Puisi: Sajak Anak Muda yang Menghitung Nasib Pamannya (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Sajak Anak Muda yang Menghitung Nasib Pamannya" menggambarkan kehidupan seorang paman bernama Toni serta realitas sosial dan politik di ...
Sajak Anak Muda yang Menghitung Nasib Pamannya

Paman si Toni, umurnya 57 tahun 77 ini
Sedang menimbang neraca kehidupannya
Seraya merenungkan nasibnya
Duduk di kursi besi di kebun
Matahari sore miring di ubun-ubun

Di zaman Belanda dia tak tamat sekolah menengah
Ada pengalaman jadi kelerek kecil
Ke kantor naik sepeda torpedo
Sikapnya lumayan minder
Karena cuma bisa sekitar seratus kata
Dan sedikit gramatika Belanda
Tapi tulisan tangannya bagus
Miring dan nyata halus-kasarnya

Berumur 25 di tahun 45
Memang sangat menguntungkan
Karena 30 tahun kemudian
Mudah saja mengepit jabatan birokrasi
Seraya merangkap jadi pengusaha
Tanpa terlalu berusaha
Dan paman si Toni tak mungkin ke pulau Buru
Karena dari dulu memang berbakat borjuis
Dan budi pekertinya condong feodalistis

Berumur 25 di tahun 45
Memang sangat menguntungkan
Karena cuma sedikit persaingan
Dengan memegang filsafat yang lumayan
Yaitu selamatkan badan di tiga zaman
Dan hafalkan sembilan puluh slogan jabatan
Yang berganti dari zaman ke zaman
Dan sikut harus kuat sampai ke lengan
Serta pandai-pandai membaca keadaan
Begitulah jadinya
Paman si Toni tidak minder lagi sekarang

Paman Toni hokkinya lebih dan lumayan
Di Jakarta mengusahakan rumah sebagai peternakan
Kontrakannya lebih dari 12 buah
Tanah dan kapeling keadaannya bertebaran
Tapi lengkap semua sertifikatnya
Anaknya pun sekolah jadi-jadi
Yang sulung sibuk menelaah gramatika di Jermania
Tambah belajar kemahiran naik kuda Bavaria
Yang nomor dua sekolah mengetik sepulah jari
Di pusat kota London, Britania Raya
Yang nomor tiga sekolah menjahit pakaian dalam
Di Parijs, dekat istana Lodewijk, negeri Frankrijk
Yang nomor empat sekolah cuma di desa Jawa
Sebab dia lahir dari rahim pembantunya
Karena peristiwa kecelakaan tak terhindari
Dan pembantu itu pakai stagen gantung diri
Karena amat malu tak diambil istri

Pada hari ulang tahunnya ke 57
Waktu ketiga anak lainnya di manca negara
Anaknya dan desa datang padanya
Memberinya sebuah hadiah kejutan
Yaitu sebuah pestol ditempelkan ke pelipisnya
Kemudian pelan-pelan ditembakkan
Walaupun mesiunya cuma air kelapa
Tapi sang ayah terkejut bukan buatan
Dan dia pun mati, jatuh terpeleset
Jantung tak berfungsi, katup aortanya macet
Istrinya meraung-raung dan menghempas-hempas
Layak sebagai wanita berhati lemah
Malta sang istri mati badannya sebelah

Dua hari kemudian pulanglah anak lelaki dari Jermania
Dia tinggalkan kuda dan rumitnya gramatika
Dia datangi saudara tirinya asal dari desa
Dia ganti air kelapa dengan peluru seaslinya
Dia tembak pelipis saudara tirinya
Dan semua berlangsung secara biasa

Si Toni kini menghitung nasib pamannya sekeluarga
Nasib tercabutnya tiga setengah nyawa
Anak sulung itu dibebaskan pengadilan
Karena ternyata bersalah tiada
Dan anak kedua
Studen mengetik di Britania Raya
Dan anak ketiga
Studen menjahit pakaian dalam di Perancis sana
Semua balik ke Indonesia lagi
Karena di negeri jauh tak bisa konsentrasi

Kalau terus hidup paman si Toni
Umurnya akan 58 kini
Dan sore-sore hari begini
Dia biasa duduk sendiri di kursi kebun
Ketika matahari sore miring di ubun-ubun.

1978

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak Anak Muda yang Menghitung Nasib Pamannya" karya Taufiq Ismail adalah sebuah kritik sosial yang menggambarkan kehidupan seorang paman bernama Toni serta realitas sosial dan politik di Indonesia.

Narasi Kehidupan Paman Toni: Puisi ini menggambarkan perjalanan hidup paman Toni dari masa ke masa, dimulai dari masa muda hingga akhir hayatnya. Dari pengalaman hidupnya, tergambar kesulitan, kesempatan, dan pilihan-pilihan yang dibuatnya yang membentuk nasibnya.

Kritik Terhadap Politik dan Sosial: Melalui kisah hidup Paman Toni, Taufiq Ismail mengkritisi politik korup dan sistem birokrasi yang melahirkan ketidakadilan. Paman Toni terwakili sebagai simbol dari para elit yang memanfaatkan kekuasaan dan posisinya untuk keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat.

Ironi dan Tragedi Kehidupan: Puisi ini penuh dengan ironi dan tragedi kehidupan. Meskipun Paman Toni berhasil meraih kesuksesan materi, namun kehidupannya penuh dengan kesedihan, kecelakaan, dan akhirnya kematian yang tragis.

Konflik Keluarga dan Kehancuran: Konflik keluarga menjadi tema dominan dalam puisi ini. Pembunuhan yang dilakukan oleh saudara tirinya sendiri menyoroti kehancuran dan kegagalan hubungan keluarga yang seharusnya menjadi tempat kedamaian dan keharmonisan.

Refleksi atas Kehidupan dan Kematian: Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang arti kehidupan, keputusan-keputusan yang diambil, dan akhirnya kematian yang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Paman Toni menghadapi akhir hidupnya dengan kesendirian dan kekosongan, mencerminkan kesedihan dan kehampaan yang terkadang mengiringi akhir kehidupan.

Puisi "Sajak Anak Muda yang Menghitung Nasib Pamannya" adalah sebuah cerminan yang menggugah tentang realitas kehidupan, politik, dan tragedi manusia. Dengan penuh ironi dan kesedihan, puisi ini menyoroti kompleksitas dan ketidakpastian dalam perjalanan hidup manusia.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Sajak Anak Muda yang Menghitung Nasib Pamannya
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.