Puisi: Nyanyian Abang Becak (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Nyanyian Abang Becak" karya Wiji Thukul menggambarkan kritik sosial terhadap ketidakadilan ekonomi dan perjuangan rakyat yang ....
Nyanyian Abang Becak

jika harga minyak mundhak simbok
        semakin ajeg
berkelahi sama bapak
harga minyak mundhak lombok-lombok
        akan mundhak
sandang pangan akan mundhak
maka terpaksa tukang-tukang lebon
lintah darat bank plecit tukang kredit
harus dilayani

siapa tidak marah bila kebutuhan hidup semakin
mendesak, seribu lima ratus uang belanja
tertinggi dari bapak untuk simbok, siapa bisa
mencukupi sedangkan kebutuhan hidup semakin
        mendesak
maka simbok pun mencak-mencak:
"pak-pak anak kita kebacut metu papat lho!
bayaran sekolahnya anak-anak nunggak lho!
si Penceng muntah ngising, perutku malah sudah
isi lagi dan suk Selasa Pon ana sumbangan maneh
si Sebloh dadi manten!"

jika BBM kembali menginjak
namun juga masih disebut langkah-langkah
        kebijaksanaan
maka aku tidak akan lagi memohon pembangunan
        nasib
kepadamu duh Pangeran duh Gusti
sebab nasib adalah permainan kekuasaan

lampu butuh menyala, menyala butuh minyak
perut butuh kenyang, kenyang butuh diisi
namun bapak cuma abang becak!
maka apabila becak pusaka keluarga pulang
        tanpa membawa uang
simbok akan kembali mengajak berkelahi bapak.

Solo, 1984

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Nyanyian Abang Becak" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan kritik sosial terhadap ketidakadilan ekonomi dan perjuangan rakyat yang berusaha mencukupi kebutuhan hidup. Puisi ini menciptakan gambaran tentang perjuangan sehari-hari rakyat yang dihadapkan pada kenaikan harga minyak dan tekanan ekonomi.

Kritik terhadap Kenaikan Harga Minyak: Puisi ini dimulai dengan penyair yang mencatat bahwa kenaikan harga minyak akan berdampak pada meningkatnya tekanan ekonomi bagi rakyat. Dalam puisi, "harga minyak mundhak simbok" mengacu pada kenaikan harga minyak yang mempengaruhi biaya hidup sehari-hari. Ini adalah kritik terhadap kebijakan pemerintah yang memengaruhi rakyat secara langsung.

Keluhan Keluarga Rakyat: Penyair menggambarkan bagaimana keluarga rakyat, terutama ibu rumah tangga ("simbok"), merasa tertekan oleh meningkatnya biaya hidup. Mereka harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga, seperti pendidikan anak-anak dan kebutuhan sehari-hari.

Kritik terhadap Kebijakan Ekonomi: Puisi ini menyampaikan kritik terhadap kebijakan ekonomi yang tidak memihak rakyat kecil, yang diwakili oleh "abang becak." Penyair menunjukkan bahwa becak merupakan mata pencaharian keluarga dan kebijakan ekonomi yang tidak adil dapat mengancam mata pencaharian ini.

Kritik terhadap Ketidaksetaraan Sosial: Puisi ini menggambarkan ketidaksetaraan sosial yang muncul akibat ketidakadilan ekonomi. Ada perasaan ketidakpuasan dan kemarahan di kalangan rakyat yang merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali atas nasib mereka sendiri.

Perjuangan dan Kepemimpinan Rakyat: Meskipun puisi ini menggambarkan tekanan ekonomi yang membebani rakyat, ada juga elemen perjuangan dan kepemimpinan rakyat. Simbok dan abang becak mencoba untuk mencari solusi bagi keluarga mereka yang terkena dampak kenaikan harga. Mereka terlibat dalam perjuangan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka.

Pemberontakan terhadap Ketidakadilan: Puisi ini menyiratkan potensi pemberontakan atau perlawanan terhadap ketidakadilan ekonomi. Simbok yang "mencak-cak" kepada bapaknya dapat dianggap sebagai tanda kemarahan dan keinginan untuk melawan ketidakadilan.

Penekanan pada Kekuasaan dan Kebijakan: Penyair menekankan bahwa nasib rakyat seringkali ditentukan oleh kekuasaan dan kebijakan yang mereka hadapi. Puisi ini menciptakan gambaran tentang bagaimana penguasaan kekuasaan dan kebijakan ekonomi dapat memengaruhi kehidupan rakyat kecil.

Puisi "Nyanyian Abang Becak" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan ketidakadilan ekonomi dan perjuangan rakyat dalam menghadapi tekanan ekonomi yang meningkat. Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan dampak kebijakan ekonomi terhadap rakyat kecil dan pentingnya perjuangan melawan ketidakadilan tersebut.

Puisi: Nyanyian Abang Becak
Puisi: Nyanyian Abang Becak
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.