Pasar Malam Sriwedari
beli karcis di loket
pengemis tua muda anak-anak
mengulurkan tangan
masuk arena corong-corong berteriak
udara terang benderang tapi sesak
di stand perusahaan rokok besar
perempuan montok menawarkan dagangannya
di stand jamu tradisionil
kere-kere di depan video berjongkok
nonton silat mandarin
di dalam gedung wayang wong
penonton lima belas orang
ada pedagang kaki lima
yang liar tak berizin
setiap saat bisa diusir keamanan
Solo, 28 Mei 1986
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Analisis Puisi:
Puisi "Pasar Malam Sriwedari" karya Wiji Thukul adalah sebuah potret kehidupan pasar malam di Sriwedari yang sarat dengan berbagai elemen sosial, budaya, dan politik.
Realisme dan Deskripsi Detail: Wiji Thukul memulai puisi ini dengan gambaran nyata tentang pasar malam Sriwedari. Ia menjelaskan adegan pasar malam dengan detail, termasuk pengemis dari berbagai kelompok usia, penjual karcis, penjual rokok, pedagang jamu, penonton wayang wong, penjual pedagang kaki lima yang tak berizin, dan orang-orang yang menikmati pertunjukan silat mandarin. Deskripsi yang kaya ini memberikan kesan yang kuat tentang suasana dan keramaian pasar malam tersebut.
Kritik Terhadap Ketidaksetaraan Sosial: Puisi ini mencerminkan ketidaksetaraan sosial yang ada di pasar malam Sriwedari. Ada pengemis dari berbagai usia yang harus merayu orang lain untuk mendapatkan bantuan, sementara di tempat lain, pedagang rokok besar dan penjual jamu tradisional menghadirkan diri mereka dengan segala keberadaan fisik mereka yang memanfaatkan pemasaran yang lebih menonjol. Ini adalah penggambaran ketidaksetaraan ekonomi yang masih berlaku di masyarakat saat itu.
Perbedaan Budaya: Puisi ini juga mencatat perbedaan budaya dalam pasar malam Sriwedari, dengan penonton yang sedikit untuk pertunjukan wayang wong yang melambangkan seni tradisional, sementara orang-orang lebih memilih menonton pertunjukan silat mandarin yang mungkin lebih populer saat itu. Ini menggambarkan pergeseran budaya dan minat yang terjadi dalam masyarakat.
Kritik terhadap Otoritas: Penyebutan tentang pedagang kaki lima yang "liar tak berizin" menunjukkan ketegangan antara pedagang kecil dan otoritas yang mengatur pasar malam. Ini bisa mengindikasikan ketidaksetujuan penyair terhadap cara otoritas mengelola pasar malam dan mungkin juga mengenai penindasan pedagang kaki lima.
Puisi "Pasar Malam Sriwedari" adalah sebuah gambaran hidup yang beragam dan kadang-kadang tak adil di pasar malam tersebut. Wiji Thukul menggunakan deskripsi rinci untuk memberikan gambaran yang kuat tentang realitas sosial, budaya, dan politik yang ada di Sriwedari pada saat itu. Puisi ini menyoroti ketidaksetaraan dan ketegangan sosial yang mungkin diabaikan oleh banyak orang saat berada di pasar malam yang meriah.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
