Puisi: Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru (Karya HR. Bandaharo)

Puisi "Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru" karya HR. Bandaharo menciptakan sebuah penghormatan yang kuat kepada Conrado Benítez, seorang guru ...
Remaja Abadi,
Tetap Seorang Guru

Mereka membunuhnya di malam-hari.
Tak usah tanya waktu yang ditunjuk oleh jarum-jarum.

Semua hari adalah malam.
Tiap jam, tiap menit, gelap dan pahit.
Bayangan-bayangan mengendap jadi sumber ketakutan.
Mereka membunuhnya di malam-hari.

    Setangkai kembang harapan – mereka membawanya dan
menggantungnya.

Laki-laki seluruh dunia, melihatlah ke pulauku.
Bintang cemerlang ini, anak-muda tergantung di pohon ini,
Adalah seorang dari kematianmu.
    Dia dibunuh di Aldjazair,
    Dia dibunuh di Laos,
    Dia dibunuh di Korea Selatan,
    Di Guatemala,
    Dia mati. Pandanglah baik-baik
    Bintang tergantung
    Di tali ini. Pandanglah dia baik-baik,
    Dia dibunuh di Konggo,
    Dia dibunuh di Spanyol
    yang disembelih. Pandangilah dia baik-baik:
    Dia adalah seorang dari kematianmu.

Dia kepunyaanmu, penebang-penebang kayu di selatan, buruh-
buruh tambang, nelayan-nelayan Chili;
Dia kepunyaanmu, kaum tani, dan kaum buruh Argentina.
Kepunyaanmu, kau yang dipunahkan tambang-tambang dalam dan
memegapkan di Bolivia.
Pandanglah baik-baik: dia seorang dari kematianmu.
Tuliskan namanya dengan api di hatimu,
Nama seorang pemuda biasa; dibunuh kejam,
Dengan diam-diam, suatu lambang hari-besok dan kemenangan…
Jangan lupakan, buruh karet di Kolombia,
Bangsa Indian di Peru yang diperbudak, ingatlah baik-baik.
Buruh minyak dari Venezuela, tegakkan namanya
Menjulang jadi menara di padang-padang minyak
Dan kau, kau dari ‘neraka hijau’ Amerika Tengah,
Dengan pisau-pisaumu, guratkan huruf-huruf namanya
Di setiap batang pisang.

    Dia dibunuh oleh mereka yang sedang membunuh kau.

Dia dibunuh oleh tangan yang membunuh
Di Aldjazair, di Laos, di Guatemala,
Tangan bom di Hiroshima,
Tangan yang membakar anak-anak hidup-hidup
Di Korea Utara,
Yang merampok tanah dari Mexico
Dan merampok bendera Puerto Rico.
Laki-laki seluruh dunia, melihatlah ke pulauku.
Bintang cemerlang ini, anak-muda tergantung di pohon ini.
Adalah seorang kematianmu.

Dengarkan:
    "Mereka membunuhnya hanya karena dia negro, hanya
karena dia miskin,
    hanya karena dia pekerja, hanya karena dia remaja hanya karena dia guru"
ada tunas dari Revolusi.
Dia anak Rakyat, dia anak dari kerja.
Dia guru sukarelawan di pegunungan tinggi.

    Dengarkan baik-baik, laki-laki seluruh dunia:
Dia guru sukarelawan remaja!
    Mereka membunuhnya di malam-hari
Semua hari adalah malam
Setangkai kembang harapan – mereka membawanya dan
menggantungnya.
Bintang-bintang sewaan itu, mereka membunuh buku-buku!
Tuliskan namanya dengan api di hatimu,
Buruh tambang, kaum tani, buruh karet, buruh minyak,
Buruh perkebunan-perkebunan pisang, bakarkan namanya dalam-
dalam, Negro, Indian, dan Mestizo
Dari Amerika kita ini.
Bakar namanya dalam di hati, sehingga dia tidak hilang-hilang.

Texaco – jangan lupakan ini, kaum buruh minyak –
Membayar sepuluh-ribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu,
Dan Kardinal Speliman, bajingan memakai jubah,
Membayar sepuluh ribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu,
Bintang yang tergantung di tali itu
Adalah Conrado Benítez, guru sukarelawan,
"Remaja abadi, tetap seorang guru."

Sumber: Gugur Merah (2008)

Analisis Puisi:

Puisi "Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru" karya HR. Bandaharo adalah karya yang mengungkapkan penghormatan dan kesedihan mendalam terhadap seorang pahlawan revolusioner dan pendidik yang menjadi korban kekejaman. Melalui puisi ini, Bandaharo menciptakan sebuah penghormatan yang kuat kepada Conrado Benítez, seorang guru sukarelawan yang mati syahid dalam perjuangan melawan penindasan.

Tema dan Konteks

Puisi ini memusatkan perhatian pada kematian dan pengorbanan, serta pentingnya mengenang dan menghormati mereka yang telah berjuang untuk keadilan. Bandaharo menggunakan metafora dan gambaran visual yang kuat untuk menggambarkan penderitaan dan kekejaman yang dialami oleh para pejuang revolusi di berbagai belahan dunia.

Penderitaan dan Pengorbanan

Puisi dimulai dengan gambaran yang mencekam tentang kematian yang terjadi pada malam hari, menekankan kegelapan dan kepedihan yang menyertai kematian seorang pahlawan. Dengan kalimat "Mereka membunuhnya di malam-hari," Bandaharo menyoroti kebrutalan dan ketidakadilan yang dialami oleh Conrado Benítez dan banyak lainnya.

Mereka membunuhnya di malam-hari.
Tak usah tanya waktu yang ditunjuk oleh jarum-jarum.

Melalui gambaran "setangkai kembang harapan" yang digantungkan, puisi ini menunjukkan betapa kematian seorang pahlawan juga menjadi simbol harapan dan perjuangan yang tidak akan pernah padam.

Konteks Global dan Lokal

Bandaharo memperluas konteks kematian Conrado Benítez dengan menyebutkan berbagai tempat dan negara di mana kekejaman serupa terjadi, seperti Aldjazair, Laos, Korea Selatan, Guatemala, dan lain-lain. Ini menunjukkan bahwa penderitaan yang dialami oleh Benítez adalah bagian dari sebuah perjuangan global melawan penindasan dan ketidakadilan.

Dia dibunuh di Aldjazair,
Dia dibunuh di Laos,
Dia dibunuh di Korea Selatan,
Di Guatemala,
Dia mati. Pandanglah baik-baik

Puisi ini juga mencatat betapa Benítez, yang merupakan "seorang guru sukarelawan remaja," adalah simbol dari perjuangan kelas pekerja dan rakyat tertindas di seluruh dunia. Bandaharo menekankan bahwa kematian Benítez adalah representasi dari kematian banyak orang yang berjuang untuk keadilan.

Simbolisme dan Metafora

Konsep "bintang cemerlang" yang tergantung di pohon adalah metafora kuat untuk Benítez yang menjadi simbol harapan dan pencerahan. Meskipun dia mati, semangat dan perjuangannya tetap hidup dan menjadi inspirasi bagi orang lain.

Bintang cemerlang ini, anak-muda tergantung di pohon ini,
Adalah seorang dari kematianmu.

Bandaharo juga menggunakan simbol-simbol lain seperti "buruh tambang," "kaum tani," "buruh karet," dan "buruh minyak" untuk menekankan bahwa Benítez adalah bagian dari kolektif yang lebih besar yang melawan penindasan di seluruh dunia.

Penekanan pada Kesadaran Sosial

Puisi ini menyiratkan kritik tajam terhadap pihak-pihak yang membunuh dan mengeksploitasi, termasuk perusahaan dan institusi yang mendukung kekejaman. Bandaharo menyebutkan Texaco dan Kardinal Speliman sebagai contoh pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kematian pahlawan revolusi ini.

Texaco – jangan lupakan ini, kaum buruh minyak –
Membayar sepuluh-ribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu,
Dan Kardinal Speliman, bajingan memakai jubah,
Membayar sepuluh ribu dolar kepada pembunuh-pembunuh itu.

Penutup: Legasi dan Inspirasi

Di akhir puisi, Bandaharo mengajak pembaca untuk mengenang dan menghormati Conrado Benítez dengan membakar namanya dalam hati mereka sebagai simbol pengorbanan dan perjuangan.

Tuliskan namanya dengan api di hatimu,
Nama seorang pemuda biasa; dibunuh kejam,
Dengan diam-diam, suatu lambang hari-besok dan kemenangan…

Puisi "Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru" adalah puisi yang penuh emosi dan kekuatan, yang menyoroti pengorbanan luar biasa dari seorang pahlawan dan mendesak kita untuk terus mengingat dan menghargai mereka yang berjuang untuk keadilan dan kebebasan.

HR. Bandaharo
Puisi: Remaja Abadi, Tetap Seorang Guru
Karya: HR. Bandaharo

Biodata HR. Bandaharo:
  • HR. Bandaharo (nama lengkapnya Bandaharo Harahap) lahir di Medan pada tanggal 1 Mei 1917.
  • HR. Bandaharo meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 1 April 1993.
  • HR. Bandaharo adalah salah satu sastrawan Angkatan Pujangga Baru.
© Sepenuhnya. All rights reserved.