Ada yang baru nih dari Songmont! Tas Elegan dengan Kualitas Terbaik

Puisi: Monumen Bambu Runcing (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Monumen Bambu Runcing" karya Wiji Thukul menggambarkan sebuah monumen yang menjadi simbol perlawanan dan kebebasan di tengah kota, sekaligus ..
Monumen Bambu Runcing

monumen bambu runcing
di tengah kota
menuding dan berteriak merdeka
di kakinya tak jemu juga
pedagang kaki lima berderet-deret
walau berulang-ulang
dihalau petugas ketertiban

Semarang, 1 Maret 1986

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Monumen Bambu Runcing" karya Wiji Thukul adalah karya sastra yang sarat makna dan penuh dengan simbolisme sosial dan politik. Puisi ini menggambarkan sebuah monumen yang menjadi simbol perlawanan dan kebebasan di tengah kota, sekaligus menyentuh realitas sosial di sekitarnya.

Simbolisme Monumen Bambu Runcing: Monumen bambu runcing merupakan simbol perjuangan rakyat yang menginginkan kemerdekaan dan keadilan. Bambu runcing digambarkan sebagai penanda yang menunjuk dan berteriak merdeka, mengisyaratkan semangat perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan ketidakadilan.

Lokasi di Tengah Kota: Puisi ini menempatkan monumen bambu runcing di tengah kota, yang merupakan pusat kehidupan masyarakat. Hal ini menggambarkan bahwa semangat perlawanan dan tuntutan akan kebebasan tidak akan terkekang oleh batasan wilayah. Dengan adanya monumen ini, pesan perlawanan terus terdengar dan terasa di seluruh kota.

Ketidakpuasan Pedagang Kaki Lima: Puisi ini menggambarkan bahwa pedagang kaki lima terus berulang-ulang mendekati monumen bambu runcing, meskipun mereka dihalau oleh petugas ketertiban. Hal ini mencerminkan ketidakpuasan sosial di kalangan masyarakat yang mungkin merasa bahwa monumen tersebut seharusnya lebih banyak memberikan solusi terhadap permasalahan yang mereka alami.

Pemberontakan dan Perjuangan Rakyat: Puisi ini merujuk pada semangat perlawanan rakyat dan tekad untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Monumen bambu runcing menjadi simbol perjuangan yang tak kunjung padam, dan ketertiban yang diwakili oleh petugas tidak bisa menghentikan semangat perlawanan rakyat.

Suara untuk Kaum Terpinggirkan: Pedagang kaki lima dalam puisi ini mewakili kelompok masyarakat terpinggirkan yang sering kali dilupakan oleh pemerintah dan masyarakat kota. Monumen bambu runcing menjadi suara untuk mereka yang berjuang mempertahankan hidup mereka dalam situasi ekonomi yang sulit.

Perjuangan Terus-Menerus: Puisi ini juga mencerminkan bahwa perjuangan untuk kemerdekaan dan keadilan adalah perjuangan yang terus-menerus. Pedagang kaki lima yang tak jemu mendekati monumen bambu runcing mencerminkan tekad yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak mereka, bahkan jika mereka harus menghadapi penindasan.

Puisi "Monumen Bambu Runcing" adalah sebuah karya yang menggambarkan semangat perjuangan rakyat dalam mencari keadilan dan kebebasan. Monumen bambu runcing menjadi simbol perlawanan dan harapan bagi mereka yang mungkin merasa terpinggirkan dalam masyarakat. Puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya mendengarkan suara-suara rakyat yang berjuang untuk hak-hak mereka dan terus berdiri teguh dalam perjuangan.

Puisi: Monumen Bambu Runcing
Puisi: Monumen Bambu Runcing
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.