Sajak Ini Mengajakmu Tamasya
sajak ini mengajakmu tamasya
ke rumah sakit, menikmati sunyi
tanya pasiennya
ini darah yang menghuni di mana?
sajak ini mengajakmu tamasya
di keheningan hidup sehari-hari
tanya tentang bulan dan tahun lalu
bila ketemu bukankah tak lagi kau kenali
jalan-jalan yang membawamu ke mari
sajak ini mengajakmu tamasya
dan liburkan gelisah
sajak ini mengajakmu tamasya
dan cium dingin bibir mayat itu
bukan pejam matanya
cari napasnya
hilang di siapa
sajak ini mengajakmu tamasya
kita sering mengumbar mata hingga buta
hingga ternganga di dunia batas
di balik mata
4 November 1983
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Ini Mengajakmu Tamasya" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang mengundang pembaca untuk merenungkan kehidupan, kematian, dan perasaan manusia terhadap keduanya. Puisi ini menyajikan gambaran suasana di rumah sakit dan melibatkan pembaca dalam tamasya yang penuh makna.
Gambaran Rumah Sakit: Puisi ini dibuka dengan ajakan untuk melakukan tamasya ke rumah sakit. Ini menciptakan gambaran suatu tempat yang sering kali dianggap menakutkan oleh banyak orang. Rumah sakit adalah tempat di mana kesehatan dan penyakit, hidup dan kematian, bertemu. Dalam konteks puisi ini, rumah sakit juga menjadi metafora kehidupan dan kematian itu sendiri.
Pertanyaan Eksistensial: Puisi ini mengajukan pertanyaan eksistensial yang mendalam. Ketika penyair bertanya tentang darah yang menghuni di mana, ia sebenarnya merenungkan hakikat manusia dan sifat sementara dari kehidupan. Ini adalah pertanyaan tentang asal-usul, tujuan, dan akhir dari hidup manusia.
Ketidakpastian Waktu: Penyair juga mengungkapkan ketidakpastian waktu dalam puisi ini. Ia bertanya tentang bulan dan tahun yang tak lagi dikenali, menggambarkan perasaan bahwa waktu dapat merubah segalanya dengan cepat. Ini adalah refleksi tentang bagaimana kita sering kali melupakan pentingnya momen-momen dan perubahan yang terjadi dalam hidup kita.
Kematian dan Pengalaman Manusia: Dengan mengajak pembaca untuk mencium dingin bibir mayat, puisi ini menyentuh tema kematian. Penyair merenungkan tentang bagaimana kita sering kali mengabaikan dan menghindari kematian, padahal itu adalah pengalaman yang tak terhindarkan bagi setiap manusia. Puisi ini mengajak kita untuk lebih mendalam dalam memahami dan menerima kematian sebagai bagian dari kehidupan.
Realitas Tersembunyi: Puisi ini juga menyoroti bagaimana kita sering kali "mengumbar mata hingga buta" dan terlalu sibuk dengan realitas yang terlihat di permukaan. Saat kita mengamati dunia hanya dari luar, kita mungkin melewatkan realitas yang lebih dalam dan bermakna. Puisi ini mengajak pembaca untuk melihat di balik mata, melampaui penampilan fisik, dan mencari pemahaman yang lebih mendalam tentang hidup dan kematian.
Puisi "Sajak Ini Mengajakmu Tamasya" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya yang merenungkan tentang makna hidup, kematian, dan realitas yang sering kali terlupakan. Melalui gambaran rumah sakit dan pertanyaan eksistensial, puisi ini mengajak pembaca untuk melakukan perjalanan introspeksi ke dalam diri sendiri dan memahami lebih dalam tentang hakikat manusia dan kehidupan.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
