Bulan Kuhapus
Dan Perasaan Rindu Menindasku
Karena Aku Mengenangmu
sejumlah kata-kata tak juga dapat aku rangkaikan untuk melukiskan
berahi cintaku, bulan terpaksa kutampar kucampakkan dalam belukar
sesaat angin mencubit bula kudukku dun mataku nanar mengingatmu!
telah kuhapus tanda kenangan dan bau rayu sambil kucepatkan langkah
kakiku meniti jembatan batu, air mengalir mengandung lumpur sepan-
jang sungai menyapa hatiku lembab dirusuh biru, kau sapa aku ke mana?
aku geleng tak mau tahu, apa pedulimu? kumainkan jemari di saku
sambil menghitung-hitung kapan hadirnya nasib baik menjatuhkan rejeki
dan hidup kepenak, kuhapus pening kepalaku dengan usapan sapu tangan.
bulan kuhapus dalam benakku rindu menampar dan menindasku, sekali waktu
sama sekali kutakmengingatmu, apa yang terjadi dengan dirimu? sekali
waktu kupaksa mencoba melupakanmu, jiwaku dibelit rindu! rindu!!
sesaat aku mengenangmu
bulan tak muncul
aku membisu
aku membisu
bulan tak muncul
tak sesaat aku putus mengenangmu
bila mengendap segala ingatan itu tak akan pernah kembali juga cuaca
pertama, mungkin ada keindahan lain
tapi aku kurang percaya sebersih pertemuan pertama kita
"tak ada keindahan yang lebih indah......" katamu, dan bulan kuhapus
dan rindu menggigitku karena telah kutampar kenanganku akan dirimu
ketika aku sadari gumpalan awan meremat diri menjadi air......
Jakarta, 29 Desember 1975
Sumber: Horison (Oktober, 1977)
Analisis Puisi:
Puisi Bulan Kuhapus dan Perasaan Rindu Menindasku karya Bambang Sarwono adalah sebuah eksplorasi yang mendalam tentang kerinduan dan kesedihan yang menyertai kehilangan cinta. Melalui kata-kata yang puitis dan imaji yang kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merasakan perjalanan emosional yang kompleks, antara keinginan untuk melupakan dan rasa sakit yang tak terhindarkan.
Konflik Emosional
Pembukaan puisi menciptakan suasana yang penuh ketegangan. Penulis menyampaikan bahwa “sejumlah kata-kata tak juga dapat aku rangkaikan untuk melukiskan berahi cintaku.” Ini menunjukkan betapa sulitnya mengungkapkan perasaan cinta dan kerinduan. Ketidakmampuan untuk merangkai kata-kata mencerminkan kebingungan dan frustrasi yang dihadapi ketika mencoba menyampaikan perasaan yang mendalam.
Simbol Bulan dan Alam
Penggunaan bulan sebagai simbol dalam puisi ini sangat signifikan. Bulan, yang biasanya melambangkan romantisme dan keindahan, di “kutampar kucampakkan dalam belukar,” menunjukkan pengabaian dan keputusasaan. Penulis seolah berusaha melepaskan kenangan akan cinta yang telah berlalu. Ini mengindikasikan bahwa meskipun ada keindahan dalam cinta, ada juga rasa sakit yang datang bersamanya.
Perjalanan Melalui Kenangan
Melalui perjalanan fisik yang digambarkan dalam puisi, di mana penulis “meniti jembatan batu, air mengalir mengandung lumpur,” terdapat penggambaran simbolis tentang perjalanan menuju pemahaman diri dan penerimaan atas rasa kehilangan. Aliran air yang kotor dapat melambangkan kenangan yang rumit dan sulit untuk dilupakan. Momen-momen ini memberikan gambaran tentang bagaimana ingatan dan kenangan dapat membebani jiwa seseorang.
Kerinduan yang Menindas
Bagian selanjutnya dari puisi ini mengeksplorasi tema kerinduan yang mendalam. Rindu yang dinyatakan dalam “rindu menampar dan menindasku” menunjukkan bahwa kerinduan bukan hanya sekadar perasaan, tetapi juga menjadi beban emosional yang menghimpit. Ketika penulis berusaha untuk “mencoba melupakan,” ia dihadapkan pada kenyataan bahwa kenangan tersebut terus mengikat jiwanya. Ini adalah penggambaran yang kuat tentang bagaimana cinta dapat menjadi beban sekaligus keindahan.
Kesunyian dan Keheningan
Kondisi keheningan yang tercipta saat bulan tak muncul menambah intensitas emosi puisi ini. Dengan frasa “aku membisu,” penulis menggambarkan ketidakmampuan untuk berbicara atau mengungkapkan perasaan. Ini mencerminkan perasaan hampa dan kesepian yang sering kali menyertai kehilangan cinta. Kehilangan bulan, sebagai simbol harapan dan keindahan, menciptakan suasana sunyi yang dalam dan menyentuh.
Keindahan yang Hilang
Di akhir puisi, penulis mencatat bahwa meskipun ada “keindahan lain,” keindahan pertemuan pertama tetap tak tergantikan. Ungkapan ini menegaskan bahwa pengalaman pertama memiliki kekuatan emosional yang tidak dapat dilupakan, meskipun waktu terus berlalu. “Tak ada keindahan yang lebih indah,” menunjukkan bahwa kenangan tersebut selalu akan terukir dalam ingatan, menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas seseorang.
Puisi Bulan Kuhapus dan Perasaan Rindu Menindasku karya Bambang Sarwono adalah sebuah refleksi yang mendalam tentang kompleksitas cinta, kerinduan, dan kehilangan. Melalui penggunaan simbol, bahasa puitis, dan imaji yang kuat, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara cinta dan kesedihan. Di tengah segala rasa sakit dan kerinduan, ada keindahan dalam kenangan yang tetap hidup, meski kadang menyakitkan. Puisi ini mengingatkan kita bahwa setiap pengalaman cinta, baik manis maupun pahit, membentuk siapa kita dan bagaimana kita melihat dunia.