Momok Hiyong
momok hiyong si biang kerok
paling jago bikin ricuh
kalau situai keruh
jingkrakjingkrak ia
bikin kacau dia ahlinya
akalnya bulus siasatnya ular
kejamnya sebanding nero
sefasis hitler sefeodal raja kethoprak
luar biasa cerdasnya
di luar batas culasnya
demokrasi dijadikan bola mainan
hak asasi ditafsir semau gue
emas doyan hutan doyan
kursi doyan nyawa doyan
luar biasa
tanah air digadaikan
masa depan rakyat digelapkan
dijadikan jaminan hutan
momok hiyong momok hiyong
apakah ia abadi
dan tak bisa mati?
momok hiyong momok hiyong
berapa ember lagi
darah yang ingin kau minum?
30 September 1996
Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)
Catatan:
Momok Hiyong konon adalah nama sebangsa hantu dari Jawa. Biasa didongengkan oleh para orangtua buat menakuti anak-anak yang tidak mau atau susah tidur.
Analisis Puisi:
Puisi "Momok Hiyong" karya Wiji Thukul adalah karya yang mengkritisi keras kekuasaan, penyalahgunaan kekuasaan, serta pengorbanan rakyat dan lingkungan alam untuk tujuan pribadi. Puisi ini menggunakan gambaran Momok Hiyong sebagai simbol individu atau entitas yang melambangkan penguasa korup dan penuh kejahatan.
Gambaran Momok Hiyong: Puisi ini menggambarkan Momok Hiyong sebagai biang kerok yang paling jago dalam menimbulkan kerusuhan dan kericuhan. Gambaran "jingkrakjingkrak ia" menunjukkan sifat agresif dan ceria dalam menghancurkan situasi. Dengan menggunakan momok sebagai gambaran, penyair menggambarkan penguasa korup sebagai entitas menakutkan yang mengacaukan tatanan.
Kritik terhadap Penyalahgunaan Kekuasaan: Puisi ini mengkritisi keras penyalahgunaan kekuasaan oleh Momok Hiyong. Penggunaan istilah "bikin kacau dia ahlinya" dan "akalnya bulus siasatnya ular" menggambarkan karakter manipulatif dan licik dalam menjalankan kekuasaannya. Dengan mengaitkan Momok Hiyong dengan sosok-sosok kejam dalam sejarah seperti Nero dan Hitler, puisi ini menggambarkan besarnya kejahatan yang dilakukan.
Pengorbanan Rakyat dan Lingkungan: Puisi ini menggambarkan Momok Hiyong sebagai individu yang doyan kekuasaan dan harta. Dengan mengorbankan demokrasi dan hak asasi, ia merampas hutan, tanah air, dan masa depan rakyat. Penggambaran "emas doyan hutan doyan, kursi doyan nyawa doyan" menunjukkan prioritasnya yang salah dan ketidakpeduliannya terhadap kepentingan rakyat dan lingkungan.
Tafsiran Demokrasi dan Hak Asasi: Puisi ini mengejek cara Momok Hiyong menafsirkan demokrasi dan hak asasi. Penggunaan "demokrasi dijadikan bola mainan, hak asasi ditafsir semau gue" menunjukkan cara ia memanipulasi konsep-konsep tersebut untuk membenarkan tindakannya.
Pertanyaan tentang Kekaburan Keadilan: Puisi ini mengajukan pertanyaan retoris tentang apa yang mungkin membuat Momok Hiyong tetap abadi dan tak bisa mati, serta seberapa banyak darah yang ingin ia minum sebagai pengorbanan.
Puisi "Momok Hiyong" adalah karya yang sangat kritis terhadap penyalahgunaan kekuasaan, penindasan rakyat, dan penghancuran lingkungan demi kepentingan pribadi. Melalui gambaran Momok Hiyong, Wiji Thukul menggambarkan penguasa korup dan kejam yang merampas hak-hak rakyat dan merusak alam. Puisi ini mendorong pembaca untuk berpikir kritis tentang kebijakan penguasa dan pentingnya melawan ketidakadilan dan penindasan.
Karya: Wiji Thukul
Biodata Wiji Thukul:
- Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
- Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
- Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).