Tak Seorang Berniat Pulang
Barisan menyongsong haridatang
kuwakili kini ini;
derita dan duka dari zamanku
kudukung di punggung
Tak seorang berniat pulang
walau mati menanti.
Jalan ini menuju fajar menyingsing
dan nyanyi yang nyaring;
cita melahirkan cinta
pada hidup dikecap langsung
Tak seorang berniat pulang
walau mati menanti.
Sumber: Dari Daerah Kehadiran, Lapar, dan Kasih (1958)
Analisis Puisi:
Puisi "Tak Seorang Berniat Pulang" karya HR. Bandaharo menonjol sebagai karya yang menggambarkan semangat perjuangan dan pengorbanan yang tidak pernah surut meskipun menghadapi tantangan dan kematian. Melalui bahasa yang sederhana namun kuat, puisi ini menawarkan refleksi mendalam tentang komitmen terhadap perjuangan dan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Tema dan Makna
Puisi ini mengeksplorasi tema perjuangan, pengorbanan, dan tekad. Dengan nada yang penuh semangat dan resolusi, puisi ini menyampaikan pesan tentang dedikasi terhadap cita-cita yang lebih besar, meskipun harga yang harus dibayar adalah kematian.
"Barisan menyongsong haridatang"
Baris ini menggambarkan sekelompok orang yang bergerak maju menuju hari depan yang belum datang. Barisan ini melambangkan persatuan dan kolektivitas dalam perjuangan menuju masa depan yang lebih baik.
"kuwakili kini ini;"
Di sini, penulis mengungkapkan rasa tanggung jawab untuk mewakili perjuangan zaman dan penderitaan yang ditanggung oleh generasi sebelumnya. Ini menunjukkan rasa tanggung jawab terhadap warisan dan sejarah yang diemban.
"derita dan duka dari zamanku kudukung di punggung"
Baris ini menegaskan beban emosional dan fisik yang ditanggung oleh individu atau kelompok dalam perjuangan mereka. Dukungan terhadap penderitaan zaman menunjukkan dedikasi untuk memperjuangkan perubahan meskipun dengan segala kesulitan.
"Tak seorang berniat pulang walau mati menanti."
Frasa ini menekankan keteguhan dan keberanian, mengungkapkan bahwa tidak ada seorang pun di barisan perjuangan yang berniat untuk mundur meskipun menghadapi risiko kematian. Ini mencerminkan tekad yang kuat dan komitmen terhadap tujuan.
"Jalan ini menuju fajar menyingsing dan nyanyi yang nyaring;"
Baris ini memberikan gambaran harapan dan optimisme. Jalan menuju "fajar menyingsing" melambangkan awal baru dan kesempatan untuk perubahan. Nyanyi yang nyaring menunjukkan kegembiraan dan semangat dalam perjuangan.
"cita melahirkan cinta pada hidup dikecap langsung"
Di sini, cita-cita atau impian melahirkan rasa cinta yang tulus terhadap kehidupan. Ini mengartikan bahwa melalui perjuangan dan pencapaian cita-cita, seseorang mengalami dan merasakan keindahan hidup secara langsung.
"Tak seorang berniat pulang walau mati menanti."
Pengulangan baris ini menegaskan kembali semangat dan tekad yang tidak tergoyahkan. Ketidakmauan untuk pulang meskipun kematian menanti menunjukkan bahwa tujuan perjuangan lebih penting daripada kehidupan itu sendiri.
Simbolisme
- Barisan: Simbol persatuan dan kolektivitas dalam perjuangan.
- Derita dan Duka: Representasi dari beban emosional dan fisik yang diemban dalam perjuangan.
- Fajar Menyingsing: Melambangkan awal baru dan harapan untuk masa depan.
- Nyanyi yang Nyaring: Menandakan semangat dan kegembiraan dalam perjuangan.
- Cita: Impian atau tujuan yang memotivasi individu untuk mencintai hidup secara lebih dalam.
Puisi "Tak Seorang Berniat Pulang" karya HR. Bandaharo menyajikan sebuah gambaran yang kuat tentang semangat perjuangan dan pengorbanan. Dengan bahasa yang sederhana namun penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keteguhan dan dedikasi dalam menghadapi tantangan, serta pentingnya melanjutkan perjuangan meskipun menghadapi risiko terbesar sekalipun. Pesan utama dari puisi ini adalah bahwa komitmen terhadap cita-cita dan perjuangan lebih penting daripada kehidupan itu sendiri, dan semangat ini akan terus memandu dalam mencapai tujuan yang lebih besar.
Karya: HR. Bandaharo
Biodata HR. Bandaharo:
- HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
- HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
- HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.