Puisi: Para Penyair Adalah Pertapa Agung (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Para Penyair Adalah Pertapa Agung" karya Wiji Thukul mengajukan pandangan mendalam tentang peran penyair dalam masyarakat.
Para Penyair Adalah Pertapa Agung

kaum gelandangan yang mendengkur pulas seperti
huruf kanji kumal di emper-emper pertokoan cina
tak pernah terjamah tangan-tangan puisi kita
sebab tak mengandung nilai sastra

keadilan adalah duniawi
bukan tanah ladang puisi
puisi cuma mencari jatidiri
jangan dibuka mata batin bagi kemiskinan
dan penindasan
puisi jangan menuntut yang bukan-bukan

para penyair adalah pertapa agung
bermenung di dalam candi
kelima indera dan telinga sukmanya
cukup bagi tuhan saja
jangan mendengar jerit kehidupan!
para penyair adalah pertapa agung
tergenggam nasibnya oleh nilai-nilai dan Dewa-Dewa
SASTRA
mengurung diri di kesunyian candi
kelima indera dan telinga sukmanya terbelenggu
tuli
para penyair adalah pertapa agung
jangan diganggu jangan disambati

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Para Penyair Adalah Pertapa Agung" karya Wiji Thukul adalah karya sastra yang sarat dengan penghayatan filosofis mengenai peran dan tanggung jawab para penyair dalam masyarakat. Dalam puisi ini, penyair dilihat sebagai figur yang memiliki peran spiritual dan sosial yang mendalam.

Peran Pertapa dan Kepenyairan: Judul puisi ini, "Para Penyair Adalah Pertapa Agung," segera membangkitkan konsep pertapa, yaitu orang yang mengasingkan diri untuk mencari pemahaman spiritual dan kebenaran. Dalam puisi ini, penyair diibaratkan sebagai pertapa, tetapi bukan dalam pengertian fisik melainkan dalam arti spiritual dan intelektual. Ini menekankan bahwa peran para penyair adalah lebih dari sekadar menciptakan puisi, tetapi juga merenungkan makna yang lebih dalam dari kehidupan dan masyarakat.

Kritik terhadap Kemiskinan dan Penindasan: Puisi ini menyoroti pentingnya penyair dalam mengangkat isu-isu sosial dan kemanusiaan. Penggambaran "kaum gelandangan yang mendengkur pulas" merujuk pada kelompok masyarakat yang terpinggirkan dan dilupakan oleh masyarakat pada umumnya. Melalui penggunaan gambaran ini, penyair diingatkan untuk tidak mengabaikan suara-suara yang tak terdengar, termasuk dari mereka yang terpinggirkan.

Peran Puisi dan Sastra: Puisi ini juga membahas peran puisi dalam masyarakat. Dalam "keadilan adalah duniawi" dan "puisi cuma mencari jatidiri," puisi diidentifikasi sebagai sarana yang melayani hal-hal lebih dalam daripada keadilan duniawi atau pencarian identitas diri. Sastra dilihat sebagai alat untuk merefleksikan realitas yang lebih dalam dan mendalam.

Kedalaman Spiritual dan Keterasingan: Gambarkan penyair yang "mengurung diri di kesunyian candi" dan memiliki "tuli" telinga sukmanya, menggambarkan sebuah kedalaman spiritual dan keterasingan. Penyair diibaratkan merenung di dalam kesunyian dan mencari hubungan dengan nilai-nilai dan dewa-dewa sastra. Namun, hal ini juga menunjukkan keterasingan dari realitas sosial, yang mengisyaratkan bahwa penyair memiliki tugas yang lebih besar untuk mengatasi keterasingan ini dan berbicara untuk mereka yang terpinggirkan.

Puisi "Para Penyair Adalah Pertapa Agung" karya Wiji Thukul mengajukan pandangan mendalam tentang peran penyair dalam masyarakat. Melalui penggambaran penyair sebagai pertapa, puisi ini menyuarakan pentingnya penyair dalam merenungkan dan merespons isu-isu sosial serta mempertanyakan realitas yang mendalam dan keterasingan dari realitas sehari-hari.

Puisi: Para Penyair Adalah Pertapa Agung
Puisi: Para Penyair Adalah Pertapa Agung
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.