengan metafora dan simbol, menciptakan suasana yang meditatif dan introspektif. Pilihan kata dan frasa yang digunakan memberikan kesan keintiman dan kedalaman emosi yang dialami oleh pembaca.
Kalau Kesunyian ialah Pangeran, ia bakal menuding daku dan memanggil dikau, dalam pukau, bakal terbitkah sayang yang bergayut di kalbu: "Datanglah engkau bersimpuh di pangkuanku!"
Pada bagian pertama, "Kesunyian" digambarkan sebagai seorang pangeran yang memiliki kekuatan untuk menuding dan memanggil seseorang. Kesunyian di sini tidak hanya sebagai keadaan, tetapi sebagai entitas yang aktif dan berkuasa. Frasa "dalam pukau" menunjukkan kekaguman atau ketertarikan yang mendalam, sedangkan "sayang yang bergayut di kalbu" menggambarkan cinta atau perasaan yang melekat erat di hati. Seruan untuk "bersimpuh di pangkuanku" mengindikasikan permintaan untuk kedekatan emosional dan perlindungan.
Kalau kehidupan lahir kemudian, dan terus saja kita memburu, dengan indera telanjang, bathin pun berlagu: "Betapa teduh semesta tuan, bolehkah aku bersandar di kebidangan dadamu?"
Di bagian kedua, "kehidupan lahir kemudian" mengisyaratkan sebuah pembaharuan atau awal baru dalam hidup. "Memburu dengan indera telanjang" menunjukkan pencarian atau perjuangan dalam hidup dengan keterbukaan dan kejujuran. Dalam konteks ini, "bathin pun berlagu" mengindikasikan bahwa jiwa atau perasaan juga berpartisipasi dalam pencarian ini. Permintaan untuk "bersandar di kebidangan dadamu" menunjukkan keinginan untuk mendapatkan kenyamanan dan keamanan dalam kehadiran seseorang yang dicintai.
Maka alam sekelilingpun diam, dalam sambutan tangan: dinding pemisah hilang. "Bukan kerna alpa, Cintaku, bukan kerna dendam. Ah, pesonamu, pesona itu menghunjam!"
Bagian ketiga menggambarkan suasana di mana "alam sekelilingpun diam," menunjukkan ketenangan dan penerimaan. "Dalam sambutan tangan" menggambarkan penerimaan dan kehangatan. Dinding pemisah yang hilang melambangkan hilangnya jarak atau perbedaan antara individu. Pernyataan "Bukan kerna alpa, Cintaku, bukan kerna dendam" menunjukkan bahwa hubungan atau perasaan ini tidak didasarkan pada kesalahan atau kebencian. "Pesonamu, pesona itu menghunjam" menunjukkan kekuatan dan kedalaman pesona atau daya tarik seseorang yang sangat mempengaruhi dan menyentuh hati.
Tema dan Makna
Puisi ini mengangkat tema kesunyian, cinta, dan pencarian makna dalam kehidupan dengan cara yang puitis dan simbolis. "Kesunyian" sebagai pangeran mengindikasikan peran penting dari kesunyian dalam refleksi dan pemahaman diri. Kesunyian ini memanggil dan mengundang seseorang untuk mendekat, menunjukkan bahwa dalam kesunyian kita mungkin menemukan hubungan emosional yang mendalam.
"Keberadaan dan pencarian dalam hidup" adalah tema lain yang ditekankan, dengan kehidupan yang "lahir kemudian" dan "pemburuan dengan indera telanjang" sebagai simbol dari perjuangan dan penjelajahan diri. Pencarian ini diiringi oleh keinginan untuk menemukan kedamaian dan dukungan emosional.
Akhirnya, puisi ini menekankan bagaimana cinta dan pesona seseorang dapat menghilangkan batasan dan jarak, menyatukan individu dalam suasana yang harmonis dan menyentuh. "Pesonamu, pesona itu menghunjam" menggambarkan kekuatan hubungan yang melampaui kesalahan atau kebencian, membawa perasaan yang dalam dan memengaruhi.
Puisi "Lagu Bathin" karya Linus Suryadi AG adalah karya yang mendalam dan penuh makna, menggunakan metafora dan simbol untuk mengeksplorasi tema kesunyian, cinta, dan pencarian makna. Dengan gaya bahasa yang puitis dan ekspresif, puisi ini menawarkan refleksi tentang bagaimana kesunyian dan cinta dapat memengaruhi dan membentuk pengalaman emosional kita. Melalui imajinasi dan simbolisme, puisi ini mengundang pembaca untuk merenung dan merasakan kedalaman hubungan dan perasaan yang digambarkan dalam karya ini.
Biodata Linus Suryadi AG:
- Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
- Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
- AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.