Sajak Rambut
rambutku gondrong benakku adalah hutan
keinginan terkurung di dalamnya
di kegelapan aku berteriak: kebebasan!
sepanjang malam semakin ribut
jiwa siapa yang tak akan letih
menjelang pagi baru tertidur
hari hampir siang, matahari menegurku
hutanku kembali ribut minta dilayani
inikah dirimu, di depan kaca aku bertanya
kening yang terlipat, mata yang nyalang
rambut yang gondrong dan debar jantungmu
menangkap bau warna putih: uban!
rambut yang panjang mendekati tanah
waktu memberat di tiap helai
berapa lagi bukit-bukit letih dan daki
sebelum sampai di sebuah pantai
melabuhkan lelah sementara
menyongsong badai kembali
Soronggenen, Surakarta, 11 Juni 1983
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Dalam puisi "Sajak Rambut" karya Wiji Thukul, seorang penyair dan aktivis Indonesia yang dihormati, tergambar dengan indahnya keinginan yang terkurung dan pertanyaan yang muncul dalam benak. Puisi ini menggambarkan rambut gondrong sebagai metafora dari keinginan yang terpendam di dalam diri, dan juga mengajukan pertanyaan tentang kebebasan dan perjalanan hidup.
Puisi ini dimulai dengan pernyataan bahwa rambut yang gondrong adalah seperti hutan di dalam benak. Keinginan-keinginan yang terkurung dan tersembunyi di dalam diri penulis menciptakan kegelapan yang memaksa untuk berteriak meminta kebebasan. Penulis merasa gelisah dan ribut sepanjang malam, namun jiwa penulis tak pernah lelah. Ketika pagi menjelang dan matahari menegur, hutan dalam benak penulis kembali ribut dan menginginkan perhatian.
Penulis menghadapi sebuah cermin dan bertanya pada dirinya sendiri. Pada wajahnya terlihat kening yang terlipat, mata yang menyala, dan rambut yang gondrong, serta detak jantung yang bersemangat. Rambut yang panjang mendekati tanah, menghadapi beratnya waktu di setiap helainya. Penulis merenung tentang perjalanan yang harus dilalui sebelum mencapai tujuan yang diinginkan, seperti mendaki bukit-bukit yang melelahkan sebelum mencapai pantai yang indah. Melalui perjalanan itu, penulis ingin melabuhkan lelah sementara dan menyongsong tantangan yang mungkin datang kembali.
Puisi "Sajak Rambut" menggambarkan keadaan internal penulis yang penuh dengan keinginan dan pertanyaan tentang kehidupan. Rambut gondrong menjadi simbol dari keinginan yang terpendam, yang menciptakan gelisah dan keributan dalam diri penulis. Puisi ini mengajukan pertanyaan tentang arti kebebasan dan perjalanan hidup, serta merenungkan tantangan dan kelelahan yang mungkin dihadapi dalam mencapai tujuan.
Melalui puisi ini, Wiji Thukul mengajak pembaca untuk merenungkan tentang keberanian dalam mengungkapkan keinginan dan menghadapi perjalanan hidup dengan penuh semangat. Puisi ini menunjukkan betapa pentingnya mengeksplorasi dan mengekspresikan diri, serta menghadapi tantangan yang muncul dalam perjalanan hidup kita.
"Sajak Rambut" adalah karya yang menggugah dan mengundang pembaca untuk merenung tentang kebebasan, keinginan, dan perjalanan hidup yang tak jarang penuh dengan tantangan. Puisi ini mengajak kita untuk menghargai setiap momen dan melangkah maju dengan semangat yang tak terbatas.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).